"Kalian bicarakan tentang apa? apa itu? cerita dung? cerita,cerita" Kakak sudah memburuku ketika bang Afkar baru saja pergi.
"Cuman hal biasa"
"Hal biasa apa? kayaknya tadi si babang nya senyum-senyum gitu" kakak terus membuntutiku hingga ke lantai atas dengan segala rasa penasarannya.
"Cuman hal biasa kak, gak ada yang spesial dan" aku terdiam dan memandang lekat-lekat wajah kakak "tidak seperti yang kakak bayangkan"
"Ohoo.... masa sih?" suara dan tatapan matanya yang jahil mengarah padaku. "Jangan pelit lho-"
"kakak" aku menambil nafas panjang, "Abang itu minta tolong untuk dibuatkan poster festival di universitasnya, cuman itu aja gak lebih" tegasku.
"trus,trus kenapa dia senyum-senyum ke kamu?"
Aku sempat malu juga karena rasanya aku bisa-bisa kena diabetes karena senyumnya itu.
"Karena beliau bilang terimakasih dan senang aku bisa membantu, hanya itu"
"Owwh...jadi gitu, ya sudah semangat ya, Kakakmu ini kan selalu mendukungmu,"
Kakak berbalik dan mengedipkan matanya sebelum hilang dari pintu kamarku. Mungkin apa yang diharapkan kakak juga ada pada diriku, tapi aku berusaha untuk menutupinya. aku kira hal spesial apa yang akan dikatakannya, tapi... Astaghfirullah. aku menggeleng-gelengkan kepalaku berusaha untuk menghilangkan pikiran itu dan menepuk-nepuk kepalaku. Bukankah hal ini sudah spesial, bisa membantunya?.
**
Kakak selalu menjadi orang yang sangat menyebalkan dan menyenangkan untukku. Hidupku terasa berwarna dengan kehadirannya, ia selalu menghiburku ketika aku kehilangan harapan untuk bertahan hidup. Aku jarang melihat tangisnya ataupun wajah murungnya, dia selalu berusaha ceria dan riang, beda dengannku yang gampang cemberut dan pemurung.
Dibalik dari keceriaan dan periangnya, kakak seorang yang berjiwa tangguh. Sebagai anak sulung kakak berusaha untuk mengayomi adik-adiknya, tidak lupa menegur adiknya yang salah dan menasehati adiknya dikala gundah gulana. Apalagi dengan adik laki-laki kami, kakak lebih jahil lagi, kadang mengambil buku yang sedang asyik dibaca adikku dan menyuruhnya makan. Kadang mengangguku sedang asyik menggambar jika sudah melewatkan jam makanku dan cemilan yang harus ku minum.
ada cara khas tersendiri yang kakak lakukan untuk mengingatkan adik-adiknya yang lupa akan jadwal sendiri-sendiri. Padahal kakak begitu banyak kesibukan sebagai seorang arsiterktur. Walau dengan profesinya yang sekarang ia tak pernah merasa dirinya sudah menjadi orang besar. Ia tetap menjadi kakak yang jahil dan penyayang.
Orang yang selalu tahu apa yang kurasakan adalah ia. Kakak bahkan berani mengatakan bahwa aku benar-benar menyukai bang Afkar, walau aku sendiri tidak yakin apa yang kurasakan. aku berusaha bersikap biasa, tidak berusaha untuk menghilangkan atau berusaha memaksakan agar terlihat jelas didepan matanya.
"Jadi, ceritanya cinta dalam diam nih?" Celetuknya suatu hari.
"Bukan, ah"
"Dek, kamu tu harus jujur sama diri sendiri, suka ya suka, gak suka ya gak suka, jangan di campur aduk nanti kamu sendiri yang akan terjebak dengan perasaanmu sendiri, jika kamu suka kamu bisa tegas langkah apa yang kamu lakukan, menjauh jika memang tidak baik, atau mendekat dan menyampaikannya dengan baik-"
"Lalu jika aku memang suka, dan mengatakan padanya, apa yang akan berubah? apa yang akan terjadi?" Kataku getir.
"Jika kamu beneran suka, dan dia juga merasakan hal yang sama, maka tidak ada obat yang ampuh menyelematkan kalian selain men-"
"Kak, aku belum siap akan hal itu, kakak tau kan bagaiman kondisiku?" Aku memandang wajah kakak lama-lamat dengan mata yang sudah terasa basah "Aku tidak ingin menambah beban bagi orang lain"
"Jadi, kamu menganggap dirimu beban dek?"
Aku hanya menunduk. Percakapan seperti itu sering terjadi. Aku beban, kataku. Kamu bukan beban, kata kakakku. Jika sudah sampai disana maka percakapan sebaiknya dihentikan.
***
"Kakak akan terus menganggumu" kakak baru pulang dari kerjanya sambil mengantarkan segelas susu coklat, air mineral dan cemilan wajib untukku, dan langsung merebahkan dirinya diatas kasur empuk.
"Terserah" aku masih sibuk dengan posterku. Pengerjaannya diperkirakan akan selesai dalam seminggu.
"Sebentar lagi jadwal dia belanja"
"Tidak ada yang bisa menjamin" kataku dingin sambil terus sibuk.
"Mungkin saja kali ini dia mengajakmu bicara, bicara hal yang se-"
"Kakaaaaaaaakkk......" teriakku memecah ruangan. hingga buru-burung yang bertengger di ranting pohon terbang serta daun-daung pun jatuh berguguran.
"Syanass.... bantu ibu, jangan ganggu adikmu terus" Teriak ibu.
"Iya buuukk." Kakak pun segera berganti pakaian dan tak pula mencubit pipiku. "Duh pipinya panas..hahaaha"
Aku memandang sebal dirinya hingga hilang di pintu kamar.
Kenapa dia tak henti mengangguku, di menyebalkan dan juga me-me-me- aaaarrrggghhh... warnanya salaaaaahhh...
*Bersambung
Ep.4