Jumat, 11 September 2015

Sayap Yang Hilang Part III

Kafe tutup karena libur nasional dan kuliahku juga libur. Aku memanfaatkan liburku ini berjalan mengelilingi kota seharian. Manda ingin sekali menemaniku namun ia merasa tidak enak badan, ia terus-terusan mual,dan Panda Yusuf juga sedang berada dirumah. Sebenarnya aku tidak ingin pergi disaat Manda sedang sakit,namun Manda memaksaku pergi,karena ia tidak mau mengorbankan hari liburku dengan merawatnya.
               
  “lagi pula sudah ada Panda,biar Panda saja,kamu nikmati jalanmu sendiri”
               
  “tapi Manda,Cin...”
               
  “Cin,,saat ini beri Manda dan Panda waktu berdua..oke?” Manda mengedipkan matanya.
              
 Aku mengangguk senyum.”mm”
               
  “serahkan semua dengan Panda”

Begitulah dan akhirnya aku sendiri. Tadinya..
                
Sewaktu jalan aku bertemu dengan Miran rekan kerjaku di kafe. Ia juga sedang keliling kota. Aku senang. Namun hal itu tidak bertahan lama,ia bertemu dengan teman lamanya dan ia tidak bisa pergi denganku. Dan kembali sendiri.
                
Aku memandang gedung-gedung yang menjulang tinggi seperti hendak mencakar langit. Tinggi dan besar.

Duuk. “aduuh” aku mengelus kepala yang menabrak sesuatu,bukan,tapi seseorang yang tinggi dan.
                
“kau menghalangi jalanku” suara dingin tatapan sendu.
                
“ka..kamu..” aku tertegun. ‘Dia’
                
“hah..kamu mengenalku?” dia berpikir sejenak “owh..perempuan yang meneriakki ku ketika dikelas,hah,menyebalkan”
                
“bukan hanya itu,kamu..kamu si Tam...” tidaaakk..pandanganku membuyar. Bruukkk.., lagi-lagi aku ditabrak.

                
“aku tidak tahu apa yang menjadi impianku, aku bahkan belum pernah memikirkannya” aku menjelaskan pada Nania,rasanya tidak adil jika hanya Nania yang bercerita banyak tentang impiannya.”tapi aku ,sekarang sudah bisa memikirkannya,itu semua karena Nania sudah memberiku dorongan,jadi..”
                
“jadi....?”
                
“jadi,aku memutuskan untuk melanjutkan usaha Ayah dikampung sebagai sambilan dan kerja tetap dibalai Desa..”
                
“itu bukan impian..Cintaka harus memikirkan hal yang luar biasa..jika hanya itu,itu hanya aktivitas biasa,tidak ada tantangannya”
                
“tapi aku merasa itu adalah hal yang luar biasa..”
                
“enggak..enggak..itu hal yang biasa saja”
                
“kalau begitu..aku tidak akan cerita apapun” aku memanyunkan mulutku.
                
“hahahaha..jangan marah gitu..aku hanya ingin melihat seberapa besar tekad dan alasanmu dengan impianmu itu,melihat dirimu yang pintar dan juga cekatan dalam melakukan semua hal,aku mengira akan ada hal besar dari impianmu..aku salah,tidak seharusnya aku meremahkan impianmu,seharusnya aku bisa lebih baik,seperti cintaka yang menyemangati impianku,walau sudah tahu aku bahkan tidak jago matematika dan ipa,maaf..aku benar-benar minta maaf”
                
“mm..tidak perlu minta maaf,seperti orang asing saja”
                
“duuh,sakit” aku mencubiti pipinya.
                
“hahaha..aduuh..sa..sakit.” ia balas balik.
Setelah perbincangan itu. beberapa hari kemdudian aku melihat wajahnya yang sendu dan murung itu. kami sempat bersitegang, Nania tetap merahasiakan masalahnya,ia tidak mengalami masalah apapun. Dia bilang aku terlalu berlebihan. Masalahnya justru ada padaku. Namun,walau begitu ia tetap membuatku tersenyum riang dengan leluconnya. Melupakan sejenak,sejenak rasa penasaran dengan hal yang Nania sembunyikan.

“nanti,kamu duluan ya ke markas,aku ada urusan sebentar dirumah,”
                
“lama?”
                
“enggak kug”
                
Tiba-tiba ada rasa kekhawatiran muncul diwajahku.


 “hey..wajahmu..jelek..jangan khawatir”
                
“duu..duuh..sakit” ia mencubit pipiku.
                 
Aku mengelus pipiku. Aku termenung.
                
“pipimu masih sakit” Manda mengelus memeriksa pipiku.
                
“mm..sudah mendingan”

                
Aku tidak sadarkan diri setelah ditabrak oleh seseorang dari belakang dan saat itu masih ada ‘Dia’ dihadapanku dengan tatapan yang buatku ingin muntah didepannya,kata-kata yang ketus,dan tatapan dingin dan tajam. Namun,hany itu saja yang aku ingat. Saat sadar tau-tau aku sudah berada di rumah dan dengan pipi yang diperban. Lukanya tidak telalu parah,tergores sedikit dikarenakan kejadian itu. aku libur beberapa hari di kafe dan kuliah. Saat itu,saat itu aku ingin sekali memastikan apakah itu benar ‘Dia’.

Sayap Yang Hilang
Bersambung Part IV

Tidak ada komentar:

Posting Komentar