Aku menutup
mataku dengan lengan. “maaf..Gita..hari ini aku..”
“aku tahu kamu capek kan.. aku
bawakan teh hangat dan roti..untuk menjaga staminamu aku juga bawakan obat..”
Gita meletakkannya dimeja,aku mengintip sedikit dan menutup mataku kembali.
“makasih Git..”
Aku sudah jarang berbicara
dengan Gita. Aku terkadang merasa sedih namun tubuhku tidak bisa dipaksa, aku
butuh waktu istirahat. Aku tidak memasang wajah ceria disaat aku merasa lelah.
Hingga suatu hari ketika hari
perlombaan dan semua hal yang membuatku super sibuk sudah selesai, kesehatan
Gita menurun dan ia dirawat di rumah sakit. Aku tahu kesehatan Gita bisa saja
memburuk sewaktu-waktu namun aku tetap saja tidak menerimanya begitu saja.
Mungkin kondisi Gita yang memburuk karena aku sudah lama tidak memberinya
perhatian, mungkin dia merasa kesepian dan sedih. Mama dan Papa juga tidak
banyak waktu dirumah. Aku benar-benar merasa bersalah.
Aku memegang tangannya yang
lemah itu.
“Gita..” gita menatapku dengan
lemah “ aku benar-benar minta maaf, karena aku....ka.”
“Mita..aku senang punya saudara
sepertimu, apalagi kita kembar..rasanya..aku benar-benar bersyukur..” dia
terdiam sejenak. Ia berusaha mengenggam erat tanganku “justru akulah yang minta
maaf sudah menjadi saudaramu yang selalu menyusahkanmu..aku tidak ingin jadi
bebanmu....aku..akulah yang salah..” Gita meneteskan air matanya. Aku
menghapusnya
“Gitaa..kamu sama sekali bukan
beban bagiku....aku bersyukur menjadi kembaranmu...dan...dan...aku jadi lebih
menjaga kesehatan..itu semua juga karenamu,jadi kamu bukanlah beban...”
“Mita...aku ada permintaan..apa
kamu ingin mengabulkannya dan juga memaafkanku?” Gita memohonku dengan sangat.
***
Kafe Mamamia. Tidak jauh dari
rumahku. Hanya 15 KM, naik Busway sekali saja. Aku menunggu seseorang yang
telah dijanjikan. Aku benar-benar gugup dan tidak tahu apa yang akan ku
katakan. Aku memesan cappucino dingin, disiang hari panas begini. Aku memeriksa
jam tanganku. Orang yang akan bertemu denganku telat 15 menit.
“aku tidak percaya dia terlambat
begini..” aku mendengus kesal.
Aku kembali meneguk cappucino
dinginku.
“maaf..apa kamu Gita Anggraini?”
aku mendongak ke atas melihat sosok seorang pemuda yang juga seumuran denganku.
“aku Dino” senyumnya sumringah memberi kesejukan tersendiri disiang hari panas
begini.
Aku Jujur Aku Sakit
Bersambung Part III
Tidak ada komentar:
Posting Komentar