Menikmati suasana disiang hari.
Rauha membuka tas nye mengecek ponselnya yang sedari tadi bergetar. Ia
mengamati tulisan yang ada dilayar ponselnya dengan mata sipit karena silau
oleh matahari.
“panasnya hari ini, ya ampun”
keluhnya.
Layar diponselnya bergetar lagi.
Mama memanggil. Ia tidak menjawabnya, dengan rasa kesel yang amat sangat ia
memasukkan kembali ponselnya ke tas mahal berwarnakan emas. Rauha mengamati
jalan raya. Banyak toko-toko dan distro-distro yang berjejer dipinggiran kota.
Ia mencari-cari cafe ,ia merasa sangat kehausan.
Setiba di cafe ia memesan segelas
cappucino dingin dengan gundukan ice cream vanilla diatasnya. Ia sudah tidak
sabar ingin menikmati minuman syurga dunia itu. Namun lagi-lagi harus tertunda.
Ponsel ditasnya terus bergetar. Ia mengambilnya dengan penuh emosi.
“kenapa lagi sih?” ia lihat “Mama
memanggil”. Namun kali ini ia melakukan tindakan tindakan tegasnya. Ia
memetikan ponselnya.
Maka inilah saatnya ia harus
kembali pada syurga dunianya, segelas capuucino dingin dengan gundukan ice
cream vanilla diatasnya.
***
Hari yang sangat panas. Namun
Rendi tidak bisa untuk tidak keluar. Ada janji yang harus ia tepati. Rauha
mengajaknya ketemuan. Rendi tidak terlalu tertarik dengan pertemuan itu. Namun
ia juga tidak bisa menolak, Rauha sudah jauh-jauh datang ke kota ini hanya
untuk bertemu dengannya.
“sebenarnya apa yang sedang ia
rencanakan sih?” keluhnya.
Akhirnya ia sampai di tempat
tujuan. Namun ia tidak tahu harus menunggu dimana. Saat ia ingin menghubungi
Rauha tapi tidak tersambung. Nomornya tidak aktif. Alhasil ia hanya bisa
memilih bangku dekat jendela yang tidak terlalu ramai. Ia memesan cappucino
dingin dengan gundukan ice cream vanilla diatasnya.
“wah pesanannya unik” komentar
waiters yang melayani Rendi.
“ah biasa aja mb”
“abis pesanannya sama dengan
mb-mb yang disana”waiters tersebut menunjuk ke arah Rauha duduk. Tidak begitu
jelas karena banyak orang disana.
“sama,?” Rendi sempat berpikira
dan “jangan-jangan... mb yakin dia juga pesan yang sama dengan saya?”
“iya mas, bahkan dia mau nambah
lagi, sudah hampir 30 menit ia duduk disana”
“Rauha” ia pun mengambil jaketnya
dan bergegas ke meja Rauha “mb nanti antar pesanan saya di meja mb tersebut
yah, terimakasih”
“baik, mas”
Ia pun buru-buru menuju tempat
Rauha.
Rauha yang menghadap belakang
tidak sadar kalau Rendi sedang berjalan menujunya, ia tengah asyik menikmati
minumannya yang sudah sampai diujungnya.
Sesaat sampai dimeja Rauha, tanpa
basa-basi ia langsung duduk dikursi kosong yang ada dihadapan Rauha. Rauha yang
sedang asyik dengan kesibukannya seketika terhenti dan mematung melihat Rendi
yang sedang dihadapannya.
“R..R..Rendi?” Rauha melotot
melihat Rendi ada dihadapannya “kenapa kamu disini?”
“kenapa? Aturannya aku yang
tanya..”Rendi pun mendekati wajahnya ada wajah tidak senang tergambar.”kenapa
mengajakku ke cafe mendadak, dan kamu bahkan mematikan ponselmu, aku jadi tidak
tahu kamu dimana” nada suaranya kedengaran meninggi.
Rauha sedkit merasa bersalah,
tapi ia kembali dengan sikap cueknya.
“tapi kamu tahu kalo aku duduk
disini, ya kan?” Rauha memasang wajah menangnya dan berusaha bersikap ceria
dan menghibur.
Rendi merasa kalah, “huuh” ia
menghela nafas panjang, “jadi apa yang kau bicarakan?”
“aku sedang sibuk,nanti akan ku
ceritakan,” ia pun mengangkat tangannya “mb..cappucinonya lagi ya..aaah..kamu
pesan apa?”
“aku sudah pesan”
“yahh..sayang banget padahal aku
mau traktirin kamu..” wajah rauha tampak cemberut,tapi terselip senyum jahil
diwajahnya.
“eeleeeh....basi”
***
Siang hari yang berlalu berubah
menjadi senja yang jingga. Setelah berjam-jam duduk di cafe menikmati minuman
dingin yang menyejukkan mereka pergi dan berjalan-jalan disekitaran kota.
“jadi..” langkah kaki mereka
berdua terhenti, rendi membuka pembicaraan yang sedari tadi hanya diam seribu
bahasa. “kamu ada apa? Aku sudah berusaha menunggu kamu cerita. Pasti ada yang
tidak beres,ya kan?” rendi mulai melangkah. Rauha masih terdiam. “ rauha..kamu
dengar aku?” rendi pun berbalik dan “rauha..rauha...” rauha tiba-tiba
menghilang. Rendi berusaha mencari dan ia dapati rauha berlari, berusaha
menghindari rauha. “kenapa anak itu?” rendi penasaran apa yang terjadi dengan
rauha teman kecilnya itu. Dari sd sampai smp mereka sudah akrab. Rauha pun
bertingkah seperti anak lelaki. Hal itu sering membuat Mama nya kesal. Sempat Mama
Rauha melabrak keluarga Rendi, dia bilang Rauha bertingkah seperti itu
dikarenakan berteman dengan Rendi. Akhirnya keluarga rauha memutuskan pindah
dari kota itu. Rauha tentu saja menolak, namun ia tidak bisa menghindarinya. Apalagi
mendengar kata-kata Rendi waktu itu. “sebaiknya kamu pergi saja, adanya dirimu
membuat keluarga seolah-olah penyebab bagimu” rendi mengucapkannya dengan air
mata,mata yang sayu,senyum tipis,wajah yang melukiskan kesedihan dan kalimat
yang ia ucapkan seperti tak sesuai dengan apa yang terlukis diwajahnya. Namun,sudah
beberapa tahun berselang Rauha tiba-tiba mendapati kontak Rendi. Rendi sempat
terkejut tidak percaya. Rauha sering menghubunginya,namun saat Rendi merespon
Rauha malah bersikap ketus dan cuek. Walau begitu Rendi merasa senang. Mereka akhinya
berkomunikasi,komunikasi yang unik cuman ia dan Rauha yang mengerti.
“Rauha..Rauha..tunggu berhenti”
Rendi mengejar Rauha dan berhasil. Ia menggenggam tangan Rauha dengan erat.
“Sakit tau..lepas” Rauha sekuat
tenaga mencoba melawan.
“kamu kenapa sihh..gak jelas
begini..ini seperti bukan kamu”
Rauha pun seketika terdiam. Ia tidak
berusaha melepas pegangan itu. Namun matanya perlahan mulai basah.
“ka..kamu..kenapa menangis..maaf
kalau aku terlalu kasar mengatakannya..tapi aku...” Rendi terbata-bata, ia
merasa bersalah “maaf..aku tidak akan memaksakanmu” ia pun perlahan melepas
pegangan itu.
Rauha tersadar ia pun meraih
kembali pegangan itu bahkan lebih kuat lagi “BODOH!!, kamu bodoh..” Rauha
menangis,menangis penuh kesakitan. Ada luka yang mendalam dihatinya. Melihatnya
saja membuat Rendi juga ikut menangis. Rauha memukul-mukul bahu Rendi “bodoh...hiikkss...kamu
bodoh....”
“mm..aku memang bodoh..aku minta
maaf,,karena aku bodoh..” Rendi memlankan suaranya. Ia pun menundukkan
kepalanya ke bahu Rauha.
“hiksss....hiksss...” Rauha terus
menangis seperti anak kecil.
“kita pulang yuk...” Rauha sempat
mengehentikan tangisnya.
“pu..lang?”
“mm..pulang..kerumahku”
***
Semua sedang asyik menikmati
makan malam. Sedari tadi Rauha hanya diam saja.
“Rauha ,ayo makan yang banyak,”
ucap ibu Rendi
“ya kak Rauha,masakan ibu enak
banget lho.” Puji Ryan,adik bungsu Rendi.
“mm..baiklah akan kakak habiskan....seeeemuuuaanya...”
ia pun menghentikan pandangannya pada Rendi yang dari tadi makan dengan
lahapnya. Rauha pun tersenyum jahil “seee..muuaaanyaaa..” ia pun dengan sigap
mengambil ayam Rendi yang sudah akan masuk ke dalam mulut Rendi.”mm..enak”
Rauha tersenyum menang. Rendi sama sekali tidak kesal, ia bahkan senang,
akhirnya Rauha kembali tersenyum.
Dering telpon berbunyi. Rendi
menawarkan diri untuk mengangkatnya.
“halo” jawab Rendi
“apa ini benar nomor telpon nak
Rendi?”
“ya benar...mm” Rendi sedikit
mengenali suara diseberang telpon “mohon maaf ini dengan siapa?”
***