Sabtu, 25 Februari 2017

My Story About You : Episode 3 ( Si Menyebalkan X Menyenangkan )

"Kalian bicarakan tentang apa? apa itu? cerita dung? cerita,cerita" Kakak sudah memburuku ketika bang Afkar baru saja pergi.

"Cuman hal biasa" 

"Hal biasa apa? kayaknya tadi si babang nya senyum-senyum gitu" kakak terus membuntutiku hingga ke lantai atas dengan segala rasa penasarannya.

"Cuman hal biasa kak, gak ada yang spesial dan" aku terdiam dan memandang lekat-lekat wajah kakak "tidak seperti yang kakak bayangkan"

"Ohoo.... masa sih?" suara dan tatapan matanya yang jahil mengarah padaku. "Jangan pelit lho-"

"kakak" aku menambil nafas panjang, "Abang itu minta tolong untuk dibuatkan poster festival di universitasnya, cuman itu aja gak lebih" tegasku.

"trus,trus kenapa dia senyum-senyum ke kamu?"

Aku sempat malu juga karena rasanya aku bisa-bisa kena diabetes karena senyumnya itu.

"Karena beliau bilang terimakasih dan senang aku bisa membantu, hanya itu" 

"Owwh...jadi gitu, ya sudah semangat ya, Kakakmu ini kan selalu mendukungmu," 

Kakak berbalik dan mengedipkan matanya sebelum hilang dari pintu kamarku. Mungkin apa yang diharapkan kakak juga ada pada diriku, tapi aku berusaha untuk menutupinya. aku kira hal spesial apa yang akan dikatakannya, tapi... Astaghfirullah. aku menggeleng-gelengkan kepalaku berusaha untuk menghilangkan pikiran itu dan menepuk-nepuk kepalaku. Bukankah hal ini sudah spesial, bisa membantunya?.

**

Kakak selalu menjadi orang yang sangat menyebalkan dan menyenangkan untukku. Hidupku terasa berwarna dengan kehadirannya, ia selalu menghiburku ketika aku kehilangan harapan untuk bertahan hidup. Aku jarang melihat tangisnya ataupun wajah murungnya, dia selalu berusaha ceria dan riang, beda dengannku yang gampang cemberut dan pemurung. 

Dibalik dari keceriaan dan periangnya, kakak seorang yang berjiwa tangguh. Sebagai anak sulung kakak berusaha untuk mengayomi adik-adiknya, tidak lupa menegur adiknya yang salah dan menasehati adiknya dikala gundah gulana. Apalagi dengan adik laki-laki kami, kakak lebih jahil lagi, kadang mengambil buku yang sedang asyik dibaca adikku dan menyuruhnya makan. Kadang mengangguku sedang asyik menggambar jika sudah melewatkan jam makanku dan cemilan yang harus ku minum.

ada cara khas tersendiri yang kakak lakukan untuk mengingatkan adik-adiknya yang lupa akan jadwal sendiri-sendiri. Padahal kakak begitu banyak kesibukan sebagai seorang arsiterktur. Walau dengan profesinya yang sekarang ia tak pernah merasa dirinya sudah menjadi orang besar. Ia tetap menjadi kakak yang jahil dan penyayang.

Orang yang selalu tahu apa yang kurasakan adalah ia. Kakak bahkan berani mengatakan bahwa aku benar-benar menyukai bang Afkar, walau aku sendiri tidak yakin apa yang kurasakan. aku berusaha bersikap biasa, tidak berusaha untuk menghilangkan atau berusaha memaksakan agar terlihat jelas didepan matanya.

"Jadi, ceritanya cinta dalam diam nih?" Celetuknya suatu hari.

"Bukan, ah"

"Dek, kamu tu harus jujur sama diri sendiri, suka ya suka, gak suka ya gak suka, jangan di campur aduk nanti kamu sendiri yang akan terjebak dengan perasaanmu sendiri, jika kamu suka kamu bisa tegas langkah apa yang kamu lakukan, menjauh jika memang tidak baik, atau mendekat dan menyampaikannya dengan baik-"

"Lalu jika aku memang suka, dan mengatakan padanya, apa yang akan berubah? apa yang akan terjadi?" Kataku getir.

"Jika kamu beneran suka, dan dia juga merasakan hal yang sama, maka tidak ada obat yang ampuh menyelematkan kalian selain men-"

"Kak, aku belum siap akan hal itu, kakak tau kan bagaiman kondisiku?" Aku memandang wajah kakak lama-lamat dengan mata yang sudah terasa basah "Aku tidak ingin menambah beban bagi orang lain"

"Jadi, kamu menganggap dirimu beban dek?"

Aku hanya menunduk. Percakapan seperti itu sering terjadi. Aku beban, kataku. Kamu bukan beban, kata kakakku. Jika sudah sampai disana maka percakapan sebaiknya dihentikan.

***

"Kakak akan terus menganggumu" kakak baru pulang dari kerjanya sambil mengantarkan segelas susu coklat, air mineral dan cemilan wajib untukku, dan langsung merebahkan dirinya diatas kasur empuk.

"Terserah" aku masih sibuk dengan posterku. Pengerjaannya diperkirakan akan selesai dalam seminggu.

"Sebentar lagi jadwal dia belanja"

"Tidak ada yang bisa menjamin" kataku dingin sambil terus sibuk.

"Mungkin saja kali ini dia mengajakmu bicara, bicara hal yang se-"

"Kakaaaaaaaakkk......" teriakku memecah ruangan. hingga buru-burung yang bertengger di ranting pohon terbang serta daun-daung pun jatuh berguguran.

"Syanass.... bantu ibu, jangan ganggu adikmu terus" Teriak ibu.

"Iya buuukk." Kakak pun segera berganti pakaian dan tak pula mencubit pipiku. "Duh pipinya panas..hahaaha"

Aku memandang sebal dirinya hingga hilang di pintu kamar.

Kenapa dia tak henti mengangguku, di menyebalkan dan juga me-me-me- aaaarrrggghhh... warnanya salaaaaahhh...

*Bersambung
Ep.4



Jumat, 24 Februari 2017

My Story About You : Episode 2 ( Pemilik Senyum manis)

Bukan hanya aku saja yang menyukai senyum manisnya.
Namun hampir semua orang yang berbicara padanya. Semua merasakan kenyamanan saat bercakap-cakap atau sekedar basa-basi dengannya. Ia bahkan mampu mencairkan suasana hati adikku yang berwatak cuek dan dingin, aku saja yang sebagai kakaknya masih rada canggung bicara dengannya.

Dia tidak terlalu tinggi, tapi ia lebih tinggi dariku-hanya sebahunya. Perawakannya yang sedikit kurus serta kulitnya yang kuning langsat serta rambut yang tebal-lebih manis jika sedikit gondrong, membuat aku semakin tidak mampu melihatnya walau hanya sekilas. Dia seperti malaikat yang cahayanya menyilaukan.

Ia tinggal tepat disamping rumah kami. Rumahnya lumayan besar untuk ditinggali hanya seorang diri. Dulu rumahnya ramai ada Papa, Mama serta adik perempuannya yang lucu, namun mereka hijrah ke kampung. Bang Afkar tidak ikut, ia lebih memilih meneruskan kuliahnya di kota. Jadilah ia sendiri disana. Walau tinggal sendiri, rumahnya terjaga. lihat saja dari kebunnya yang sangat rajin ia bersihkan dan tertata indah. Aku sudah menduga tentu bersih rapi yang ada didalam rumahnya. Maafkan aku yang terus menduga ini.

Pemilik senyum manis itu adalah Afkar, seorang pemuda manis nan baik hatinya. Mungkin aku masih malu mengakuinya karena itu kakak selalu menjahiliku. Jika Bang Afkar datang ke warung makan kami, kakak sudah mengeluarkan kata-kata jahilnya atau sengaja memanggilku keras-keras agar si pemilik senyum manis itu merasa, tapi apa hubungannya coba?.

"Milaaa...Syarmilaaaa.. jangan bengong diatas aja, cepetan bantuin kakak" aku yang berlari menuruni anak tangga tiba-tiba terhenti, teriakan yang khas itu aku kenal. aku berusaha mengatur nafas.

"Yaa..sebentar" teriakku membalas.

Sudah kuduga ada dia disana. Aku berusaha mengatur sikap, tapi wajahku semakin memerah. Aku belum sanggup untuk bertemu. Kenapa selalu begini Ya Allah.

"Syarmila" 

"Eh ya?" aku masih sibuk dengan berbagai fikiran, dan cara menenangkan gugupku dan lihat siapa yang sedang dihadapanku sekarang.

"Abang boleh minta waktunya sebentar? ada yang ingin abang katakan" 

"Bo-boleh" Eehh... kenapa? kenapa?

Aku tidak menyangka Bang afkar ingin bicara denganku. Apa ya kira-kira yang ingin dia katakan.

*Bersambung
Episode 3

Minggu, 05 Februari 2017

Janji di Langit Senja Part VI (END)

Janji di Langit senja

By: IsyaRayLe

Support Puisi by: Lara Aprilia wina


=Prolog by Nia=.
Aku akan menceritakan apa yang telah terjadi pada diriku selepas menyelesaikan study-ku di Turki.
Hari itu aku merasakan kebahagiaan yang luar biasa, bisa kembali ke Tanah air setelah hampir dua tahun lebih menimba ilmu di negeri yang jauh. Namun kebahagiaanku harus terhenti sejenak. Ibu mengatakan hal yang membuat jantungku sempat terhenti. Ibu bilang bahwa ia mendengar kabar beberapa waktu yang lalu Salim koma. Aku langsung menghubungi nomor Salim yang sering ku abaikan, walau memang sesekali ku angkat ia tidak bersuara sedikitpun di telpon. Namun sayang, nomornya tidak aktif.
Ibu menyarankanku untuk bertemu Guntur yang berkemungkinan punya kontak Salim.
Guntur tidak tahu kemana harus menghubungi kecuali dengan ajudannya yang waktu 2 tahun lalu menemani Salim ke desa. Akupun menghubungi nomor tesebut dan tersambung. Dalam percakapan via telpon dengan ajudannya ia mengatakan bahwa ia akan memberi tahu kondisi atasannya jika aku sudah di Jepang. Mereka pun bersedia membiayai seluruh keperluanku ke Jepang. Aku pergi dalam perjalanan yang penuh kekhawatiran. Kabar Salim koma dan sekarang mereka masih merahasiakan kondisi Salim. Sudah berapa lama Salim koma dan apa karena itu ia tidak pernah menghubungiku walau dengan telpon isengnya? Dan apakah ia akan memenuhi janjinya, bahkan untuk mengingat perkataannya kala itu membuat air mataku jatuh. Tiba-tiba perasaan takut akan kehilangan dirinya muncul menggerogoti hatiku, seakan tidak mau tenang barang sedetikpun.
Sesampai di Jepang, aku dibawa entah kemana, tempat itu tidak ku ketahui dengan jelas, ketika aku pun bertanya dengan supir yang membawaku dia hanya menjawab ke tempat Tuan Salim berada, setelah itu aku masih sibuk dengan pikiran yang berkecamuk, sedang dibawa kemana aku? Dimana Salim berada sekarang? Bagaimana keadaannya sekarang.
Ketika mobil berhenti aku tidak tidak bisa mengetahui dimana aku berada. Disana ada banyak pohon sakura yang bermekaran. Sedetik aku merasakan bahagia bisa melihat pemandangan yang langka namun sedetik itu juga pikiranku kembali pada Salim.
“Dimana saya? Salim dimana? Sepertinya ini bukan dirumah sakit. ayolah, kalian sudah bungkam dari awal perjalanan hingga saat ini, ini benar-benar menyiksaku, menerka-nerka keaadan Tuan kalian membuatku semakin lemah” keluhku pada mereka.
“Maafkan kami nona, kami tidak bermaksud untuk menyiksa nona. Mohon Nona menunggu lagi” Jawab salah seorang yang lelaki yang sudah paruh baya sambil memberiku sebuah amplp putih”ini untuk Nona, sebaiknya dibaca terlebih dahulu, maka setelah itu saya janji akan membawa Nona ke tempat Tuan Salim” Untuk kalimat terakhir lelaki yang mengaku pelayan Salim itu telihat sangat sedih, membuatku semakin tak karuan.
Ku buka amplopnya perlahan, ada dua lembat surat didalamnya.
Begini bunyi suratnya.
Dear Neighbor Nia,
Ketika kamu membaca surat ini mungkin aku sudah tidak ada didunia yang sama denganmu.
Aku bersyukur bisa mengenalmu dan memiliki seseorang yang begitu berharga dalam hidupku.
Setelah kejadian di langit senja waktu itu 5 tahun yang lalu, aku merasakan sedih yang teramat sangat,
Aku bahkan tidak berani untuk mengucapkan salam perpisahan terakhir kalinya padamu.
Maafkan aku, yang sudah membuat kelabu senjamu.
Dan setelah pertemuan trakhir itu aku ingin bertemu kembali denganmu, namun aku selalu menahannya, aku tidak ingin merusak
Harimu dengan kehadiranku, tapi rasa rindu terkadang memaksaku untuk menghubungimu
Hingga jadilah sebuah telpon tak bersuara yang terus kulakukan hingga sampai ke negeri sana
Janji yang kusampaikan kala langit senja waktu itu untuk melamarmu tidak bisa kuwujudkan
Maafkan aku.
Aku memang laki-laki yang selalu menyakitimu dengan kata-kata anehnya.
Tapi.
Aku ingin kamu tahu, dari dulu masih menjadi teman pulangmu, tetanggamu, dan sahabatmu ketahuilah
Aku Selalu menyayangimu, Doaku dari lubuk hatiku semoga selalu tersampaikan pada Penguasa Langit
Dan Bumi untukmu.
Aku mencintaimu.
Lembaran pertama dari surat itu sudah membuat banjir air mataku, tak bisa kubendung lagi rasanya ingin ku pecahkan rasa sesak didada tanpa terasa suara tangisku begitu nyaring terdengar, seperti anak kecil yang merengek pada orang tuanya.
Rasa raguku untuk membaca lembaran keduanya muncul. Apalagi yang akan ia tulis, lembaran pertama saja sudah membuatku histeris, tulangku rasanya lemah. Namun ku kuatkan diriku, aku harus menyelesaikan urusan yang panjang dan menyedihkan ini.
Langit Senja waktu itu
Ku temukan berjuta keemasan berkilauan diwajahmu
Senyum yang terkembang mengalahkan indahnya bunga
Kala langit senja waktu itu
Selalu kutemukan suara nyaring berpuisi
Senandungnya menceritakan keindahan
Bagai pujangga bersyairkan cinta
Kaki yang menempuh jalanan senja
Berat rasa pergi
Namun bintang tak mau terlambat
Keindahannya bahkan tak kalah hebat
Menyukai keduanya adalah kesyukuran
Senja dan bintang
Manakah yang kamu suka wahai bunga
Jika langit senja waktu itu
Masih ku temukan wajah keemasan itu
Maka aku ingin selalu memandangya
Hingga sisa umurku.*

Membisu dalam gamang hati
Bicaraku kini pada sunyi
Membisu pagi pada malam yang punya mimpi
Kau perempuan dengan anggun bergamang hati
Kau hadang dalam tawaran harapan
Aku gamang kini setelah kau ajak ke taman rasa
Salahkah jika aku berkata diam dalam kejujuran hati
Sebab rinduku tak pernah berkata rapuh
Kini tawar hambar kian pudar
Gamang jangan ikuti diriku
Berlalu lah seperti kayuhan sampan
Sampai diammu menjadi janji temu.**
Puisi yang ia tulis membuat hangat hatiku dan tangisku perlahan reda. Ia ternyata menyukai puisi. Selama ini aku mengira ia selalu meledek puisiku karena tidak menyukai puisi, ternyata aku salah.
Aku menghapus air mataku yang membasahi pipi. Ku Tarik nafas perlahan. Aku ingin berusaha tenang untuk mengetahui penjelasan yang penting.
“Saya sudah berjanji akan memberitahu dimana Tuan Salim berada-“
“Apa dia sudah tiada” aku memotong pembicaraan lelaki paruh baya itu. aku menatapnya dan ia hanya diam saja.
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku diam seribu bahasa, tanpa ragu aku terus saja mengikuti pelayan itu. ia menghentikan langkahnya dan terlihatlah oleh ku beberapa gundukan tanah.
“Ini adalah makamnya Tuan Salim berserta dengan leluhurnya” Kata pelayan itu lirih.
“Ap-apa yang terjadi padanya?”
“Setelah terakhir bertemu dengan nona Tuan salim menjalani operasi besar karena penyakit yang dideritanya empat tahun belakangan ini, sehari sebelum operasi beliau menitipkan sesuatu untuk nona jika ia tidak selamat dalam operasi”
“Apa sesuatu itu surat tadi?”
“itu salah satunya”
“Lalu apa yang terjadi setelah operasi”
“Operasi beliau berhasil, dan Tuan kembali beraktivitas setelah sebulan dirawat. Ia melanjutkan bisnis Kakenya di Jepang ini dan Tuan mengalami sukses besar. Namun, hal itu tidak bertahan lama, setahun yang lalu Tuan jatuh pingsan dan dilarikan ke rumah sakit dan mengalami koma selama enam bulan dan pergi untuk selamanya”
Air mataku seketika jatuh waktu mendengar tiga kata terakhir dari kalimat pelayan paruh baya itu. aku melangkah mendekati ke makamnya Salim dan membacakan doa untuknya. Tanpa terasa air mataku jatuh membasahi tanahnya.


Salim
Setelah pertemuan terakhir denganmu kala langit senja waktu itu, kamu pun tak kunjung datang untuk mewujudkannya, padahal aku selalu menunggumu dipertemuan langit senja kita berikutnya.

THE END

Epilog.
Salim ternyata selain menitipkan dua lembar surat juga memberikan sebuh kotak yang berisikan memorinya bersama dengan Nia waktu masih sekolah dulu serta terselib sebuah lukisan senja yang indah serta gambar seorang gadis berjilbab yang tengah tersenyum memandang langit senja.
Nia kembali membuka diarynya dan menemukan selebaran kertas yang terselip dibuku tersebut. Tulisan itu ia tulis sebelum berangkat study.
Janji di langit senja,
Si neighbor mengucapkan kalimat yang tak ku duga, sudah lima tahun tidak bertemu dengnnya dan ia mengucapkan janji ingin melamarku, walau ku anggap hal itu hanya sebuah candaan atau godaan yang ia lakukan selama lima tahun tidak bertemu namun tetap saja hal itu mengangguku, apa maksudnya dia berencana melamarku? Kenapa harus setelah ini? Kemana ia akan pergi? Ke tempat yang jauh? Dimana itu? banyak pertanyaan yang berkecamuk dipikiranku hingga bungkam mulutku tak tahu mana yang harus keluar.
Hal itu membuatku ingin kembali berpuisi, jika bersama Salim entah mengapa aku selalu ingin berpuisi, walau dia sering meledekku dengan mengatakan ‘puisi aneh’. Jika suatu saat kami bertemu lagi sesuai dengan janjinya maka aku akan menunjukkan padanya puisi yang kutulis untuknya, khusus untuknya.
Senja dibalik purnama
Di dermaga hati
Sepandan kian menanti
Pada dikau senja dibatas purnama
Bisu membisu merangkai hati
Dalam kata doa
Langit mendengar
Mengayuh setiap alif,lam,nun
Menjadi sebuah bait
Permintaan ku hanya padaNYA
Senja kini jemariku mencatat kisah dalam halaman pertama
Ada rindu yang bermuara
Ada purnama bergegas membuang keluh
Padamu purnama senja
Menanti dermaga hati sepi
Bicaralah purnama pada dendang waktu
Menunggu dalam pelabuhan fregman waktu senja**
Semoga ini menjadi puisi terindah ku untukmu.
*****
Catatan kaki:
*Puisi oleh IsyaRayLe
**Puisi oleh Lara Aprilia Wina
Jazakillah Khairan Buat pembaca IsyaRayLe tetap dukung dan doakan semoga lebih produktif lagi.

Janji di Langit Senja Part V

Janji di Langit senja

By: IsyaRayLe

Support Puisi by: Lara Aprilia wina

Walau sudah berlalu lama, namun ingatan akan kejadian yang membuat dirinya dan Salim sudah mulai jarang berbicara masih berbekas dihatinya.
Menatap birunya langit dan awan-awan putih yang berarak, nia sesekali mengingat kejadian yang tak biasa itu, semenjak siswi yang bernama Sarah itu marah padanya, hubungan Salim dan dirinya renggang tanpa disengaja, mengalir begitu saja bahkan Sarah sepertinya dengan mudah melupakan tentang dirinya yang membuat ulah hingga Nia masih merasakan sakit di pergelangannya waktu itu, ia justru berpacaran dengan orang lain, hal itu tidak begitu diacuhkan Nia namun mengingat apa yang sudah dilakukannya membuat si gadis bertubuh mungil itu kesal.
Selama rentang waktu yang cukup lama mereka jarang berbicara, Salim tiba-tiba mengajak Nia bertemu setelah hari terakhir ujian Nasional.
“Selama ini kita sibuk dengan belajar, dan jadwal kita yang beda karena beda kelas membuat kita jarang main lagi, kali ini harus datang ya, jangan lupa” Kata Salim sambil berlari meninggalkan Nia yang baru akan menuju parkiran sepeda. Nia yang tidak sempat menjawab hanya mengangguk.
“Kamu suka langit senja kan?” Tanya Salim ketika mereka sudah bertemu di jembatan desa mereka. Disana cukup ramai karena para turis yang datang ke desa mereka sering mengambil gambar matahari terbenam.
“Kamu kan sudah tahu lama neighbor, kenapa tiba-tiba tanya hal itu?”
“Bukan apa-apa” jawab Salim sambil memandang takjub pesona senja itu.
“Kala langit berubah warna maka begitulah hati, terkadang ia hangat seperti mentari pagi, terkadang panasa menyengat seperti terik matahari siang, terkadang lembut seperti langit biru dengan awan putihnya, hingga berwarna jingga di sore hari dan gelap dengan bintang gemintang di malam hari, tapi ada hal satu yang tidak berubah….”
Salim memandang Nia menunggu kelanjutannya.
“Langit, walau ia berubah warna ia tetaplah langit”
Salim tertawa lepas dan ia tidak memperdulikan wajah Nia yang memandang sebal karena ditertawakan.
“Sudah puas?”
“Nia..nia.. pfftt..hahaha”
“Kamu bisa memberitahuku jika sudah selesai” ketus Nia.
“Maaf,maaf aku tidak bisa menahannya” Salim mulai membernarkan posisi berdirinya dan berubah ekspresi sedikit lebih serius “Maafkan aku , bukan maksudku menertawakanmu, hanya saja aku tidak bisa menahan rasa gembiraku” Nia mengeritkan dahi tidak mengerti.
“Sebenarnya ada hal ingin kukatakan”
“Apa?”
“Kamu tahu tentang Hubungan Ibuku dan keluarga mendiang Ayah?” Nia mengangguk “Tiba-tiba saja kakek datang dan meminta aku dan ibuku untuk tinggal dirumahnya. Awalnya aku menolak, tapi kakek bersikukuh memintaku untuk tinggal dirumahnya, aku pun berusaha mempertimbangkannya,hingga berpikir bahwa aku tidak tahan melihat ibu yang terus-menerus bekerja untuk menyekolahkanku, untuk bisa sampai lulus dari SMA saja aku sudah bersyukur, tak terpikir untuk kuliah aku ingin langsung bekerja menghasilkan uang dan bisa membahagiakan ibu”
“Tapi kakek mengatakan hal yang tak terpikirkan sebelumnya, dan aku sudah memutuskan untuk menerima tawaran untuk tinggal bersamanya dengan membawa ibu”
“Apa kamu akan pergi jauh?”
“Ya, kakek mengajakku ke Jepang, ia sudah menerimaku sebgai cucunya dan berjanji akan membiayai kuliahku, tentu ada syaratnya”
“Apa syaratnya?”
“Rahasia”
Nia terlihat kecewa atas jawaban Salim, tapi ia tidak memaksa Salim , sudah mau cerita dengannya saja sudah senang.
“Pasti kamu akan rindu dengan desa dan semuanya, ya kan?”
“Tentu saja” Senyum Salim terkembang “Oh ya, Ada hal lain yang ingin ku katakan dan itu tujuanku untuk bertemu denganmu disini”
“Apa? Masih ada hal lain?”
“Sebentar” Salim memandang jam tangannya dan memandang langit “Kita bicarakan disana” mereka pun berlari ke arah langit yang lebih banyak warna jingganya.
“Nia, dengarkan aku baik-baik, mungkin aku tidak akan mengulanginya dan mungkin kita akan sangat jarang bertemu karena besok adalah hari keberangkatanku-“
“Kamu berangkat besok? Mendadak sekali?”
“Dengarkan dulu, aku belum selesai bicara” Salim mengambil nafas panjang “Nia, Aku menyukaimu”
Nia hanya terdiam, ia menutup kedua mulutnya, tak pernah terpikir sekalipun pun Salim si neighbor mengatakan pengakuan dibawah langit senja.
“Aku sudah lama menyimpannya, dan sebelum aku menyesal tidak pernah mengatakannya, aku ingin menyatakannya untuk pertama kalinya atau mungkin terkahir kalinya karena setelah ini kita akan berpisah dengan jarak dan waktu yang lama. Aku tidak meminta jawaban darimu, cukup kamu tahu saja sudah membuatku senang, jadi-“
Nia berkaca-kaca, perlahan air matanya jatuh membasahi pipi, ia berusaha menghapusnya dengan lengan baju.”Salim bodoh, jahat” hanya itu yang keluar dari mulutnya.
Salim tertegun mendengar Nia mengatakan dirinya bodoh dan jahat.
“Nia-“
“Kamu jahat , kenapa mengatakan hal itu ketika akan pergi jauh-“
“Nia dengarkan aku dulu-“
“Kamu,kamu Aneh Salim, kamu aneh benar-benar aneh, bagaimana aku bisa menanggapi hal ini dengan biasa, aku bahkan tidak punya kata-kata yang pas, apa bagimu ini mudah, tidak Salim, mengatakan suka ketika akan pergi? Yang benar saja….”
Nia berlari meninggalkan Salim yang masih belum punya kesempatan untuk menjelaskan lebih jauh lagi. Nia terus berlari dengan deraian air matanya yang ia sendiri pun tidak tahu mengapa ia menangis. Salim hanya berdiri termangu menatap lantai jembatan.
Langit senja waktu itu adalah hari terkahir setelah lima tahun mereka tidak pernah bertemu lagi hingga hari dimana Salim muncul kembali secara tiba-tiba ketika Nia akan pergi jauh, dan ia juga mengatakan akan pergi ke tempat yang jauh.
“Dia mengatakan hal serupa ketika kalian akan berpisah?” komentar Sahabat Nia yang juga mengambil S2 sama dengannya ketika mendengar cerita tentang Salim.
Nia yang sehabis meneguk secangkir kopi moccanya mengangguk.
“Aku bahkan seperti merasakan dejavu, hanya bedanya aku tidak menangis dan berlari begitu saja seperti 5 tahun yang lalu”
“Lalu bagaimana?”
“Bagaimana apa?”
“Kelanjutan hubungan kalian, kamu sudah memberi jawaban?”
“Kamu mendengar dengan baik tidak ceritaku, dia baru akan melamarku jika kami kembali bertemu dengan langit senja setelah pertemuan terakhir, itu pun jika aku belum menikah dan tidak sedang dikhitbah orang lain, bagaimana mau memberi jawaban” Terang Nia dengan santai.
“Kamu tidak mencium hal yang aneh?”
“enggak, dia memang dari dulu aneh, jadi sudah biasa bagiku”
“Lalu kenapa waktu itu kamu menangis dan berlari waktu dia bilang suka padamu?”
“Itu dia yang aku 5 tahun lalu dan sekarang tak mengerti, apa karena aku sedih ia akan pergi jauh, atau apakah aku harus senang karena dia menyukaiku atau waktu itu ada banyak hal yang tak dimengerti yang berlalu dengan cepat”.

Bersambung
...
Part VI