Rabu, 09 September 2015

Ketika January Berulang Tahun


Aku  bangun setengah jam sebelum adzan shubuh berkumandang. Aku menyiapkan sarapan untukku dan untuk ine yang juga teman satu apartemen denganku. Kami tinggal di sebuah apartemen yang cukup luas untuk berdua. Jarak apartemen yang dekat dengan tempat kerja juga kuliah.,Benar-benar sempurna untukku namun tidak terlalu begitu buat ine, walau begitu ia tidak mau pindah apartemen yang lebih dekat dari tempat kerja dan juga lebih bagus.

“aku gak mau pisah darimu, kamu kan tahu aku selalu denganmu sejak kecil, bahkan orang tuaku mau mengizinkanku keluar kota mencari sesuap nasi dan menuntut ilmu hanya karena aku bareng kamu,” ia mengatakannya sambil memanyunkan mulutnya yang kecil itu.

Aku hanya bisa tertawa kalau sudah mendengar ocehannya itu.

“ya,ya,ya” aku hanya bisa membenarkannya.

Ia memang manja tapi ntah kenapa aku tidak begitu mempermasalahkannya. Teman-teman di SMA ku dulu sering menertawai ine yang dianggap kayak anak bayi kalau dekat-dekat denganku, dan aku dianggap kayak nenek yang selalu cerewet namun tetap memanjakan ine. Awalnya tidak menyenangkan ditelinga dan dihati mengenai julukan itu, namun lama-kelamaan sudah seperti angin lalu, toh setiap ada orang yang berkomentar seperti itu, ine malah semakin manja.
Sarapan sudah siap. Aku meletakkannya diatas meja. Aku siap-siap mandi dan sholat ketika sudah terdengar adzan.

“kayla...kaa—aayy... udah adzan yaaah” ine bangun dengan setengah mata tertutup dan mulut yang monyong dan rambut yang kusut.

“iya..ayo bangung gih” .Ine tidak mengatakan apa-apa selain mengangkat jarinya “ok” dan dengan senyum anehnya. Aku yakin ia pasti sangat mengantuk.

Hari-hari selalu berjalan seperti itu. Aku membuat sarapan. Nanti giliran ine yang menyiapkan makan malam, kami selalu mengerjakan tugas kuliah bersama karena kami satu kampus walau beda tempat kerja. Tempat kerja ine lebih bagus, ia bekerja sebagai seorang admin disebuah perusahaan internasional, aku pernah melamar disana tapi tidak lulus karena aku kurang lancar berbahasa inggris. Jadinya aku bekerja sebagai seorang koki disebuah kafe yang dekat dengan distrik kota tempat kami tinggal.

Walau sebenarnya tidak terbesit dihatiku untuk menjadi seorang koki, kemampuan memasakku juga tidak begitu bagus, namun sang manajer yang meng-interviewku yakin aku bisa, padahal dari awal aku hanya ingin menjadi seorang kasir. Sebenarnya aku juga terkadang merangkup menjadi kasir, mm bagaimana mengatakannya ya, bisa dikatakan aku asst-manajer jadi terkadang aku dipercaya untuk mengelola kafe. Bagiku itu sudah lebih dari cuku, rezeki tiap orang berbeda, aku sempat berkecil hati, namun seiring berjalanny waktu aku mulai sadar, bahwa sebuah pekerjaan itu yang penting halal dan kita melakukan yang terbaik dari yang kita miliki.

“hari ini, aku kayaknya lembur, jadi gak bisa siapin makan malam deh”

“oh gitu..” aku sibuk menuangkan air putih digelasku. “kalo gitu , aku beli makan malam aja deh, rencananya hari ini aku mau cek pembukuan, lagi-lagi manajer keluar kota jadi harus aku yang urus, dan sepertinya juga pulang malam” aku cengar-cengir melihatnya.

“benarkah? Heuumm..menyedihkanya kita” ia menunjukkan gurat wajah menyedihkannya kepadaku. Itu terlihat menggelikan bagiku.

Semua urusan kafeku selesai lebih cepat dari dugaanku. Kafe sepi, jadi aku bisa lebih fokus pada pembukuan, bisa dikatakan menyenangkan namun sebenarnya tidak.

Aku menikmati perjalanan sore menuju malam disebuah jembatan yang jarangku lalui. Biasanya aku melewati rute yang lebih dekat untuk bisa lebih cepat sampai diapartemen, tapi kali ini entah kenapa rasanya ingin melihat suasana sore dijembatan itu. Jembatan rakyat namanya.. karena jembatan yang sangat luas, banyak orang yang menikmati jingganya sore untuk sekedar refereshin, ada pasangan muda yang mendorong kereta bayinya. Aku hanya sendiri, merasakan angin sore itu. Aku sedikit ingin lebih lama. Aku berhenti sejenak dan kuletakkan kedua tanganku dipegangan.

“kayla” suara seseorang yang tidak terdengar asing, namun aku tidak tahu siapa. Aku menoleh ke arah sumber suara itu.

“an..andre” aku terkejut melihat andre berada disini. “bu..bukannya..kamu di Amerika.. kenapa bisa disini.

Andre tertawa senyum. Terlihat diwajahnya semu merah, atau hanya karena sinaran matahari sore?
Ia berjalan mendekatiku, ia memakai kemeja biru dengan celana hitam dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku.

“aku memang kuliah di Amerika dan sudah beberapa tahun ini tinggal disana tapi...” kata-katanya terhenti, ia memandangku sekilas, lalu tersenyum dan kembali menatap lurus kearah sungai “ini kan tanah airku, jadi sah-sah aja dong kalau aku disini”

“benar juga sih.. tapi kenapa tiba-tiba ada disekitar ini? dan.... apa kamu lagi liburan kuliah?” aku langsung terdiam mendengar pertanyaanku terakhir,aku malu.

“hemmm..ya, bisa dibilang begitu”

“oo...ooh” aku mengangguk-ngangguk.

Kami terdiam untuk beberapa saat.

“bagaimana kab...” aku dan andre serentak mengatakannya. Kami tertawa.

“kamu dulu aja..” andre mempersilahkanku.

“baiklah, bagaiamana kabarmu? Apa di Amerika menyenangkan?”

“aku baik.. di Amerika tidak terlalu buruk.... walau...yaa.. sangat susah menempatkan diri dilingkungan yang cocok disana.. untuk tahun pertama aku benar-benar payah.. tapi untunglah ada orang baik.. jadi aku tidak risau lagi.. aku sudah mulai betah disana.. tapi....” ia berhenti, cukup lama.

“ta..pii?”

“tapi.. tidak ada tempat yang lebih nyaman dan baik selain rumahku...”

“hemm..benar juga..”

“bagaiamana denganmu?”

“aku baik-baik aja.. semuanya lancar.. pekerjaanku..kuliahku juga..”

“owhh... syukurlah..oia ngomong-ngomong..sebentar” ia lalu mencari sesuatu.”naah. ini dia...” ia menjulurkan kotak hitam yang berukuran kecil dan berpitakan warna merah. “selamat ulang tahun”
Aku terperangah dengan apa yang ia ucapkan barusan.

“u...u..ulang tahun?” aku berfikir sejenak. Memangnya sekarang tanggal berapa?

“hari ini kan tanggal 16 Januari, hari ulang tahunmu,”

“aaaahh.. iyaaa.aku lupa” aku menepuk jidatku, lagi-lagi aku lupa dengan hari yang kebanyakan orang menganggapnya adalah hari istimewa. “padahal aku sudah buat tanda dikalender, tapi tetap aja lupa sama ulang tahun sendiri..” aku tetawa kecil, aku benar-benar terlihat bodoh.

“kamu ini..benar-benar” dia menepuk kepalaku dengan hadiah yang belum sempat ku terima. Aku sedikit terkejut, bukannya marah, aku malah merasakan senang. “ini.. hadiah untukmu..”

“untukku.. benar?”

“iyaaa..benar”

Aku menerimanya dengan desir hati yang tidak menentu ini. rasa ini muncul lagi sekian lama ku kubur semenjak andre memutuskan meneruskan kuliahnya di Amerika. Aku tidak pernah mengatakan kepadanya atas perasaanku padanya dulu ketika di SMA, bahkan aku tidak berusaha menunjukkan padanya bahwa aku memiliki rasa padanya. Walau tetap saja orang lain bahkan cukup mudah membaca gerak-gerik anehku jika dekat dengan andre. Namun berbeda dengan sekarang, aku cukup tenang berbicara padanya dan berusaha bersikap seperti teman lama yang bertemu lagi.


“boleh aku buka sekarang?”


bersambung ...
Ketika January Berulang Tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar