Rabu, 09 September 2015

Sayap Yang Hilang


Hiruk pikuk kota besar. Jalan raya yang ramai oleh kendaraan. Lalu lintas yang sibuk. Semua kurasakan dihari pertama ku menginjakkan kaki dikota yang belum pernah kukunjungi. Butuh alasan yang kuat bagiku untuk berada dikota. Ibu melarangku karena aku bukan seorang yang bisa melakukan hal sendiri, harus ada seseorang yang mendampingiku. Dan bukan hanya itu, alasanku ke kota yang terdengar sepele oleh anggota keluargaku lainnya. Mencari teman,bukan sahabatku yang sudah lama menghilang,bukan,dia bukan menghilang,ia pergi ke kota yang menurutku sangat dadakan karena ia tidak pernah menceritakan padaku tentang rencana itu jauh-jauh hari. Setelah ia pergi ke kota ia tidak pernah sekalipun menghubungiku, dan aku tidak menemukan jejaknya sama sekali. Pergi jauh dari kampung kelahiranku bukanlah hal yang biasa bagiku, aku seorang yang sangat pendiam dan pemalu. Aku bisa akrab dengan Nania, sahabatku yang pergi ke kota, itu karena Nania lah yang memulai. Ia baik,ceria dan sangat cerewet dan hangat. Ketika ia berbicara seakan-akan bunga-bunga mengelelinginnya. Aku senang mendengar semua ocehannya yang berisik, ocehannya yang penuh dengan tawanya yang lepas. Aku merindukannya, aku merasa kehilangan sebagian dari kehidupanku yang sangat berharga, karena itulah aku bertekad untuk bertemu dengannya, walau begitu aku tidak tahu harus bagaimana, aku bahkan tidak tahu dimana ia tinggal dan dimana ia meneruskan masa depannya, kuliah kah? Atau kerja?, hem, sepertinya ia kuliah, keluarganya yang kaya tentu saja mampu membiayai kuliah Nania, dan ia juga perna mengatakannya padaku, bahwa ia mau jadi dokter, walau ia tertawa lepas sehabis mengatakan impiannya.

“aku bodoh dalam matematikan apalagi ipa, tapi entah kenapa aku ingin sekali jadi dokter,pakai pakaian putih,dan semua-semuanya terlihat keren,hahaha,, mimpi apasih aku..” ocehannya kesekian kalinya.

“kamu bisa.. jika kamu berusaha,dan..” aku menyemangatinya

“dan jikalau pun gagal,setidaknya aku berusaha,ya kan?” ia memotong pembicaraanku,bukan ia hanya melanjutkan teks yang sama setiap Nania mengatakan impiannya.
Kami berdua tertawa lepas. Indah.

“lalu?” ia menghentikan tawanya. Dan menatap serius padaku.

“lalu...?” aku berpikir sejenak.

“lalu..kamu...Cintaka...impian kamu apa?” aku tertegun sejenak. Aku bahkan tidak tahu jawaban apa yang akan ku berikan,bukan,bukan tidak tahu,aku bahkan tidak memikirkan impian aku.
                          
Aku membuka jendela pagi waktu itu. silau cahanya menyapa wajahku. Aku mulai bergegas pergi bekerja. aku tinggal dengan Manda syarah, adik sepupu jauh Ibu. Beliau senang ketika mendengar aku akan mencari peruntunganku dikota. Ia menyambut baik rencanaku. Ia merasa senang karena akan ada teman yang menemaninya dirumah. Ia hanya tinggal berdua dengan suaminya, terkadang suami Manda selalu dinas luar kota,alhasil ia sering sendiri.
                
“Cin,sarapan dulu,”
                
“ya,Manda,Terimakasih”

Aku memilih bekerja sambil kuliah, bukan kerja yang terlalu berat, menjadi kasir disebuah kafe. Kuliahku,aku mendapatkan bea siswa disebuah sekolah tinggi yang menerima mahasiswa dan mahasiswiny kuliah malam,tahu? Tentu saja para mahasiswa dan mahasiswinya kebanyakan adalah seorang pekerja. Aku tidak sendiri. Namun walau begitu,aku belum mendapatkan teman akrab,aku masih saja menutup diri.
                
“belum dapat teman?” Manda tertawa mendengar ceritaku.
                
“Manda..itu bukanlah hal yang mudah,jadi.” Aku memanyunkan mulutku.
                
“ya,ya Manda paham, Manda juga begitu dulunya”
                
“benarkah?” tanya ku penasaran.
                
“ya,tapi sekarang Manda ada cintaka disini, jadi Manda sudah ada teman,hahaha,bahagianya” Manda tertawa lepas dengan bangga.
                
“jadi maksudnya itu...heeumm” aku lesu.
               
Nania. Ia teman terbaik yang pernah kumiliki. Aku belum pernah menemukan sosok unik seperti dirinya,mungkin bahkan tidak tergantikan. Ia selalu ceria bahkan aku bisa mengatakan ia tidak pernah mengalami masalah apapun. Namun biasanya orang-orang bilang karakter seperti dia sangat ahli menyimpan masalah mereka,mereka selalu terlihat ceria agar orang-orang terdekat tidak menanyakan hal aneh tentang masalahnya. Suatu hari aku melihat ada hal yang berbeda dengan dirinya. Ketika ia bersamaku, ia selalu menumpahkan semua ocehannya,bahkan tertawa. Namun saat aku meniggalkan ia sebentar pergi ke toilet dai kejauhan tiba-tiba wajanya berubah 180 derajat. Wajanya sendu,senyumnya tidak ada,ia seperti bukan Nania yang kukenal. Namun bodohnya aku, aku tidak menanyakan apapun padanya. Aku egois, aku ingin dia selalu ceria dan bahagia bersamaku, aku seperti takut kehilangan dirinya yang ceria dan takut melihat wajahnya yang sendu itu.

“Cintaka? Ada apa,kamu agak pendiam” Nania yang menanyakan gelagatku yang aneh.

“hemm..bukan apa-apa” aku berusaha menghindar.

“hei..kamu tu gak bisa bohong dari Miss Nania,hemm” ia membanggakan dirinya.
                
“aku bilang aku tidak apa-apa” aku tertegun.
                
“cintaka..jawabanmu dingin banget, kalau ada masalah apa-apa,jangan ditutupi, cerita dengan sahabatmu ini..aku pas.”
                
“lalu?...” nadaku sedikit tinggi
                
“lalu...?” Nania terdiam sejenak “ya..aku akan berusaha membantumu menyelesaikan masalahnya..”
                
“lalu bagaimana denganmu?” suara ku bergetar.”jika kamu dalam masalah apa kamu juga kan menceritakannya padaku dan berharap aku bisa membantumu..apa kamu juga akan begitu?”
                
“hehe..tentu saja..” Nania tertawa “kenapa jadi tegang begitu sih? Hem?”
                
“kalo begitu..ceritakan masalahmu.. apa yang membuatmu sendu dan kelihatan murung?” aku menatapnya dingin “ceritakan padaku,jika aku sahabatmu?”.

bersambung ...
Sayap Yang Hilang
Part 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar