Pagi
yang cerah saat ini dirasakan.eh apakah kamu pernah mendengar kisah berikut
ini?
Kisah
seorang gadis muda yang menjalani hidupnya dengan penuh ujian. Ia seorang
penulis yang handal, namun ia tak pernah menuliskan nama aslinya dalam setiap tulisannya.
Karya-karyanya sangat dikagumi dan disukai oleh semua kalangan. Ia adalah sosok penulis wanita muslimah yang
sangat lembut, setiap untaian kata dalam tulisannya tertulis rapi serta indah,
itulah komentar para pembacanya. Banyak sekali yang mengundangnya dalam sebuah seminar
serta pembedahan bukunya,tetapi tak ada satupun yang ia hadiri.
“kenapa
raisa tidak mau menghadirinya, banya penggemar buku-bukumu ingin melihat
seperti apa sosok penulis yang mereka kagumi” kata kak nisa, kakak angkatnya
Dan
ia selalu mendapatkan jawabannya yang sama setiap menerima pertanyaan yang
sama.
“aku
tidak mau” isyarat raisa, mengatakan tidak mau.
Raisa
memang sudah 10 tahun terahir ini tidak bisa berbicara, semenjak kecelakaan
maut yang menimpa keluarganya, ayah ibu kakak serta dirinya. Ia tidak bisa
berbicara, atas trauma yang ia alami, ia tak sanggup berbicara. Pita suaranya tiba-tiba
saja tertekan sakit jika ia paksaan berbicara. Hingga sampai saat ini ia tidak
bisa berbicara. Dari kecil raisa memang sangat suka menulis. Ia tipe orang
pendiam, maklum saja ia seorang bungsu. Ketika ia mau menyampaikan apa yang ia
rasakan ia pasti menuliskannya dalam buku diary nya. Ia sangat tertutup namun
ia tidak sombong.
“aku
hanya tidak ingin mereka kecewa bahwa aku tidak bisa berbicara pada mereka”
“bisa,
tidak harus bersuara kan? Dalam tulisan pun raisa sudah banyak berbicara, biar
nanti kakak yang akan membantumu,
menyampaikan apa yang ingin raisa katakan” semangat kak nisa untuk raisa yang
masih rapuh.
Raisa
hanya mampu terdiam. Perlahan air matanya mengalir dipipinya. Bibirnya yang
mungil itu bergerak seperti menyebut nama ibu. Lalu isyaratnya mengatakan pada
kak nisa “aku rindu ibu,ayah dan juga kakak”. Kak nisa langsung memeluk raisa,
berusaha menguatkan raisa.
Kak
nisa membisikan padanya “raisa adalah anak yang kuat, raisa telah memberikan
berjuta-juta semangat bagi semua orang. Dan mereka telah menganggap raisa
adalah saudara mereka dan sangat ingin memeluk dan mengatakan terima kasih atas
semangat yang selama ini raisa sampaikan dalam tulisan raisa.
Suara
isak raisa memang tak terdengar, namun dari air mata yang mengalir begitu deras
menandakan betapa sedihnya ia.
“sekarang
raisa, kak nisa tanyakan lagi, raisa mau kan bertemu dengan penggemarnya”
sambil menghapus air mata raisa.
Raisa
mengangguk senyum.
***
Hari
seminar itu akhirnya datang juga. Tak banyak yang raisa tahu bahwa sebenarnya
penggemarnya tahu akan keadaannya, tentu saja seseorang yang mengagumi
seseorang ia akan mencari informasi tentang seseorang itu.
Suara
bergemuruh itu menandakan bahwa tak sedikit orang yang hadir, hampir seluruh
bangku yang ada di ruangan itu terisi penuh namun tidak sesak.
Acara
dimulai seorang mc menyapa semua penonton yang hadir di acara tersebut. Beberapa
susunan acara telah terselenggarakan, sekarang giliran penulis yang
dinanti-nanti oleh penggemarnya.
“Baiklah,
kali ini kita sambut penulis kita raisa, dan kak nisa” mc mempersilahkan raisa
dan kak nisa duduk di kursi tamu. Dan memberikan mic kepada kak nisa.
Raisa
mulai memberikan isyarat bahwa ia sangat gugup.
“semangat”
bisikan kak nisa kepada raisa. Raisa tersenyum.
“raisa,
raisa,raisa” teriak penggemarnya.
Dan
dimulai,
“he
em, Bismillah, Assalamu’alaikumwrwb. Selamat siang semuanya. Saya perkenalkan
penulis kita yang kita tunggu-tunggu tulisan hati yang tak biasa yakni raisa
zahra. Ia adalah seorang penulis yang berbicara melalui hatinya dengan
tulisannya. Ia tak bisa mengucapkan dalam suara keras namun melalui hati
lembut. Raisa tahu bahwa raisa bukanlah sempurna untuk menjadi penulis. Namun
raisa berusaha dengan kemampuan raisa yang ada untuk menjadi penulis dengan
keindahan raisa sendiri.” Kak nisa berhenti bicara, ia tetap menoleh ke arah
raisa, ia mulai khawatir raisa tak melanjutkan kata sambutannya kepada para
penggemarnya karena raisa menunduk
seperti menahan air matanya.
Raisa
mulai mengangkat kepalanya menatap kembali penggemarnya.
“tapi,
semua yang raisa tuliskan bukan hanya sekadar curahan hati namun harapan.
Seperti harapan besar raisa agar bisa berbicara kepada sahabat semuanya. Raisa
love you” kak nisa menerjemahkan dengan indah isyarat raisa.
Riuh
tepuk tangan penonton memenuhi ruangan tersebut, beberapa diantaranya ‘standing applouse’.
Raisa
masih memiliki harapan besar, yakni bisa mengoperasi pita suaranya agar ia bisa
kembali bersuara. Namun dalam menghadapi operasi itu raisa membutuhkan biaya
yang besar. Ia awalnya pesimis dan merasa tekanan yang luar biasa. Hidup dengan
tidak mempunyai ayah dan ibu serta kehilangan satu-satunya saudara kandungnya,
bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi oleh raisa yang saat itu masih berumur
sepuluh tahun. Namun kak nisa seorang relawan memberi uluran tangan dan
tersenyum hangat pada raisa, ia ingin menjadikan raisa sebagia adiknya sendiri.
Waktu
terus berlalu, raisa perlahan-lahan mulai menjadi lebih tegar. Ia sekolah di
sekolah swasta yang mau menerima murid yang tidak bisa berbicara. Di sekolah ia
juga mengalam masa yang sulit. Ia terkadang dijahili oleh teman-temannya,
mengatakan seorang yang bisa tidak seharusnya berada disini. Namun masalah itu
tidak lama berlangung. Banyak orang-orang yang mendukung raisa dan memarahi
mereka , termasuk guru. Raisa tidak sendiri. Ia bersama dengn orang yang ia sayangi.
“bagaimana, hasil semesternya?”
kak nisa dengan semangat menanyakannya.
“juara satu” isyarat raisa.
“alhamdulillah, raisa luar biasa.
Kakak bangga dengan raisa”
Raisa mengangguk senyum. Senyum
ceria.
Sebelum
tidur raisa selalu menuliskan semua kejadian yang alami pada hari itu.
Kesedihan, kesenangan, harapan, kerinduan dan banyak hal lainnya ia rasakan.
“raisa belum tidur?” kakak nisa
datang kekamar raisa
Raisa menggeleng.
“kamu harus segera tidur, besok
kita pagi-pagi harus berangkat”
Raisa mengangguk senyum. “OK”
Raisa
memang anak yang pendiam pemalu dan terkadang ia masih suka sedih. Namun ketika
ia mempunyai harapan, ia seperti seorang yang tak kenal mengenal lelah. Ia
berangkat ke singapura bersama kak nisa ketika libur ujian semester dimulai. Ia
akan melakukan operasi pertama perbaikan pita suara. Hasilnya tidak bisa
secepat yang diharapkan. Raisa harus melakukan operasi ulang namun tidak bisa
dilakukan dalam tahun yang sama. Berjarak sekitar 2 atau 3 tahun. Waktu yang
lama memang. Namun mau bagaimana lagi. Setelah menjalani operasi itu, raisa
berwisara bersama kak nisa. Hanya mereka berdua saja. Raisa melihat hal-hal
indah yang belum ia pernah lihat sebelumnya, ia merasa sangat senang. Lalu
tiba-tiba ia melihat sosok seorang yang sangat modis duduk ditaman di sebuah
kursi panjang. Seorang wanita yang berjilbab namun modis, ia sibuk mengetik
dengan laptopnya. Ia mendekati wanita itu. Entah apa yang ada dipikirannya ia
berniat untuk menyapa wanita itu, namun langkahnya tiba-tiba terhenti. Apa yang
akan ia katakan? Dia tidak bisa bersuara. Namun ia tetap mendekat. Namun
sesampainya disana. Raisa hanya mengangguk. Wanita itu menggeser duduknya
memberi raisa ruang untuk duduk. Raisa diam dan wanita itu tetap sibuk dengan
aktivitasnya. Raisa ingin sekali menyapa namun malu. Akhirnya ia hanya
memandang langit biru. Dan harum bau basah dari air pancur yang ada
dihadapannya. Kilauan air pancur memantul menyilaukan mata. Ketika sedang
asyik. Ada seorang laki-laki yang berjalan kearah raisa dan wanita itu. Raisa
merasa waspada. Namun ia kaget wanita yang sedan asyik itu langsung berdiri dan
menyambut kehadiran laki-laki asing itu.
“what are you doing in here?”
tanya laki-laki dengan pertanyaan basa-basinya.
Dan yang membuat raisa kaget
adalah wanita itu menjawab dengan bahasa isyarat
Pura-pura nanya, tentu saja
aku sedang menulis. Kamu begitu lama datang suamiku. Tapi aku berterimakasih,
karena lama menunggu aku dapat ide untuk novel baruku.
Raisa
benar-benar kaget,haru dan bangga. Ternyata wanita itu sama dengannya.
“well, let’s go my wife”
Raisa
terus memandang pasangan itu hingga jauh. Raisa mendapat sebuah moment yang
sangat romantis dan singkat. Walau ia tidak saling menyapa dengan wanita itu,
namun ia seakan-akan diberi harapan dan semangat yang baru oleh wanita itu. Ia
lalu bertekad. Ia ingin menjadi penulis. Kekurangannya tidak ingin membuatnya
terus-terusan bersedih dan terkurung dari keputusasaan. Ia ingin menjadi
penulis,menjadi penulis.
Raisa
masih terus membangun mimpi-mimpi yang maish tertidur. Ia wujudkan satu
persatu. Rasa takut dan malu masih tetap ada, ia tidak bisa berbicara mungkin
pembacanya akan kecewa. Namun semua siran seiring berjalannya waktu. Raisa
tetap menjadi orang kebanggaan.
Suatu
hari, raisa menyampaikan mimpi yang ia ingin terjadi dalam hidupnya.
“apa itu?” tanya kak nisa.
Aku ingin melihat kak nisa
menikah dan bahagia. Aku tidak ingin terus-terusan merepotkan kak nisa. Aku
yang sekarang sudah cukup kuat dan aku juga sudah lebih bisa mandiri. Jadi aku
ingin sekali hal itu bisa terjadi segera. Kakak harus menikah,
karena...karena....
“karena apa?”
Karena aku ingin juga menikah
nantinya, jadi kak nisa tidak perlu takut aku akan sendiri.
Raisa mengangguk malu. Kak nisa
tertawa, tertawa bangga pada raisa. Raisa heran melihat kak nisa hanya
menanggapinya dengan tawa.
“kakak nisa memang akan
mengatakan hal ini, tapi tak disangka harus mengatakannya sekarang, kak nisa
belum siap akhir-akhir ini”
Tentang apa? Dan kenapa? Pada
siapa?
“kakak ingin terus bersama raisa,
dan ingin mewujudkan mimpi raisa yaitu operasi. Namun kakak masih belum bisa
mewujudkan mimpi itu,”
Raisa sudah baik-baik saja,
raisa....raisa sudah senang dan bahagia sekarang. Jadi tidak ada yang perlu
dikhawatirkan.
“syukurlah” mata kak nisa
berbinar “ kakak sudah lama ingin mengabarkan ini pada raisa, tapi kakak takut
raisa merasa sendiri dan kesepian, maka itu kakak akhir-akhir ini masih
mengumpulkan keberanian”
Tentang apa? Raisa benar-benar
penasaran.
“kakak..kakak...kakak... sudah
dilamar, dan berencana akan menikah... jadi kakak...”
Belum selesai kak nisa berbicara.
Raisa memeluk erat kakak nisa. Peluk kebahagian itu yang dirasakan nisa. Raisa
melepas peluk itu dan memegang pipi kakak nisa.
Ra..isa..se..nang..se..ka..li.
nisa mengartikan dari gerak bibir raisa.
Air mata mereka bercucuran. Tawa
dan tangis.
“terimakasih raisa”
Kekhawatiran nisa hilang.
Ketakutannya bahwa raisa akan sedih hilang. Ia selalu berdoa semoga ia bisa
mengatkannya, dan ternyata Allah menjawab doanya, dengan raisa sendiri yang
mengatakannya.
Aku
bermimpi, mungkin aku akan sebahagia ini jika kak maisaroh akan menikah,
mungkin aku akan bisa melihat wajah bangga dan haru ayah dan ibu pada kakak
maisaroh yang akan menjadi seorang istri. Aku bahagia, aku bahagia akan hal
itu. Perasaan itu cukup mewakili mendengar kabar kakak nisa akan menikah,
ketakutanku akan sendiri dan sepi tanpa kakak nisa tidak perlu ku pikirkan
karena kakak nisa akan selamanya menjadi kakakku, kakak nisa adalah
satu-satunya yang kupunya, aku bahagia jika ia bahagia. Kakak nisa terimakasih.
Karena sudah menjadi kakakku. Satu mimpiku lagi-lagi terwujud. Terimakasih Ya
Allah. ~Diary Raisa.~ketika hati berbicara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar