Jumat, 11 September 2015

Sayap Yang Hilang Part IV

“Dia..?” dia siapa yang Nania bicarakan
                
“itu dia..” Nania menunjukkan tangannya kearah seseorang yang wajahnya masih asing bagiku.
                
“dia siapa?” rasa penasaranku benar-benar membuncah dan tiba-tiba hatiku berdegup kencang. Nania juga, ia mendekap dadanya,seakan-akan jantungnya berdegup kencang, dan aku melihat wajah Nania bersemu merah. Nania?
                
“Dia datang dari kota,aku tadi bertemu dengannya dijalan,aku terjatuh dan ia membantuku berdiri,tau enggak? Tangannya lembut,putih,tinggi dan aroma tubuhnya haruuuumm banget..” Nania menghayati setiap penjelasannya,aku belum pernah melihat Nania yang sebegitu bahagianya.
                
Yang  aku tau , Nania sedang Jatuh Cinta.
                
Setiap harinya ia selalu menceritakan pertemuan-pertemuan berikutnya yang tidak disengaja. Mungkin ada dibeberapa kejadian yang tidak disengaja atau seperti sebuah kebetulan yang lebih indah dikatakan ‘Takdir’,namun ia ternyata sudah merancang sebuah pertemuan-pertemuan berikutnya. Orang jatuh cinta, apa yang dilakukan hal itu terlihat konyol,namun bagiku, aku mengetahui hal lain dari Nania. Namun semakin kesini, Nani semakin melemah,wajahnya pucat. Dan tak bisa dipungkiri lagi, ia benar-benar telah menampakkan wajah muramnya,ia bahkan berkali-kali menghindariku. Dan hingga suatu hari.
                
“Cintaka...”
                
“Nania.. kemana saja?..”
                
“Aku akan pindah ke kota, Maaf membuatmu khawatir akhir-akhir ini, aku harap kamu tidak salah paham,”
                
“sebentar lagi kita kelas tiga,apa tidak menunggu lulus saja?” aku sedih mendengar keputusan Nania yang mendadak dan dengan moment kita sudah jarang bicara dan tiba –tiba saja datang ke markas.Nania kali ini terlihat lebih sehat dan sedkit ceria,tidak seperti beberapa waktu lalu. Bahkan ia berhenti bercerita tentang ‘Dia’ yang bahkan Nania tidak pernah satu pun mengatakan namanya,entah mungkin ia menutupinya atau memang Nania tidak mengetahui namanya, dia hanya menyebut orang yang dia suka dengan sebutan ‘Si Tampan’.
                
“Tidak, aku harus pergi sekarang. Cintaka terimakasih sudah jadi sahabatku,” matanya berkaca-kaca.
                
Salam perpisahannya hanya cukup sampai disana. Aku bahkan hanya tertegun, tiba-tiba kakiku beku,bola yang berada ditanganku terjatuh dan berguling. Aku menjatuhkan badanku.”bohonh,ini pasti bohong,,ini pasti mimpikan?hah?” kau menepuk pipiku tidak percaya. “sakit” ini nyata bukan mimpi. Aku bangkit dan berlari di tengah hutan mengejar Nania yang bayangannya semakin menjauh. Aku terus meneriakki namanya. Terjatuh,bangkit lagi,sia-sia. Bayangan Nania sudah tidak ada. Aku bangkit dan berusaha berlari lagi,namun,bruukk..aku ambruk dan terjatuh. Aku tidak bisa mengejar Nania. Setelah kejadian itu aku dirawat di rumah sakit selama seminggu,lukaku cukup parah. kembali ke rumah dan bisa kembali merasakan betapa nyamannya berada dikamar sendiri. Namun aku tekejut melihat sebuah kotak putih berada di tempat tidurku. Ibu bilang itu dari Nania. Hari dimana aku jatuh di hutan. Sebelumnya Nania mencariku dirumah,namun ibu mengabarkan aku di markas dimana biasa kami bermain. Nania menitipkan kotak putih itu untuk diberikan kepadaku.
               
  “Nania mau nemu-in Cintaka dulu,tapi terlalu berat kalu harus bawa kotak itu ke markas,jadi Nania titip saja di rumah”
Begitulah pesan dari Nania.

                
Aku tidak pernah membuka apa isi dalam kotak itu. hanya menyentuhnya. Dan membawanya ke kota. Aku tidak pernah berani membukanya. Melihatnya saja dari luar sudah membuatku sedih. aku tidak sanggup kalau-kalau aku semakin ingin bertemu dengannya dan ingin mengetahui apa yang terjadi padanya,apa yang ia sembunyikan.

                
“Cintaka harus mengundangnya? Kenapa?” aku benar-benar terkejut. Kenapa harus megundangnya makan malam dirumah.
                
“ini sebagai rasa terimakasih karena telah menolongmu waktu itu , dan juga Manda mau mengadakan syukuran kecil-kecilan 4 bulan nya kandungan Manda. Yaa..?”
               
Aku tidak jago dalam hal penolakan seperti ini. tapi aneh, jantungku berdegup kencang.
                
Saat berada di kampus, aku berusaha memberanikan diri berbicara dengannya. Mengucapkan terimakasih dan mengundangnya.
                
“boleh”
                
“benarkah?”
                
“Tante Syarah juga sudah meng-smsku,”
                
‘apa? Jadi Manda sudah memberitahunya? Hem..bagus juga,jadi aku bisa menghemat energiku’.
                               
“lukamu?..apa lukamu baik-baik saja?”
                
“ah?..owh..sudah baikan kok..Manda..eh Tante syarah juga sudah memberiku obat penghilang bekas lukanya” ‘kenapa aku bicara begitu’.
                
“baguslah...”
                
Jantungku. Deg. Wajahku memerah.
                
Acara syukuran nya berjalan lancar. Aku beristirahat sejenak. Aku pergi ke beranda dan duduk sambil menyeruput cappucino hangat dan menatap rembulan sempurna bulatnya bersih tak tersaput awan.
                
“kamu disini ternyata” suara itu mengejutkan ku. ‘Si Tampan’ eh Daniel.
                
“owh..ya...kamu mau pamit?”
                
Tanpa basa basi Daniel sudah duduk dikursi sampingku. Ia mensejajarkan duduknya denganku. Aku sedikit terkejut. Kekakuan ketika berbicara denganya terus saja terjadi.
               
“rembulan yang indah,bukan” tanyanya padaku.
               
“mm” aku mengangguk.
                
“ada hal yang ingin kutanyakan,sesuatu yang terus mengangguku.” Ia mendekatkan wajahnya padaku,saat itu aku langsung menoleh menghadapanya. Aku terkejut dan refleks menjauh. Sambil memalingkan wajah ke rembulan.
                
“a..ap.apa?”

                
"Begini.."

Sayap Yang Hilang 
Bersambung Part V

Tidak ada komentar:

Posting Komentar