Selasa, 09 Juni 2015

Ketika Hati Berbicara


                Pagi yang cerah saat ini dirasakan.eh apakah kamu pernah mendengar kisah berikut ini?

                Kisah seorang gadis muda yang menjalani hidupnya dengan penuh ujian. Ia seorang penulis yang handal, namun ia tak pernah menuliskan nama aslinya dalam setiap tulisannya. Karya-karyanya sangat dikagumi dan disukai oleh semua kalangan.  Ia adalah sosok penulis wanita muslimah yang sangat lembut, setiap untaian kata dalam tulisannya tertulis rapi serta indah, itulah komentar para pembacanya. Banyak sekali yang mengundangnya dalam sebuah seminar serta pembedahan bukunya,tetapi tak ada satupun yang ia hadiri.
                “kenapa raisa tidak mau menghadirinya, banya penggemar buku-bukumu ingin melihat seperti apa sosok penulis yang mereka kagumi” kata kak nisa, kakak angkatnya
                Dan ia selalu mendapatkan jawabannya yang sama setiap menerima pertanyaan yang sama.
                “aku tidak mau” isyarat raisa, mengatakan tidak mau.
                Raisa memang sudah 10 tahun terahir ini tidak bisa berbicara, semenjak kecelakaan maut yang menimpa keluarganya, ayah ibu kakak serta dirinya. Ia tidak bisa berbicara, atas trauma yang ia alami, ia tak sanggup berbicara. Pita suaranya tiba-tiba saja tertekan sakit jika ia paksaan berbicara. Hingga sampai saat ini ia tidak bisa berbicara. Dari kecil raisa memang sangat suka menulis. Ia tipe orang pendiam, maklum saja ia seorang bungsu. Ketika ia mau menyampaikan apa yang ia rasakan ia pasti menuliskannya dalam buku diary nya. Ia sangat tertutup namun ia tidak sombong.
                “aku hanya tidak ingin mereka kecewa bahwa aku tidak bisa berbicara pada mereka”
                “bisa, tidak harus bersuara kan? Dalam tulisan pun raisa sudah banyak berbicara, biar nanti kakak yang akan  membantumu, menyampaikan apa yang ingin raisa katakan” semangat kak nisa untuk raisa yang masih rapuh.
                Raisa hanya mampu terdiam. Perlahan air matanya mengalir dipipinya. Bibirnya yang mungil itu bergerak seperti menyebut nama ibu. Lalu isyaratnya mengatakan pada kak nisa “aku rindu ibu,ayah dan juga kakak”. Kak nisa langsung memeluk raisa, berusaha menguatkan raisa.   
                Kak nisa membisikan padanya “raisa adalah anak yang kuat, raisa telah memberikan berjuta-juta semangat bagi semua orang. Dan mereka telah menganggap raisa adalah saudara mereka dan sangat ingin memeluk dan mengatakan terima kasih atas semangat yang selama ini raisa sampaikan dalam tulisan raisa.
                Suara isak raisa memang tak terdengar, namun dari air mata yang mengalir begitu deras menandakan betapa sedihnya ia.
                “sekarang raisa, kak nisa tanyakan lagi, raisa mau kan bertemu dengan penggemarnya” sambil menghapus air mata raisa.
                Raisa mengangguk senyum.
***

                Hari seminar itu akhirnya datang juga. Tak banyak yang raisa tahu bahwa sebenarnya penggemarnya tahu akan keadaannya, tentu saja seseorang yang mengagumi seseorang ia akan mencari informasi tentang seseorang itu.
                Suara bergemuruh itu menandakan bahwa tak sedikit orang yang hadir, hampir seluruh bangku yang ada di ruangan itu terisi penuh namun tidak sesak.
                Acara dimulai seorang mc menyapa semua penonton yang hadir di acara tersebut. Beberapa susunan acara telah terselenggarakan, sekarang giliran penulis yang dinanti-nanti oleh penggemarnya.
                “Baiklah, kali ini kita sambut penulis kita raisa, dan kak nisa” mc mempersilahkan raisa dan kak nisa duduk di kursi tamu. Dan memberikan mic kepada kak nisa.
                Raisa mulai memberikan isyarat bahwa ia sangat gugup.
                “semangat” bisikan kak nisa kepada raisa. Raisa tersenyum.
                “raisa, raisa,raisa” teriak penggemarnya.
                Dan dimulai,
                “he em, Bismillah, Assalamu’alaikumwrwb. Selamat siang semuanya. Saya perkenalkan penulis kita yang kita tunggu-tunggu tulisan hati yang tak biasa yakni raisa zahra. Ia adalah seorang penulis yang berbicara melalui hatinya dengan tulisannya. Ia tak bisa mengucapkan dalam suara keras namun melalui hati lembut. Raisa tahu bahwa raisa bukanlah sempurna untuk menjadi penulis. Namun raisa berusaha dengan kemampuan raisa yang ada untuk menjadi penulis dengan keindahan raisa sendiri.” Kak nisa berhenti bicara, ia tetap menoleh ke arah raisa, ia mulai khawatir raisa tak melanjutkan kata sambutannya kepada para penggemarnya  karena raisa menunduk seperti menahan air matanya.
                Raisa mulai mengangkat kepalanya menatap kembali penggemarnya.
                “tapi, semua yang raisa tuliskan bukan hanya sekadar curahan hati namun harapan. Seperti harapan besar raisa agar bisa berbicara kepada sahabat semuanya. Raisa love you” kak nisa menerjemahkan dengan indah isyarat raisa.
                Riuh tepuk tangan penonton memenuhi ruangan tersebut, beberapa diantaranya ‘standing applouse’.
                Raisa masih memiliki harapan besar, yakni bisa mengoperasi pita suaranya agar ia bisa kembali bersuara. Namun dalam menghadapi operasi itu raisa membutuhkan biaya yang besar. Ia awalnya pesimis dan merasa tekanan yang luar biasa. Hidup dengan tidak mempunyai ayah dan ibu serta kehilangan satu-satunya saudara kandungnya, bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi oleh raisa yang saat itu masih berumur sepuluh tahun. Namun kak nisa seorang relawan memberi uluran tangan dan tersenyum hangat pada raisa, ia ingin menjadikan raisa sebagia adiknya sendiri.
                Waktu terus berlalu, raisa perlahan-lahan mulai menjadi lebih tegar. Ia sekolah di sekolah swasta yang mau menerima murid yang tidak bisa berbicara. Di sekolah ia juga mengalam masa yang sulit. Ia terkadang dijahili oleh teman-temannya, mengatakan seorang yang bisa tidak seharusnya berada disini. Namun masalah itu tidak lama berlangung. Banyak orang-orang yang mendukung raisa dan memarahi mereka , termasuk guru. Raisa tidak sendiri. Ia bersama dengn orang yang ia sayangi.
“bagaimana, hasil semesternya?” kak nisa dengan semangat menanyakannya.
“juara satu” isyarat raisa.
“alhamdulillah, raisa luar biasa. Kakak bangga dengan raisa”
Raisa mengangguk senyum. Senyum ceria.
                Sebelum tidur raisa selalu menuliskan semua kejadian yang alami pada hari itu. Kesedihan, kesenangan, harapan, kerinduan dan banyak hal lainnya ia rasakan.
“raisa belum tidur?” kakak nisa datang kekamar raisa
Raisa menggeleng.
“kamu harus segera tidur, besok kita pagi-pagi harus berangkat”
Raisa mengangguk senyum. “OK”
                Raisa memang anak yang pendiam pemalu dan terkadang ia masih suka sedih. Namun ketika ia mempunyai harapan, ia seperti seorang yang tak kenal mengenal lelah. Ia berangkat ke singapura bersama kak nisa ketika libur ujian semester dimulai. Ia akan melakukan operasi pertama perbaikan pita suara. Hasilnya tidak bisa secepat yang diharapkan. Raisa harus melakukan operasi ulang namun tidak bisa dilakukan dalam tahun yang sama. Berjarak sekitar 2 atau 3 tahun. Waktu yang lama memang. Namun mau bagaimana lagi. Setelah menjalani operasi itu, raisa berwisara bersama kak nisa. Hanya mereka berdua saja. Raisa melihat hal-hal indah yang belum ia pernah lihat sebelumnya, ia merasa sangat senang. Lalu tiba-tiba ia melihat sosok seorang yang sangat modis duduk ditaman di sebuah kursi panjang. Seorang wanita yang berjilbab namun modis, ia sibuk mengetik dengan laptopnya. Ia mendekati wanita itu. Entah apa yang ada dipikirannya ia berniat untuk menyapa wanita itu, namun langkahnya tiba-tiba terhenti. Apa yang akan ia katakan? Dia tidak bisa bersuara. Namun ia tetap mendekat. Namun sesampainya disana. Raisa hanya mengangguk. Wanita itu menggeser duduknya memberi raisa ruang untuk duduk. Raisa diam dan wanita itu tetap sibuk dengan aktivitasnya. Raisa ingin sekali menyapa namun malu. Akhirnya ia hanya memandang langit biru. Dan harum bau basah dari air pancur yang ada dihadapannya. Kilauan air pancur memantul menyilaukan mata. Ketika sedang asyik. Ada seorang laki-laki yang berjalan kearah raisa dan wanita itu. Raisa merasa waspada. Namun ia kaget wanita yang sedan asyik itu langsung berdiri dan menyambut kehadiran laki-laki asing itu.
“what are you doing in here?” tanya laki-laki dengan pertanyaan basa-basinya.
Dan yang membuat raisa kaget adalah wanita itu menjawab dengan bahasa isyarat
Pura-pura nanya, tentu saja aku sedang menulis. Kamu begitu lama datang suamiku. Tapi aku berterimakasih, karena lama menunggu aku dapat ide untuk novel baruku.
                Raisa benar-benar kaget,haru dan bangga. Ternyata wanita itu sama dengannya.
“well, let’s go my wife”
                Raisa terus memandang pasangan itu hingga jauh. Raisa mendapat sebuah moment yang sangat romantis dan singkat. Walau ia tidak saling menyapa dengan wanita itu, namun ia seakan-akan diberi harapan dan semangat yang baru oleh wanita itu. Ia lalu bertekad. Ia ingin menjadi penulis. Kekurangannya tidak ingin membuatnya terus-terusan bersedih dan terkurung dari keputusasaan. Ia ingin menjadi penulis,menjadi penulis.
                Raisa masih terus membangun mimpi-mimpi yang maish tertidur. Ia wujudkan satu persatu. Rasa takut dan malu masih tetap ada, ia tidak bisa berbicara mungkin pembacanya akan kecewa. Namun semua siran seiring berjalannya waktu. Raisa tetap menjadi orang kebanggaan.       
                Suatu hari, raisa menyampaikan mimpi yang ia ingin terjadi dalam hidupnya.
“apa itu?” tanya kak nisa.
Aku ingin melihat kak nisa menikah dan bahagia. Aku tidak ingin terus-terusan merepotkan kak nisa. Aku yang sekarang sudah cukup kuat dan aku juga sudah lebih bisa mandiri. Jadi aku ingin sekali hal itu bisa terjadi segera. Kakak harus menikah, karena...karena....
“karena apa?”
Karena aku ingin juga menikah nantinya, jadi kak nisa tidak perlu takut aku akan sendiri.
Raisa mengangguk malu. Kak nisa tertawa, tertawa bangga pada raisa. Raisa heran melihat kak nisa hanya menanggapinya dengan tawa.
“kakak nisa memang akan mengatakan hal ini, tapi tak disangka harus mengatakannya sekarang, kak nisa belum siap akhir-akhir ini”
Tentang apa? Dan kenapa? Pada siapa?
“kakak ingin terus bersama raisa, dan ingin mewujudkan mimpi raisa yaitu operasi. Namun kakak masih belum bisa mewujudkan mimpi itu,”
Raisa sudah baik-baik saja, raisa....raisa sudah senang dan bahagia sekarang. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
“syukurlah” mata kak nisa berbinar “ kakak sudah lama ingin mengabarkan ini pada raisa, tapi kakak takut raisa merasa sendiri dan kesepian, maka itu kakak akhir-akhir ini masih mengumpulkan keberanian”
Tentang apa? Raisa benar-benar penasaran.
“kakak..kakak...kakak... sudah dilamar, dan berencana akan menikah... jadi kakak...”
Belum selesai kak nisa berbicara. Raisa memeluk erat kakak nisa. Peluk kebahagian itu yang dirasakan nisa. Raisa melepas peluk itu dan memegang pipi kakak nisa.
Ra..isa..se..nang..se..ka..li. nisa mengartikan dari gerak bibir raisa.
Air mata mereka bercucuran. Tawa dan tangis.
“terimakasih raisa”
Kekhawatiran nisa hilang. Ketakutannya bahwa raisa akan sedih hilang. Ia selalu berdoa semoga ia bisa mengatkannya, dan ternyata Allah menjawab doanya, dengan raisa sendiri yang mengatakannya.
                Aku bermimpi, mungkin aku akan sebahagia ini jika kak maisaroh akan menikah, mungkin aku akan bisa melihat wajah bangga dan haru ayah dan ibu pada kakak maisaroh yang akan menjadi seorang istri. Aku bahagia, aku bahagia akan hal itu. Perasaan itu cukup mewakili mendengar kabar kakak nisa akan menikah, ketakutanku akan sendiri dan sepi tanpa kakak nisa tidak perlu ku pikirkan karena kakak nisa akan selamanya menjadi kakakku, kakak nisa adalah satu-satunya yang kupunya, aku bahagia jika ia bahagia. Kakak nisa terimakasih. Karena sudah menjadi kakakku. Satu mimpiku lagi-lagi terwujud. Terimakasih Ya Allah. ~Diary Raisa.~ketika hati berbicara.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar