Minggu, 08 September 2013

TENTANG HADITS JILID II



Menurut T. Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Al-Qur’an yang terpokok.
1)         Ilmu Mawathin An-Nuzul: ilmu ini menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
2)         Ilmu Tawarikh An-Nuzul; ilmu ini menjelaskan masa turunnya ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan turunya sampai akhirnya serta urutan turunanya surah dengan sempurna.
3)         Ilmu Ashad Al-Nuzul; ilmu ini menjelaskan sebab-sebab urunnya ayat.
4)         Ilmu Qira’at; ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan.
5)         Ilmu Tajwid; ilmu ini menerangkan cara membaca al-Quran dengan baik.
6)         Ilmu Gharib Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa arab yang biasa atau tidak trdapat dalam percakapan sehari-hari.
7)         Ilmu I’rab Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan baris kata-kata al-Quran dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
8)         Ilmu Wujuh Wa Al-Nasa’ir; ilmu ini menerangkan kata-kata al-Quran yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
9)         Ilmu Ma’rifat Al-Muhkam Wa Al-Mutasyabih; ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan mutasyabih (samar maknanya, perlu ditakwilkan).
10)     Ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh; ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansyukh (yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.
11)     Imu Bada’i Al-Qur’an ; ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraannya, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.
12)     Ilmu I’jaz Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat al-Quran sehingga dapat membungkamkan para sastrawan Arab.
13)     Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an ; ilmu ini menerangkan persesuaian dan keserasian antara satu ayat dan ayat didepan dan yang dibelakangnya.
14)     Ilmu aqsam Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
15)     Ilmu Amtsal Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan maksud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan oleh Al-Qur’an.
16)     Ilmu Jidal Al-Qur’an; ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Al-Qur’an yang dihadapkan kepada kaum musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari tuhan.
17)     Ilmu Adab Al-Qur’an; ilmu ini memaparkan tata cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an
HADIST
a.       Hadist Qudsiy
Hadist qudsiy ialah hadist yang disampaikan oleh rasullullah saw kepada para sahabat dalam bentuk wahyu,  akan tetapi  wahyu tersebut bukanlah bagian dari ayat Al-Qur’an.
Ciri-ciri hadist qudsiy:
1)    Ada redaksi hadist qala-yaqulu allahu
2)    Ada redaksi fi ma rawa/ yarwihi ‘anillahi fabaraku wata’ala
3)    Redaksi lain yang semakna dengan redaksi diatas, setelah selesai menyebut rawi yang menjadi sumber pertamanya, yakni sahabat. Contoh hadist qudsiy.
“Dari Abi Dzar, dari Nabi saw, Allah swt berfirman :”wahai hamba-hamba-Ku, sungguh Aku mengharamkan kedzaliman pada diri-Ku, (lebih kerena itu) Aku menjadikannya diantara kamu sekalian hal-hal yang diharamkan, maka dari itu janganlah kalian berbuat dzalim” (HR. Muslim).
b.      Hadist Qauli
Hadist qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan atau pun ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan yang berkaitan dengan aqidah, syariah, akhlak, atau lainnya.
c.       Hadist Fi’li
Yang dimaksud dengan fi’li ialah segala yang disandarkan kepada Nabi saw berupa perbuatannya yang sampai kepada kita. Seperti hadist tentang shalat atau haji.
d.      Hadist Taqriri
Hadist taqriri adalah segala yang berupa ketetapan Nabi saw terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Nabi saw membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat baik megenai pelakunya maupun perbuatannya.
e.      Hadist Hammi
Hadist hammi adalah hadist yang berupa keinginan Nabi saw yang belum terealisasikan, seperti halnya keinginan untuk berpuasa 9 Asyura, didalam riwayat Ibnu Abbas, disebutkan;
“Ketika Nabi Saw berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata ,: Ya Rasullullah hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, Nabi  Bersabda, “tahun yang akan datang insya’allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR. Muslim dan Abu Daud).
Nabi Muhammad Saw belum sempat merealisasikan keinginannya, kerena beliau wafat sebelum bulan Asyura. menurut imam Syafi’i dan para pengikutnya, menjalankan hadst ini disunnahkan sebagaimana sunah-sunah lainnya.
f.        Hadist Ahwali
Yang dimaksud hadist ahwali adalah hadist yang berupa hal ihwal Nabi Saw yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya. tentang keadaan fisik Nabi Muhammad Saw dalam beberapa hadist disebutkan bahwa tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. sebagaimana yang dikatakan oleh Al-bara dalam sebuah hadist riwayat bukhari sebagai berikut : “Rasullullah saw adalah manusia yang sebaik-baik rupa dan tubuh, keadaan fisiknya tidak terlalu tinggi dan pendek.” (HR. Bukhari).
3.         Unsur-unsur Hadist
a.       Sanad
Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dijadikan sandaran. sedangkan menurut istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-badru Bin Jama’ah dan Al-thiby menyatakan bahwa sanad adalah berita tentang jalan matan. dan ada juga yang menyatakan silsilah para perawi yang memikulkan hadist dari sumbernya yang pertama.
b.      Matan
Matan menurut bahasa mairtafa’amin al-ardhi (tanah yang ditinggalkan), sedangkan menurut istilah adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad. Ada juga yang menyebutkan bahwa matan adalah lafadz-lafadz yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu. Dari semua pengertian tersebut menunjukan bahwa yang dimaksud dengan matan adalah materi atau lafadz hadist itu sediri.
c.       Rawi
Rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadist.
4.    Fungsi Hadist Terhadap Al-Quran
Dalam kitab suci al-Quran terdapat ayat-ayat yang tidak jelas maksudnya. ayat-ayat yang sepert ini memerlukan penjelasan. Penjelasan diberikan oleh Rasullullah saw, melalui hadist /sunnah-sunnahnya. Oleh kerena itu fungsi hadist terhadap al-Quran ialah lil bayan atau untuk memeberikan penjelasan.
meurut pendapat sy-syafi’i, ada lima macam bayan atau penjelasan yang diberikan oleh hadist kepada al-Quran, yaitu:
a.       Bayan tafshil : penjelasan untuk menjelaskan ayat-ayat mujmal atau ayat-ayat yang sangat ringkas petunjuknya.
b.      Bayan takhshish : penjelasan untuk menentukan suatu dari ayat yang sangat umu sifatnya.
c.       Bayan ta’yin : penjelasan untuk menentukan mana yang sesungguhnya dimaksud dari dua atau tiga erkara yang mungkin dimaksudkan.
d.      Bayan tasyri’ : penjelasan yang bersifat menetapkan suatu hukum yang tidak terdapat dalam al-Quran.
e.      Bayan nasakh : penjelasan untuk menentukan mana yang mengganti dan yang mana yang diganti dari ayat-ayat yang terlihat seperti berlawanan.
5.    Beberapa petunjuk dan ketentuan umum dalam memahami hadist
a.         Memahami hadist sesuai petunjuk Al-Qur’an
b.        Menghimpun hadist-hadist yang  terjalin dalam tema yang sama
c.         Menggabungkan antara hadist-hadist yang tampaknya bertentangan
d.        Memahami hadist dengan mempertimbangkan latar belakangnya, situasi dan kondisinya serta tujuannya ketika di ucapkan
e.        Membedakan antara sarana yang berubah-ubah dan sasaran yang tetap.
f.          Membedakan antara ucapan yang bermakna sebenarnya dan yang bersifat majas (kiasan) dalam memahami hadist.
g.         Memastikan makna dan konotasi kata-kata dalam hadis

A.   KESIMPULAN
Al-Quran dan al-hadist adalah sebagai sumber ajaran agama islam yang telah ditinggalkan oleh rasullullah saw, yang merupakan segala macam cara untuk memecahkan semua permasalahan yang ada sepanjang hidup manusia.
Pengertian alqur’an adalah kallam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Untuk disampaikan kepada seluruh ummt manusia sampai akhir zaman nanti. Selain sebagai sumber ilmu pengetahuan, al-Quran juga sebagai peringatan bagi ummat manusia, juga sebagai pembeda atas Nabi Muhammad terhadap Nabi-Nabi sebelumnya.
Sedangkan Al-hadist adalah segala sesuatuyg mengenai perbuatan maupun perkataan Rasullullah saw dan yang menyangkut hal ihwalnya. Hadis terdiri dari beberapa unsur diantaranya; sanad, matan dan rawi. Adapun kegunaan dari hadist itu sendiri adalah: untuk menjelaskan ayat-ayat al-Quran yang penjelasannya bersifat umum.



TENTANG HADITS




PENGERTIAN HADITS, SUNNAH, KHABAR DAN HASAN

1. Pengertian Hadits
Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain itu, hadits juga berarti qarib, artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).

. KEDUDUKAN HADITS DALAM AL-QURAN

Para ulama sepakat bahwa hadits Nabi adalah sumber hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an, dan umat Islam wajib melaksanakan isinya.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa hadits/sunnah Nabi itu merupakan salah satu sumber hukum islam. Banyak ayat yang mewajibkan umat islam untuk mengikuti Rasulullah SAW dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi menjauhi segala larangannya sebagaimana firman Allah:
 “Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu dirahmati” ( Ali Imron: 132)
Bahkan Allah mengancam orang-orang yang menyalahi Rasul, seperti dalam firman-Nya:
 “Hendaklah berhati-hati mereka yang menyalahi Rasul (tidak menuruti ketetapannya), bahwa mereka akan ditimpa fitnah atau akan ditimpa azab yang pedih” (An-Nuur : 63)
Dari ayat-ayat di atas jelas bahwa orang yang beriman tidak hanya harus berpedoman dan mengikuti ajaran-ajaran Al-Qur’an, tetapi ia juga harus berpedoman dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Dan menjauhi apa yang dilarang olehnya.
Sementara fungsi hadits atau sunnah sebagai sumber hukum islam yang kedua menurut pan dangan ulama ada tiga, yaitu :
Pertama, hadits berfungsi memperkuat AL-Qur’an. Kandungannya sejajar dengan AL-Qur’an dalam hal Mujmal dan Tafshilnya. Dengan kata lain, hadits dalam hal ini hanya mengungkapkan kembali apa yang terdapat didalam Al-Qur’an, tanpa menambah atau menjelaskan apapun.
Kedua, hadits berfungsi menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang digariskan oleh AL-Qur’an, baik dalam bentuk tafshil maupun takhshish. Fungsi yang kedua ini adalah fungsi yang dominan dalam hadits. Sebagai contoh adalah perincian tentang tatacara shalat, zakat, puasa dan haji.
Ketiga, hadits berfungsi menetapkan hukum yang baru yang belum diatur secara eksplisit di dalam Al-Qur’an. Contohnya adalah hadits yang melarang seseorang memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasulullah Saw bersabda yang artinya :
“seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan (dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan istri).”
Ketentuan yang terdapat dalam hadits di atas tidak ada dalam AL-Qur’an. Yang ada dalam AL-Qur’an hanya larangan terhadap suami untuk memadu istrinya dengan saudara perempuan si istri (kakak atau adik perempuannya), sebagai mana disebutkan dalam firman Allah:
 “dan diharamkan bagimu memadu dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang sudah terjadi pada masa lalu.” (Q.S An-Nisa : 23)

MACAM-MACAM HADITS DILIHAT DARI SEGI KUALITAS DAN PENYAMPAIAN

1. Hadits Shahih
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu’allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut : Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Harus bersambung sanadnya. Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil. Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya). Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih). Tidak cacat walaupun tersembunyi.
Syarat-Syarat Hadits Shahih
Untuk bisa dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini:

1. Rawinya bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melakukan perkara mubah yang dapat menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’
2. Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya.
3. Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad yang selamat dari keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari yang memberi hadits.
4. Hadits itu tidak ber’illat (penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits).
5. Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya,
2. Hadits Hasan
Hadits Hasan adalah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.
Sementara itu, hadis hasan artinya hadis baik, yang memenuhi persyaratan, tetapi diriwayatkan oleh seseorang yang tidak terialu sempurna kekuatan hafalannya. Seperti halnya hadis sahih, hadis hasan terdiri atas dua bagian, yaitu hasan lt-zatihi (dengan sendirinya) dan hasan lizatihi (ada keterangan pendukung lain), yang didukung dengan adanya hadis yang tidak terlalu lemah menceritakan hal yang sama.

3. Hadits Dha’if
Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat atau hadis yang tidak memenuhi syarat hadis sahih atau hasan, karena periwayatannya yang terputus atau karena perawinya tidak memenuhi persyaratan, hadis dlaif tidak dapat dijadikan sumber hukum dan ketentuannya tidak boleh diamalkan.
Hadis dlaif ini dapat dilihat atas dua cara, yaitu bersambung atau tidaknya sanad dan tercelanya rawi, hadis dlaif yang dilihat dari bersambung atau tidaknya sanad meliputi hadis mursal, munqati, mudallas, muallaq, dan muallal. Adapun hadis dlaif yang disebabkan oleh tercelanya rawi ialah hadis maudlu. matruk, munkar, mudraj, maqlub, mudtarib, musahhaf, muharraf, mubham, majhul. mastur, syadz, dan mukhtalit
 
PERIODESASI SEJARAH ISLAM

Periodisasi Sejarah Islam dimulai dari pertanyaan tentang kapan awal sejarah Islam ?. Ada dua cara pandang yang berbeda. Pertama, Sejarah Islam dimulai sejak proses penciptaan alam. Kedua, sejarah Islam dimulai sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW. Bagi pendapat pertama, sejarah Islam tidak dimulai sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW, ada dua alasan, pertama, kata Islam tidak hanya dipergunakan sejak Nabi Muhammad sebagai rasul, tetapi sudah ada sejak proses penciptaan alam itu. Kedua, jika sejarah Islam dimulai masa Muhammad, berarti ada missing link antara Adam sampai Isa.
Sementara bagi pendapat kedua, sejarah Islam dimulai sejak awal kenabian Muhammad yang dimulai dari masa pra diutusnya Muhammad dengan Pra Islam/masa Jahiliyyah.
Periodisasi Sejarah Kebudayaan Islam menurut A.Hasymi membaginya menjadi 9 periode.Periode tersebut adalah sebagai berikut:
  • Masa Permulaan Islam (dari lahirnya Islam 17 Ramadhan 12 sebelum hijrah sampai tahun 41 H/6 Agustus 610 sampai 661 M).
  • Masa Umayah ( 41-132 H/661- 750 M)
  • Masa Abbasiyah I ( 132- 232 H/750 – 847 M)
  • Abbasiyah II (232 – 334H/ 847 – 946 M)
  • Abbasiyah III ( 334 – 467 H/ 946 – 1075 M)
  • Abbasiyah IV (467 – 656 H/1075-1261 M)
  • Mugholiyah (656 – 927 H/ 1261- 1520 M)
  • Usmaniyah (927 – 1213 H/ 1520 – 1801 M)
  • Kebangkitan Baru (1213 H/ 1801 M) sampai awal abad XX
Sebagian ahli sejarah membagi periodesasi Sejarah Kebudayaan Islam menjadi :

1. Periode Klasik (650 – 1250) yang meliputi :
  • Masa Kemajuan Islam I (650 – 1000)
  • Masa Disintegrasi (1000 – 1250)
Periode Klasik (650-1258) terbagi menjadi masa Kemajuan Islam I (650-1000) dan Masa Disintegrasi (1000-1250). Masa Kemajuan Islam I merupakan masa perluasan, integrasi dan keemasan Islam, dimulai sejak kelahiran Nabi Muhammad SAW sampai dihanguskannya Baghdad oleh Hulagu Khan. Sehingga masa ini meliputi; masa Nabi Muhammad Saw, Masa Khulafaurrasyidin, Masa Dinasti Umayyah Timur atau Umayah Damaskus, dan masa Dinasti Abbasiyah. Sedangkan masa disintegrasi yang dimaksudkan sebagai masa terjadinya pemisahan beberapa wilayah Abbasiyah dan tidak kuasanya para sultan dibawah tekanan para tentara pengawal.

2. Periode Pertengahan ( 1250 – 1800) yang meliputi :
a. Masa Kemunduran I ( 1250- 1500)
b. Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800) terbagi :
  • Fase Kemajuan (1500-1700)/Masa Kemajuan II
  • Fase Kemunduran (1700-1800)/Fase Kemunduran II
Periode Pertengahan (1258-1800), yaitu masa jatuhnya abbasiyah Baghdad sampai penghujung abad tujuhbelas. Periode ini meliputi Masa Kemunduran I (1250- 1500), yaitu masa Jengis Khan menghancurkan beberapa dinasti Islam kemudian mencapai puncaknya dengan dihancurkannya Baghdad oleh cucunya Hulagu Khan. Masa ini disentralisasi dan disintegrasi dunia Islam meningkat sehingga menghilangkan system khilafah secara formal. Setelah berlangsung hampir dua setengah abad, dunia Islam menemukan kemajuannya dengan munculnya beberapa dinasti yang memberi harapan bagi kemajuan Islam. Masa ini disebut sebagai masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800), yaitu Usmaniyah diTurki, Syafawiyah di Persia dan Mughal di India. Masa ini mengalami dua fase, yaitu Fase Kemajuan (1500-1700) disebut masa Kemajuan II, dan fase Kemunduran (1700-1800) disebut masa Kemunduran II.
Fase Kemajuan yang diraih selama dua abad yaitu munculnya sultan-sultan yang mampu mengangkat harkat dan martabat dinasti. Tapi masa itupun juga mengalami kemunduran karena beberapa hal, 1. Tidak kredibelnya para sultan, 2. Serangan dari dinasti Islam lain, 3. Serangan agama lain seperti Hindu terhadap Mughal di India, dan 4. Serangan dari bangsa lain.

3. Periode Modern (1800 M)
Periode Modern (1800 M) disebut sebagai masa Kebangkitan Islam. Masa tersebut sebagai akibat dari terbukanya mata dunia Islam atas kemunduran dan ketertinggalan Islam dari Dunia Barat. Para penguasa muslim mencari cara untuk memunculkan balance of power dalam rangka mengangkat harga diri umat yang hilang. Maka dari itu muncullah gerakan melawan penjajahan dan pemikiran-pemikiran untuk kemajuan Umat Islam.