“Dia..?” dia siapa yang Nania
bicarakan
“itu
dia..” Nania menunjukkan tangannya kearah seseorang yang wajahnya masih asing
bagiku.
“dia
siapa?” rasa penasaranku benar-benar membuncah dan tiba-tiba hatiku berdegup
kencang. Nania juga, ia mendekap dadanya,seakan-akan jantungnya berdegup
kencang, dan aku melihat wajah Nania bersemu merah. Nania?
“Dia
datang dari kota,aku tadi bertemu dengannya dijalan,aku terjatuh dan ia
membantuku berdiri,tau enggak? Tangannya lembut,putih,tinggi dan aroma tubuhnya
haruuuumm banget..” Nania menghayati setiap penjelasannya,aku belum pernah
melihat Nania yang sebegitu bahagianya.
Yang aku tau , Nania sedang Jatuh Cinta.
Setiap
harinya ia selalu menceritakan pertemuan-pertemuan berikutnya yang tidak
disengaja. Mungkin ada dibeberapa kejadian yang tidak disengaja atau seperti
sebuah kebetulan yang lebih indah dikatakan ‘Takdir’,namun ia ternyata sudah
merancang sebuah pertemuan-pertemuan berikutnya. Orang jatuh cinta, apa yang
dilakukan hal itu terlihat konyol,namun bagiku, aku mengetahui hal lain dari
Nania. Namun semakin kesini, Nani semakin melemah,wajahnya pucat. Dan tak bisa
dipungkiri lagi, ia benar-benar telah menampakkan wajah muramnya,ia bahkan
berkali-kali menghindariku. Dan hingga suatu hari.
“Cintaka...”
“Nania..
kemana saja?..”
“Aku
akan pindah ke kota, Maaf membuatmu khawatir akhir-akhir ini, aku harap kamu
tidak salah paham,”
“sebentar
lagi kita kelas tiga,apa tidak menunggu lulus saja?” aku sedih mendengar
keputusan Nania yang mendadak dan dengan moment kita sudah jarang bicara dan
tiba –tiba saja datang ke markas.Nania kali ini terlihat lebih sehat dan sedkit
ceria,tidak seperti beberapa waktu lalu. Bahkan ia berhenti bercerita tentang
‘Dia’ yang bahkan Nania tidak pernah satu pun mengatakan namanya,entah mungkin
ia menutupinya atau memang Nania tidak mengetahui namanya, dia hanya menyebut
orang yang dia suka dengan sebutan ‘Si Tampan’.
“Tidak,
aku harus pergi sekarang. Cintaka terimakasih sudah jadi sahabatku,” matanya
berkaca-kaca.
Salam
perpisahannya hanya cukup sampai disana. Aku bahkan hanya tertegun, tiba-tiba
kakiku beku,bola yang berada ditanganku terjatuh dan berguling. Aku menjatuhkan
badanku.”bohonh,ini pasti bohong,,ini pasti mimpikan?hah?” kau menepuk pipiku
tidak percaya. “sakit” ini nyata bukan mimpi. Aku bangkit dan berlari di tengah
hutan mengejar Nania yang bayangannya semakin menjauh. Aku terus meneriakki
namanya. Terjatuh,bangkit lagi,sia-sia. Bayangan Nania sudah tidak ada. Aku
bangkit dan berusaha berlari lagi,namun,bruukk..aku ambruk dan terjatuh. Aku
tidak bisa mengejar Nania. Setelah kejadian itu aku dirawat di rumah sakit
selama seminggu,lukaku cukup parah. kembali ke rumah dan bisa kembali merasakan
betapa nyamannya berada dikamar sendiri. Namun aku tekejut melihat sebuah kotak
putih berada di tempat tidurku. Ibu bilang itu dari Nania. Hari dimana aku jatuh
di hutan. Sebelumnya Nania mencariku dirumah,namun ibu mengabarkan aku di
markas dimana biasa kami bermain. Nania menitipkan kotak putih itu untuk
diberikan kepadaku.
“Nania
mau nemu-in Cintaka dulu,tapi terlalu berat kalu harus bawa kotak itu ke markas,jadi
Nania titip saja di rumah”
Begitulah pesan dari Nania.
Aku
tidak pernah membuka apa isi dalam kotak itu. hanya menyentuhnya. Dan
membawanya ke kota. Aku tidak pernah berani membukanya. Melihatnya saja dari
luar sudah membuatku sedih. aku tidak sanggup kalau-kalau aku semakin ingin
bertemu dengannya dan ingin mengetahui apa yang terjadi padanya,apa yang ia
sembunyikan.
“Cintaka
harus mengundangnya? Kenapa?” aku benar-benar terkejut. Kenapa harus
megundangnya makan malam dirumah.
“ini
sebagai rasa terimakasih karena telah menolongmu waktu itu , dan juga Manda mau
mengadakan syukuran kecil-kecilan 4 bulan nya kandungan Manda. Yaa..?”
Aku
tidak jago dalam hal penolakan seperti ini. tapi aneh, jantungku berdegup
kencang.
Saat
berada di kampus, aku berusaha memberanikan diri berbicara dengannya.
Mengucapkan terimakasih dan mengundangnya.
“boleh”
“benarkah?”
“Tante
Syarah juga sudah meng-smsku,”
‘apa?
Jadi Manda sudah memberitahunya? Hem..bagus juga,jadi aku bisa menghemat
energiku’.
“lukamu?..apa
lukamu baik-baik saja?”
“ah?..owh..sudah
baikan kok..Manda..eh Tante syarah juga sudah memberiku obat penghilang bekas
lukanya” ‘kenapa aku bicara begitu’.
“baguslah...”
Jantungku.
Deg. Wajahku memerah.
Acara
syukuran nya berjalan lancar. Aku beristirahat sejenak. Aku pergi ke beranda
dan duduk sambil menyeruput cappucino hangat dan menatap rembulan sempurna
bulatnya bersih tak tersaput awan.
“kamu
disini ternyata” suara itu mengejutkan ku. ‘Si Tampan’ eh Daniel.
“owh..ya...kamu
mau pamit?”
Tanpa
basa basi Daniel sudah duduk dikursi sampingku. Ia mensejajarkan duduknya
denganku. Aku sedikit terkejut. Kekakuan ketika berbicara denganya terus saja
terjadi.
“rembulan
yang indah,bukan” tanyanya padaku.
“mm”
aku mengangguk.
“ada
hal yang ingin kutanyakan,sesuatu yang terus mengangguku.” Ia mendekatkan
wajahnya padaku,saat itu aku langsung menoleh menghadapanya. Aku terkejut dan
refleks menjauh. Sambil memalingkan wajah ke rembulan.
“a..ap.apa?”
"Begini.."
Sayap Yang Hilang
Bersambung Part V
Tidak ada komentar:
Posting Komentar