Minggu, 22 Januari 2017

Janji di langit Senja Part II


Janji di Langit senja

By: IsyaRayLe

Support Puisi by: Lara Aprilia wina

“Kamu sudah ketemu Salim belum?” tanya ibu Nia saat makan malam bersama.
Nia yang sedang asyik makan tiba-tiba terbatuk mendengar nama itu keluar dari mulut ibunya.
“Kenapa ibu tiba-tiba nanya gitu?”
Ibu Nia sangat terkejut mendengar respon dari Nia yang sepertinya tidak tahu apa-apa.
“Jadi kamu belum ketemu dengan dia? Padahal sudah hampir sebulan lho dia disini, terakhir dia ke rumah kita dua hari yang lalu”
“Jam berapa?”
“kalao gak salah sore”
Nia ingat sore itu dia ada urusan di panti dekat rumah balai desa, sebagai narasumber untuk memotivasi anak-anak disana.
“kok, ibu gak kasih tahu Nia?”
“Astaghfirullah ibu lupa Ni, makanya ibu tanya kamu ada ketemua dia apa belum?”
“Belum ada sih buk,”
Nia berpikir sejenak. Kenapa ia tadi tiba-tiba teringat si “Neighbor” ketika melihat senja dan sekarang ibu membahas tentang Salim.
Neighbor dan Salim adalah orang yang sama. Neighbor ada julukan yang diberikan oleh si gadis bertubuh mungil itu pada Salim. Neighbor seperti yang sudah diketahui adalah bahasa inggris yang artinya “Tetangga”. Hubungan Nia dan Salim yang sangat akrab terkadang disalah artikan bahwa mereka berpacaran, padahal mereka hanya berteman dan hal itu didukung karena mereka berdua bertetangga, maka dari itu jika ada yang menanyakan siapa Salim bagi Nia, maka gadis itu akan menjawab dia adalah  “My Neighbor”. Julukan itu tidak selalu dia sebut, hanya sesekali jika dia sedang kesal dengan Salim si teman jailnya itu. Begitu juga dengan Salim ia hanya menganggap Nia sebagai temannya, itu yang sering dia katakana jika teman-temannya mulai meledek antara dia dan Nia.
“Kamu sudah bertemu dengan Salim?” tanya seorang ibu paruh baya yang menjadi langganan Nia di pasar jika berbelanja bumbu-bumbu masakan pada keesokan harinya.
“Salim?” Nia benar-benar terkejut mendengar nama itu disebut lagi. Kali ini ada apa gerangan, apa ibu ini juga bertemu dengan salim.
“Iya salim, kemarin Guntur cerita dia bertemu dengan Salim dibalai desa, dan dia ada rencana ingin bertemu denganmu tapi masih belum ada waktu”
Apa begitu susahnya bertemu denganku? Padahal rumahku tetap seperti yang dulu, tidak berpindah tempat. Batin Nia.
“Apa kamu sudah bertemu dengannya?” tanya ibu paruh baya itu sekali lagi sambil menyerahkan barang belanjaannya.
“Belum. Berapa semua bu?”
“tiga puluh ribu” Nia menyerahkan duit lima puluh ribu.
“Apa Guntur ada cerita lagi tentang Salim,bu?”
“Hanya itu saja ceritanya, kembaliannya dua puluh ribu”
“Makasih bu,”
“Sama-sama, semoga kamu bisa bertemu dengan Salim lagi”
Nia hanya tersenyum kaku dan pamit pulang.
Malamnya ia mulai lanjut menyelesaikan tulisan rubriknya yang dua hari lagi deadline. Ditengah-tengah keheningan suara malam itu, tiba-tiba saja ibu mengetuk pintu kamarnya.
“Masuk bu, gak dikunci” jawab Nia sambil terus mengetik.
“Apa ibu menganggu?” Tanya ibu yang sudah duduk dibibir tempat tidur anak gadisnya. Nia seketika menghentikan tulisannya sambil melepas kacamatanya dan meletakkannya dimeja. Ia memutar kursi hingga badannya menghadap ibunya.
“enggak kok, ada apa ibu?”
“mengenai S2 mu, apa kamu sudah memberi jawaban?”
“Nia akan memberi jawabannya besok kalau paman sudah ada disini”
“Tapi kamu sendiri sudah punya jawabannya,kan?”
Nia mengangguk pelan.
“sudah bu, sebenarnya Nia memang sangat ingin mendapatkan S2, dan ini juga bukan proses yang mudah dan sebentar, setelah mengikuti berbagai tes dan ujian,  Nia gak mungkin melepasnya begitu saja, dan juga paman berperan besar dalam hal ini, kalau bukan karena paman mungkin saja orang lain yang dapat, tapi jika ibu ingin Nia te-“
“Tidak, ibu tidak apa-apa, Abahmu juga sudah menyerahkan keputusan sepenuhnya padamu, ibu datang  kesini hanya ingin memastikan bahwa kamu mengambil S2-nya, jangan jadikan beban Ibu atau Abahmu dalam menghalangi karirmu”
“Tapi, Nia baru saja beberapa bulan bersama dengan Ibu dan Abah lagi, untuk berpisah lebih lama lagi dan bahkan sangat jauh dari Indonesia membuat Nia harus matang-matang memikirkannya,”
“Teruslah, raih impianmu” ibu membelai rambut hitam lebat anak gadis satu-satunya itu. Nia membalas dengan pelukan hangatnya.
“Nia selalu merindukan bau harum ibu”
“Ih, ibu bau tau…tadi abis ngupas bawang”
“Gak apa-apa, bau bawang harum”

Bersambung...
Part III

Tidak ada komentar:

Posting Komentar