Rabu, 09 September 2015

Akane Menemukannya Part IV (END)


Aku mencoba gamis merah itu. aku terlihat percaya diri memakainya, ada rasa bahagia yang sudah lama tidak aku rasakan, rasanya mirip ketika ayah memberikan kado diulang tahunku ke-9. Ayah,disudut hatiku paling dalam, aku merindukannya.
                
Persahabatanku dengan teman-teman Rohisku menjadi semakin erat. Perlahan-lahan aku mulai terbuka dengan mereka, mendengar rumahku yang selalu sepi dari pulang sekolah sampai malam mereka terkadang bahkan mabit dirumahku. Aku merasa senang. Hobi menggambar komik alias mangaku pun berlanjut terus. Selain dimading rohis, manga-ku juga terbit sekali seminggu dalam majalah Sekolah. Lumayan banyak yang menyukainya dan tertarik dengan cerita khas anak remaja dan hikmahnya, lagi-lagi kebahagian itu terus muncul.   
                
Aku menuliskan semua perasaanku itu. mungkinkah aku sudah menemukan cahaya yang hilang selama ini? mungkinkah inilah saatnya aku menepati janji ayah agar aku tidak terus-menerus menjadi pemurung? baiklah, aku akan temukan kebahagianku.
                
“akane dapat bea siswa ke jepang ibu.. jadi ibu gak perlu khawatir dengan biaya kuliah akane” kataku ketika sudah kelas 3 SMA.
                
“benarkah...tapi...”
                
“ibu ikut ke jepang saja...kita tinggal disana bersama” ajakku semangat.
                
“mmmm...oke...” ibu mengedipkan matanya dan memberi jempolan.
                
Aku melanjutkan kuliah di jepang untuk bidang kesastraan. Selain aku suka membaca novel,menulis sebuah cerpen dan juga manga, aku ingin mengembangkan hobi serta bakatku ketika di jepang nanti, aku bermimpi ada sebuah manga muslim/muslimah menghiasi indonesia yang mayoritas muslim.
                
Ibu dan aku bersama-sama bertahan hidup dinegeri orang. Walau ibu menikah dengan ayah yang keturunan jepang, tapi ibu sama sekali belum pernah ketemu dengan keluarga besar ayah yang dijepang, saat pernikahan ayah dan ibu hanya keluarga besar dari ibu yang meramaikan.
                
“akane”
                
“hm..ya bu”
                
“kapan-kapan kita ke kyoto...yuk”
               
“hmm.. boleh juga,tapi kenapa kita tiba-tiba ke kyoto? Owhh..ibu ingin melihat wisata yang sangat menarik disana yah?”
                
“iya..tapi sebelum itu ada yang harus kita temui” ibu terdiam dan tidak melanjutkan pembicaraan itu.
                
Aku yang melihat wajah ibu seperti itu hanya bisa diam memandang langit biru dari apartemen kecil kami.
               
  ***
               
Kyoto.
                
Ibu dan aku menikmati wisata disana. Banyak turis asing disana, sesekali kami juga berpapasan dengan orang indonesia yang juga berwisata disana. Aku seperti anak kecil yang diajak main ke sebuah taman hiburan, melupakan semua penat yang dirasa. Sebelum sore menjelang malam ibu mengajakku ke tempat yang ibu bicarakan sebelumnya.               
                
Seoran lelaki yang sekitar berumur 40 tahunan lebih bersama dengan seorang wanita yang juga 40th, menyambut kedatangan kami. Dua orang anak kecil berumur 9 dan 8 tahun berlari dan saling mengejar, bahkan sampai mengelilingiku.
                
“oneechan..tangkap dia” pinta anak kecil perempuan itu dalam bahasa jepang. Aku sedkit memahaminya.
                
Tapi si anak laki-laki tetap terus mengejek anak perempuan itu.
                
“Mirai..kyouske..sudah berhenti berlari begitu.ayo kesini dengan ibu..kita sambut tamu kita”
                
Mereka berdua langsung menurut.Aku sesekali mencoba mencermati dua pasang suami istri yang menyambut kami. Paman tu tidak terlihat asing.
                
“aka-chan..bagaimana kabarmu?” pertanyaan yang membuat airmataku jatuh tanpa ada suara tangisan.”AYAH”.
                
Aku lihat wajah ibu, tapi ibu hanya menunduk. Aku kembali menatap Ayah dengan wajah sendu ia menyambut kehadiranku.
                
“aku baik-baik saja..sungguh..” suaraku tercekat. Apa yang sebenarnya terjadi. ayah menikah lagi? Dan dua orang tadi adalah saudaraku?.

                
Tidak tahu apa yang terjadi,bagaimana,dan kenapa bisa?. Tidak sanggup aku membayangkan dan menerka. Hanya satu hal, aku bisa bertemu dengan ayah. Luka tentu saja ada,sesak, itu sudah pasti. Namun ibu mungki sudah tahu sejak lama dan tidak pernah mengatakannya. Aku mungkin bisa saja marah, tapi tidak gunanya menjelaskan atas banyak hal yang terjadi,aku lebih baik begini,menerima keadaan, mencoba mengetahuinya berarti menyenandungkan luka. Cukup apa yang sudah ku lihat sekarang sudah memberi penjelasan. Aku sudah menemukan kebahagiaanku bersama ibu, itu sudah lebih dari cukup. 

- The End -
Penulis : IsyaRayle

Tidak ada komentar:

Posting Komentar