Aku tidak tahu apa yang membuatku
begitu bertekad datang ke kota yang menjadi pesan dari Nania saat terakhir kami
bertemu dan saat ia berpamitan denganku. Dari kejadian itu seakan ia ingin
menyatakan bahwa kita tidak akan jadi sahabat lagi dan kita tidak akan bertemu
lagi,jadi jangan mencariku. Aku tidak mengerti kenapa aku menyimpulkan hal itu.
ada rasa sakit yang menusuk hati seriring dengan air mata yang mengalir dipipi.
Sepulang
dari kerja aku harus buru-buru menyiapkan diri untuk pergi kuliah. Tempat kerja
dan kuliahku tidak jauh dari tempat tinggal. Hanya sekali naik busway saja aku
sudah sampai.
“Manda,Cin
pegi kuliah dulu”
“hati-hatiya..dan
Semangat” Manda mengedipkan matanya dan menunjukkan jempol kanannya.
Aku
tersenyum “Assalamu’alaikum”.
Malam
ini dosen tidak hadir,padahal aku berusaha untuk datang tepat waktu. Aku
sedikit merasa kesal. Suasana kelas menjadi bising,dosen hanya meninggalkan
tugas yang harus dikumpulkan setelaha kelasnya habis.
bruuk.
Pandanganku langsung ke arah sumber suara. Seorang mahasiswa cantik jatuh dan seorang
mahasiswa yang tertunduk dengan wajah yang ditutupi poni rambutnya. Ia tidak
membantu mahasiswa yang jatuh tepat didepannya,ia hanya berlalu pergi
seakan-akan mengatakan ‘menganggu jalanku saja’.
“hey..kamu”
semua orang tertuju padaku. Entah darimana asal kekutanku itu berasal sehingga
aku berani mengatakannya dengan lantang,namun yang kau tahu, aku kesal melihat
seorang lelaki bahkan mengabaikan seseorang yang jatuh didepannya,atau bahkan
mungkin gara-gara dia mahasiswa cantik itu jatuh dan tidak mau mengaku salah.
“kamu....”
namun ketika aku melihat dengan jelas wajah lelaki itu. tampan ,sangat
tampan,bukan,bukan bukan tampannya yang membuatku terpaku,namun,ia adalah
seseorang yang ku kenal dulu,ketika di kampung. Aku tidak bisa melanjutkan
kata-kataku, bibirku kelu dan hanya bisa tertunduk. Aku kembali ke poisi tempat
dudukku. Badanku bergetar, aku tidak bisa melihatnya lagi.
Lelaki
yang melihatku hanya memandang sendu dan tidak mengerti kenapa aku
meneriakkinya. Aku mendengar langkah kakinya keluar dari ruangan.
Aku
merasakan lelah yang teramat sangat malam itu. aku memikirkan kejadian itu. dari
mulai ia keluar ruangan hingga ia tidak terlihat lagi.
“sini,biar
Manda urut badanmu yang lelah itu,Manda akan beri kekuatan penuh Manda” Manda
menjadi sangat khawatir ketika pulang dari tempat kuliah kau tumbang dan
beberapa menit sempat pingsan.
“Manda,Maaf
merepotkan Manda”
“Bagi
Manda ini bukanlah hal yang harus cintka minta maaf,Cintaka,harus sehat dan
kuat, karena besok akan menyongsong hari baru yang lebih cerah.maka itu...maka
itu.cintaka...” aku tertidur.
Nania
dan aku suka bermain basket. Kami bahkan berlomba siapa yang lebih banyak
memasukkan bola ke ring. Bagi yang kalah ia harus menceritakan hal yang lucu
atau sesuatu yang lucu kepada si pemenang,hukuman bisa dianggap berhasil
dijalani,jika si pemenang berhasil tertawa dengan leluconnya. Lapangan basket
yang tak seberapa besarnya menjadi markas kami. Diatas ring ada rumah kayu
dalamnya. Markas kami yang menjadi saksi segala yang tejadi,kegembiraan,semangat
membara ketika berlomba,semuanya. Namun ketik Nania sudah pergi tempat itu
menjadi suram dan kesedihan yang terpancar.
“cintaka..”
“Nania,kamu
kemana aja sih telat,aku dari tadi nungguin..”aku kesal, aku mendribbel bolanya
dengan cepat,dan meng-shoot nya ke ring ‘goal’, “kamu tahu..hari ini aku
su....”
“ayoo,,kesini
cepat” Nania menarik tanganku.
“hey,kita
mau kemana? Kenapa buru-buru?”
“udah..lihat
aja,ayo cepat nanti dia menghilang” jawab Nania semangat.
“dia...?”
Sayap Yang Hilang
Bersambung Part III
Tidak ada komentar:
Posting Komentar