1. PENGERTIAN AL-QURAN
Secara Etimologi Al Qur'an merupakan mashdar (kata
benda) dari kata kerja Qoro’a (قرأ)
yang bermakna Talaa (تلا) keduanya berarti: membaca, atau
bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a
Qor’an Wa Qur’aanan (قرأ قرءا وقرآنا).
Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda)
yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan
berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il,
artinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi
berita-berita dan hukum-hukum.
Sedangkan secara terminolgi Al-Quran adalah firman
atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan
perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat
manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang
terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para
rasul. Hal ini juga senada dengan pendapat yang menyatakan bahwa
Al-Qur'an kalam atau wahyu Allah yang diturunkan melalui perantaraan
malaikat jibril sebagai pengantar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun
yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an turun
yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang
banyak sekali, yang menunjukkan keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan
universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab
terdahulu sebelumnya.
وَلَقَدْ
آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ
“Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh
ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)
ق
وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ
“Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)
إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلا
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu
(hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)
2. ISI DAN PESAN KANDUNGAN AL-QURAN
Ada
pun isi kandungan yang terdapat dalam kitab suci Al-quran antara lain adalah:
1.
Tauhid - Keimanan terhadap Allah SWT
2.
Ibadah - Pengabdian terhadap Allah SWT
3.
Akhlak - Sikap & perilaku terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk
lain
4.
Hukum - Mengatur manusia
5.
Hubungan Masyarakat - Mengatur tata cara kehidupan manusia
6.
Janji Dan Ancaman - Reward dan punishment bagi manusia
7.
Sejarah - Teledan dari kejadian di masa lampau
Sedangkan
pesan pokok yang terdapat dalam kitab suci Al-quran antara lain adalah:
Ada tiga kunci utama untuk memahami pesan Alquran: pertama, dalam konteks apa
ia diwahyukan. Untuk itu, perhatian terhadap asbab al-nuzul (sebab turunnya
ayat) menjadi begitu bernilai; kedua, komposisi bahasa ayat dan dalam bentuk
apa gaya pengungkapannya; ketiga, spirit atau pandangan hidup yang terkandung
dalam kesuluruhan teks.
Untuk itu, dibutuhkan usaha ekstra berat bagi mereka
yang menggali kandungan makna Alquran, apalagi bagi mereka yang hanya berpegang
pada otoritas keilmuan para penerjemahnya. Di samping mereka juga harus
menyadari bahwa Alquran diturunkan dengan membawa dua pesan pokok. Pertama, Alquran
merupakan bukti kebenaran segala yang disampaikan Nabi. Kedua, Alquran
menjadi petunjuk untuk kebaikan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.
Di sinilah distorsi suatu karya terjemahan Alquran
akan sangat mungkin tampak. Karena, setiap kemukjizatan yang terdapat,
misalnya, dalam keindahan susunan retorikanya pasti mempunyai tujuan khusus.
Ini jelas sekali tidak dapat terwakili dalam suatu karya terjemahan, meskipun
penerjemahnya memiliki penguasaan yang baik terhadap keindahan retorika bahasa.
Menyadari kelemahan dan keterbatasan karya terjemahan Alquran, para ahli Ilmu
Alquran menetapkan keharusan untuk menguasai aspek-aspek kebahasaan dan
kesusteraan Arab sebagai syarat utama untuk mendapatkan pemahaman yang benar ketika
hendak menggali kekayaan kandungan makna yang terdapat dalam Alquran.
3. FUNGSI AL-QURAN
1.Petunjuk
bagi Manusia.
Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar
manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS
AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 41:44)
2.
Sumber pokok ajaran islam.
Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah
diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya
meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu
pengethuan dan seni.
3.
Peringatan dan pelajaran bagi manusia.
Dalam AL-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para
nabi dan umat terdahulu,baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun
yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan
datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari
kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.
4.
sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang
dimilki oleh nabi Muhammad saw. Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang
berfungsi sebagai mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad saw sebagai pedoman hidup
bagi setiap Muslim dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab
Allah yang sebelumnya, dan bernilai abadi.
Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi
masuknya orang-orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi
sebab penting pula bagi masuknya orang-orang sekarang, dan ( insya Allah) pada
masa-masa yang akan datang. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an adalah firman-firman Allah, tidak mungkin
ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw yang ummi.
Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan
sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf,
Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain dapat memberikan keyakinan kepada
kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang
berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah
seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen dan lain-lain juga
menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT.
Bahasa Al-qur'an adalah mu'jizat besar sepanjang masa,
keindahan bahasa dan kerapihan susunan katanya tidak dapat ditemukan pada
buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa yang luhur tapi mudah dimengerti
adalah merupakan ciri dari gaya bahasa Al-Qur'an. Karena gaya bahasa yang demikian
itulah ‘Umar bin Khattab masuk Islam setelah mendengar Al-Qur'an awal surat
Thaha yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Bahkan Abu Jahal musuh besar
Rasulullah, sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat adh-Dhuha
yang dibaca Nabi.
4. BUKTI KEOTENTIKAN AL-QURAN
Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan
berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan
kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu
dipelihara. Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu lahafizhun (Sesungguhnya
Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah Pemelihara-pemelihara-Nya) (QS 15:9).
Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas
dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang
dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat
di atas, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai
Al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh
Rasulullah saw, dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw.
Tetapi, dapatkah kepercayaan itu didukung oleh
bukti-bukti lain? Dan, dapatkah bukti-bukti itu meyakinkan manusia, termasuk
mereka yang tidak percaya akan jaminan Allah di atas? Tanpa ragu kita
mengiyakan pertanyaan di atas, karena seperti yang ditulis oleh almarhum
'Abdul-Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar: "Para orientalis yang dari
saat ke saat berusaha menunjukkan kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah
untuk meragukan keotentikannya. Hal ini disebabkan oleh bukti-bukti kesejarahan
yang mengantarkan mereka kepada kesimpulan tersebut.
Sebelum menguraikan bukti-bukti kesejarahan, ada baiknya saya kutipkan pendapat
seorang ulama besar Syi'ah kontemporer, Muhammad Husain Al-Thabathaba'iy, yang
menyatakan bahwa sejarah Al-Quran demikian jelas dan terbuka, sejak turunnya
sampai masa kini. Ia dibaca oleh kaum Muslim sejak dahulu sampai sekarang,
sehingga pada hakikatnya Al-Quran tidak membutuhkan sejarah untuk membuktikan
keotentikannya. Kitab Suci tersebut lanjut Thabathaba'iy memperkenalkan dirinya
sebagai Firman-firman Allah dan membuktikan hal tersebut dengan menantang siapa
pun untuk menyusun seperti keadaannya. Ini sudah cukup menjadi bukti, walaupun
tanpa bukti-bukti kesejarahan. Salah satu bukti bahwa Al-Quran yang berada di
tangan kita sekarang adalah Al-Quran yang turun kepada Nabi saw. tanpa
pergantian atau perubahan -tulis Thabathaba'iy lebih jauh-- adalah berkaitan
dengan sifat dan ciri-ciri yang diperkenalkannya menyangkut dirinya, yang tetap
dapat ditemui sebagaimana keadaannya dahulu.
Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah, juga mengemukakan bahwa
dalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan
keotentikannya. Huruf-huruf hija'iyah yang terdapat pada awal beberapa surah
dalam Al-Quran adalah jaminan keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima oleh
Rasulullah saw. Tidak berlebih dan atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata
yang digunakan oleh Al-Quran. Kesemuanya habis terbagi 19, sesuai dengan jumlah
huruf-huruf yang terdapat di dalam bacaan Basmalah yaitu sebanyak 19 huruf.
a).
Huruf (qaf) yang merupakan awal dari surah ke-50, ditemukan terulang sebanyak
57 kali atau 3 X 19.
b).
Huruf-huruf kaf, ha', ya', 'ayn, shad, dalam surah Maryam, ditemukan sebanyak
798 kali atau 42 X 19.
c).
Huruf (nun) yang memulai surah Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7 X 19.
d).
Huruf (ya') dan (sin) pada surah Yasin masing-masing ditemukan sebanyak 285
atau
15
X 19.
e).
Huruf (tha') dan (ha') pada surah Thaha masing-masing berulang sebanyak 342
atau
19
X 18.
Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat Al-Quran,
oleh Rasyad Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan Al-Quran. Karena,
seandainya ada ayat yang berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan
kalimatnya dengan kata atau kalimat yang lain, maka tentu perkalian-perkalian
tersebut akan menjadi kacau. Angka 19 di atas, yang merupakan perkalian dari
jumlah-jumlah yang disebut itu, diambil dari pernyataan Al-Quran
sendiri.Demikianlah sebagian bukti keotentikan yang terdapat di celah-celah
Kitab Suci tersebut.
Ada beberapa faktor yang terlebih dahulu harus
dikemukakan dalam rangka pembicaraan kita ini, yang merupakan faktor-faktor pendukung
bagi pembuktian otentisitas Al-Quran:
(1)
Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Quran, adalah masyarakat yang
tidak mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah
hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab bahkan sampai kini dikenal sangat kuat.
(2)
Masyarakat Arab khususnya pada masa turunnya Al-Quran dikenal sebagai
masyarakat sederhana dan bersahaja: Kesederhanaan ini, menjadikan mereka
memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.
(3)
Masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan; mereka bahkan
melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu.
(4)
Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat
mengagumkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir.
Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara
sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh
kaum Muslim. Kaum Muslim, disamping mengagumi keindahan bahasa Al-Quran, juga
mengagumi kandungannya, serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk
kebahagiaan dunia dan akhirat.
(5)
Al-Quran, demikian pula Rasul saw., menganjurkan kepada kaum Muslim untuk
memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Quran dan anjuran tersebut mendapat
sambutan yang hangat.
(6)
Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan
peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan
mereka. Disamping itu, ayat-ayat Al-Quran turun sedikit demi sedikit. Hal itu
lebih mempermudah pencernaan maknanya dan proses penghafalannya.
(7)
Dalam Al-Quran, demikian pula hadis-hadis Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk
yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam
menyampaikan berita --lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan Firman-firman
Allah atau sabda Rasul-Nya.
Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat
Al-Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa
terdapat ratusan sahabat Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam
peperangan Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasul saw.,
telah gugur tidak kurang dari tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.
Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal
ayat-ayat Al-Quran, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu,
beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah
menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu memanggil
sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang
baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam
surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu,
kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat ada juga yang
menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena keterbatasan alat
tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang melakukannya.
5. METODOLOGI PENAFSIRAN AL-QURAN
Tafsir berasal dari kata al-fusru yang
mempunyai arti al-ibanah wa al-kasyf yang berarti menjelaskan dan menyingkap
sesuatu. Sedangkan Menurut pengertian terminologi, seperti dinukil oleh
Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam Az-Zarkasyi ialah ilmu untuk memahami kitab
Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya,
menyimpulkan hikmah dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Maka yang
dimaksud dengan metodologi penafsiran dalam hal ini ialah cara-cara menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara tertentu.
Adapun Metodologi Tafsir dibagi menjadi empat macam
yaitu metode tahlili, metode ijmali, metode muqarin dan metode maudlu’i.
1.
Metode Tahlili
Metode Tahlili adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan
Al-Qur'an dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apa yang
dimaksudkan oleh Al-Qur'an. Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering
digunakan.
Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat
kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan
Al-Qur'an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang
dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz,
balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil
dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma
akhlak dan lain sebagainya.
Menurut Malik bin Nas, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan metode
ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan
kemukzizatan Al-Qur'an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak
bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran
karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah .
Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa
bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada
persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga
mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur'an untuk setiap
waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu mengikat generasi berikutnya.
2.
Metode Ijmali
Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an
secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat
dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama
dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang
singkat dan tidak panjang lebar.
Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga
dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata.
Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga
tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah
secara tuntas.
3.
Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat
dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama
tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan
itu.
4.
Metode Maudhu’i
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari
jawaban Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai
tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan
menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya,
kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,
keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian
mengambil hukum-hukum darinya.
Sedangkan bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an secara garis
besar dapat dibagi menjadi tiga macam:
1.
Tafsir bi al-Matsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti
sunnah, hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran seorang
mufassir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya
terus sampai kepada Nabi SAW. Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang
berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur'an dengan
Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah,
dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui
Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in karena mereka pada
umumnya menerimanya dari para sahabat.
2.
Tafsir bi ar-Rayi
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan
metode tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka
tafsir ini memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi
al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur'an,
hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan
menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan
mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
3.
Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang
zahir dan batin. Yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran
sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu
yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di
balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari
limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut
tafsir Isyari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar