Janji di Langit senja
By: IsyaRayLe
Support Puisi by: Lara Aprilia wina
=Prolog
by Nia=.
Aku
akan menceritakan apa yang telah terjadi pada diriku selepas menyelesaikan
study-ku di Turki.
Hari
itu aku merasakan kebahagiaan yang luar biasa, bisa kembali ke Tanah air
setelah hampir dua tahun lebih menimba ilmu di negeri yang jauh. Namun
kebahagiaanku harus terhenti sejenak. Ibu mengatakan hal yang membuat jantungku
sempat terhenti. Ibu bilang bahwa ia mendengar kabar beberapa waktu yang lalu
Salim koma. Aku langsung menghubungi nomor Salim yang sering ku abaikan, walau
memang sesekali ku angkat ia tidak bersuara sedikitpun di telpon. Namun sayang,
nomornya tidak aktif.
Ibu
menyarankanku untuk bertemu Guntur yang berkemungkinan punya kontak Salim.
Guntur
tidak tahu kemana harus menghubungi kecuali dengan ajudannya yang waktu 2 tahun
lalu menemani Salim ke desa. Akupun menghubungi nomor tesebut dan tersambung.
Dalam percakapan via telpon dengan ajudannya ia mengatakan bahwa ia akan
memberi tahu kondisi atasannya jika aku sudah di Jepang. Mereka pun bersedia
membiayai seluruh keperluanku ke Jepang. Aku pergi dalam perjalanan yang penuh
kekhawatiran. Kabar Salim koma dan sekarang mereka masih merahasiakan kondisi
Salim. Sudah berapa lama Salim koma dan apa karena itu ia tidak pernah
menghubungiku walau dengan telpon isengnya? Dan apakah ia akan memenuhi
janjinya, bahkan untuk mengingat perkataannya kala itu membuat air mataku
jatuh. Tiba-tiba perasaan takut akan kehilangan dirinya muncul menggerogoti
hatiku, seakan tidak mau tenang barang sedetikpun.
Sesampai
di Jepang, aku dibawa entah kemana, tempat itu tidak ku ketahui dengan jelas,
ketika aku pun bertanya dengan supir yang membawaku dia hanya menjawab ke
tempat Tuan Salim berada, setelah itu aku masih sibuk dengan pikiran yang
berkecamuk, sedang dibawa kemana aku? Dimana Salim berada sekarang? Bagaimana
keadaannya sekarang.
Ketika
mobil berhenti aku tidak tidak bisa mengetahui dimana aku berada. Disana ada
banyak pohon sakura yang bermekaran. Sedetik aku merasakan bahagia bisa melihat
pemandangan yang langka namun sedetik itu juga pikiranku kembali pada Salim.
“Dimana
saya? Salim dimana? Sepertinya ini bukan dirumah sakit. ayolah, kalian sudah
bungkam dari awal perjalanan hingga saat ini, ini benar-benar menyiksaku,
menerka-nerka keaadan Tuan kalian membuatku semakin lemah” keluhku pada mereka.
“Maafkan
kami nona, kami tidak bermaksud untuk menyiksa nona. Mohon Nona menunggu lagi”
Jawab salah seorang yang lelaki yang sudah paruh baya sambil memberiku sebuah
amplp putih”ini untuk Nona, sebaiknya dibaca terlebih dahulu, maka setelah itu
saya janji akan membawa Nona ke tempat Tuan Salim” Untuk kalimat terakhir
lelaki yang mengaku pelayan Salim itu telihat sangat sedih, membuatku semakin
tak karuan.
Ku
buka amplopnya perlahan, ada dua lembat surat didalamnya.
Begini
bunyi suratnya.
Dear Neighbor Nia,
Ketika kamu membaca
surat ini mungkin aku sudah tidak ada didunia yang sama denganmu.
Aku bersyukur bisa
mengenalmu dan memiliki seseorang yang begitu berharga dalam hidupku.
Setelah kejadian di
langit senja waktu itu 5 tahun yang lalu, aku merasakan sedih yang teramat
sangat,
Aku bahkan tidak berani
untuk mengucapkan salam perpisahan terakhir kalinya padamu.
Maafkan aku, yang sudah
membuat kelabu senjamu.
Dan setelah pertemuan
trakhir itu aku ingin bertemu kembali denganmu, namun aku selalu menahannya,
aku tidak ingin merusak
Harimu dengan
kehadiranku, tapi rasa rindu terkadang memaksaku untuk menghubungimu
Hingga jadilah sebuah
telpon tak bersuara yang terus kulakukan hingga sampai ke negeri sana
Janji yang kusampaikan
kala langit senja waktu itu untuk melamarmu tidak bisa kuwujudkan
Maafkan aku.
Aku memang laki-laki
yang selalu menyakitimu dengan kata-kata anehnya.
Tapi.
Aku ingin kamu tahu,
dari dulu masih menjadi teman pulangmu, tetanggamu, dan sahabatmu ketahuilah
Aku Selalu
menyayangimu, Doaku dari lubuk hatiku semoga selalu tersampaikan pada Penguasa
Langit
Dan Bumi untukmu.
Aku mencintaimu.
Lembaran
pertama dari surat itu sudah membuat banjir air mataku, tak bisa kubendung lagi
rasanya ingin ku pecahkan rasa sesak didada tanpa terasa suara tangisku begitu
nyaring terdengar, seperti anak kecil yang merengek pada orang tuanya.
Rasa
raguku untuk membaca lembaran keduanya muncul. Apalagi yang akan ia tulis,
lembaran pertama saja sudah membuatku histeris, tulangku rasanya lemah. Namun
ku kuatkan diriku, aku harus menyelesaikan urusan yang panjang dan menyedihkan
ini.
Langit Senja waktu itu
Ku temukan berjuta keemasan berkilauan
diwajahmu
Senyum yang terkembang mengalahkan
indahnya bunga
Kala langit senja waktu itu
Selalu kutemukan suara nyaring berpuisi
Senandungnya menceritakan keindahan
Bagai pujangga bersyairkan cinta
Kaki yang menempuh jalanan senja
Berat rasa pergi
Namun bintang tak mau terlambat
Keindahannya bahkan tak kalah hebat
Menyukai keduanya adalah kesyukuran
Senja dan bintang
Manakah yang kamu suka wahai bunga
Jika langit senja waktu itu
Masih ku temukan wajah keemasan itu
Maka aku ingin selalu memandangya
Hingga sisa umurku.*
Membisu dalam gamang hati
Bicaraku kini pada sunyi
Membisu pagi pada malam yang punya
mimpi
Kau perempuan dengan anggun bergamang
hati
Kau hadang dalam tawaran harapan
Aku gamang kini setelah kau ajak ke
taman rasa
Salahkah jika aku berkata diam dalam
kejujuran hati
Sebab rinduku tak pernah berkata rapuh
Kini tawar hambar kian pudar
Gamang jangan ikuti diriku
Berlalu lah seperti kayuhan sampan
Sampai diammu menjadi janji temu.**
Puisi
yang ia tulis membuat hangat hatiku dan tangisku perlahan reda. Ia ternyata
menyukai puisi. Selama
ini aku mengira ia selalu meledek puisiku karena tidak menyukai puisi, ternyata
aku salah.
Aku
menghapus air mataku yang membasahi pipi. Ku Tarik nafas perlahan. Aku ingin
berusaha tenang untuk mengetahui penjelasan yang penting.
“Saya
sudah berjanji akan memberitahu dimana Tuan Salim berada-“
“Apa
dia sudah tiada” aku memotong pembicaraan lelaki paruh baya itu. aku menatapnya
dan ia hanya diam saja.
Aku
tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku diam seribu bahasa, tanpa ragu aku terus
saja mengikuti pelayan itu. ia menghentikan langkahnya dan terlihatlah oleh ku
beberapa gundukan tanah.
“Ini
adalah makamnya Tuan Salim berserta dengan leluhurnya” Kata pelayan itu lirih.
“Ap-apa
yang terjadi padanya?”
“Setelah
terakhir bertemu dengan nona Tuan salim menjalani operasi besar karena penyakit
yang dideritanya empat tahun belakangan ini, sehari sebelum operasi beliau
menitipkan sesuatu untuk nona jika ia tidak selamat dalam operasi”
“Apa
sesuatu itu surat tadi?”
“itu
salah satunya”
“Lalu
apa yang terjadi setelah operasi”
“Operasi
beliau berhasil, dan Tuan kembali beraktivitas setelah sebulan dirawat. Ia
melanjutkan bisnis Kakenya di Jepang ini dan Tuan mengalami sukses besar. Namun,
hal itu tidak bertahan lama, setahun yang lalu Tuan jatuh pingsan dan dilarikan
ke rumah sakit dan mengalami koma selama enam bulan dan pergi untuk selamanya”
Air
mataku seketika jatuh waktu mendengar tiga kata terakhir dari kalimat pelayan
paruh baya itu. aku melangkah mendekati ke makamnya Salim dan membacakan doa
untuknya. Tanpa terasa air mataku jatuh membasahi tanahnya.
Salim
Setelah pertemuan terakhir denganmu
kala langit senja waktu itu, kamu pun tak kunjung datang untuk mewujudkannya,
padahal aku selalu menunggumu dipertemuan langit senja kita berikutnya.
THE
END
Epilog.
Salim
ternyata selain menitipkan dua lembar surat juga memberikan sebuh kotak yang
berisikan memorinya bersama dengan Nia waktu masih sekolah dulu serta terselib sebuah
lukisan senja yang indah serta gambar seorang gadis berjilbab yang tengah
tersenyum memandang langit senja.
Nia
kembali membuka diarynya dan menemukan selebaran kertas yang terselip dibuku
tersebut. Tulisan itu ia tulis sebelum berangkat study.
Janji di langit senja,
Si neighbor mengucapkan
kalimat yang tak ku duga, sudah lima tahun tidak bertemu dengnnya dan ia
mengucapkan janji ingin melamarku, walau ku anggap hal itu hanya sebuah candaan
atau godaan yang ia lakukan selama lima tahun tidak bertemu namun tetap saja
hal itu mengangguku, apa maksudnya dia berencana melamarku? Kenapa harus
setelah ini? Kemana ia akan pergi? Ke tempat yang jauh? Dimana itu? banyak
pertanyaan yang berkecamuk dipikiranku hingga bungkam mulutku tak tahu mana
yang harus keluar.
Hal itu membuatku ingin
kembali berpuisi, jika bersama Salim entah mengapa aku selalu ingin berpuisi,
walau dia sering meledekku dengan mengatakan ‘puisi aneh’. Jika suatu saat kami
bertemu lagi sesuai dengan janjinya maka aku akan menunjukkan padanya puisi
yang kutulis untuknya, khusus untuknya.
Senja dibalik purnama
Di dermaga hati
Sepandan kian menanti
Pada dikau senja dibatas purnama
Bisu membisu merangkai hati
Dalam kata doa
Langit mendengar
Mengayuh setiap alif,lam,nun
Menjadi sebuah bait
Permintaan ku hanya padaNYA
Senja kini jemariku mencatat kisah
dalam halaman pertama
Ada rindu yang bermuara
Ada purnama bergegas membuang keluh
Padamu purnama senja
Menanti dermaga hati sepi
Bicaralah purnama pada dendang waktu
Menunggu dalam pelabuhan fregman waktu
senja**
Semoga
ini menjadi puisi terindah ku untukmu.
*****
Catatan
kaki:
*Puisi
oleh IsyaRayLe
**Puisi
oleh Lara Aprilia Wina
Jazakillah
Khairan Buat pembaca IsyaRayLe tetap dukung dan doakan semoga lebih produktif
lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar