Assalamu'alaikum wrwb.
Para pembaca Karya isyarayle (kriikk..kriikk..kriik..kok sepi?) Sebelumnya sebagai Author "Marsha" mohon maaf sebesar-besarnya atas keterlambatan kelanjutan Part VIII -nya, dikarenakan (alasan lagi..alasan lagi) beberapa minggu lalu baru saja selesai UAS. Saat ini masih sibuk dengan kegiatan molor (engga juga sih..bercanda, tapi ini fakta juga) kerja dan sedang menikmati detektif favorite saya berlaga (siapa hayooo
..) di novel dan di film (walau telat heboh nontonnya). Nah, sekarang sedang mencoba menumbuhkan mood dan mencari inspirasi untuk segera menyelesaikannya.
Mohon doa dari pembaca semua.
Terimakasih atas perhatiannya (formal banget..)
Sampai jumpa di Part selanjutnya.
bye..bye.
Wasalam.
Author~Isyarayle
Senin, 14 November 2016
Rabu, 26 Oktober 2016
Dibalik Nama "RayLe"
RayLe. Bukanlah nama ala kebarat-baratan. Ini asli timur -Indonesia. Nama dari keturunan ranah minang,Tiku, Pariaman, Sumatra Barat.
Beberapa tahun lalu ketika aku memulai nama itu menjadi nama tambahan dibelakang "Melisa". Memang kelihatan tidak bersyukur (ini salah satu penyakitnya). Pada sebuah akun media sosial, jika membuat nama profil harus terdiri dari dua kata. Nah nama ane cuman satu kata - 6 huruf. Awalnya pakai tambahan "Melisa duank", cuman bertahan beberapa bulan saja, kurang keren, ganti dengan "Melisa Ajja". Cuman bertahan beberapa bulan juga, kurang mantap dan sedikit pasaran untuk "Ajja"-nya. Oke , ingin diganti tapi bingung harus dengan nama apa. Sesuatu yang unik, bagus, melekat dan bisa diketahui orang langsung kalau itu pasti akun ane. Secara yang namanya Melisa buaannnyyaaak(Ya itu jelas). Jadi mulai berfikir keras.
Ane lalu mensurvei beberapa nama orangnya yang nama belakangnya beragam. Dan ane mulai tertarik pada nama yang menggunakan nama belakang adalah nama dari Ayahnya atau gabungan dari kedua nama orang tuanya (sudah bisa ketebak dong ya oleh kamu, sang pembaca). Yup, dari situ ane mulai mendapat ide, Nama gabungan dari kedua orangtua.
nama Bapak ane ****** dan nama mamak ane ****, jadilah RayLe. Awalnya terdengar asing, tapi saat itu saya belum merubah nama profil ane di akun tersebut. Ane ceritakan niat ane mau merubah nama profil (nama profil lho, bukan nama akte lahir -,-). Dan alhasil, kaka ane yang jahil membajak akun ane dan mengubahnya. Walau agak kesal karena tidak bilang dulu, tapi ya sudah.
Jadilah nama akun ane hingga saat ini selalu ada "RayLe" nya hingga orang-orang manggil RayLe padahal itu nama Bokap nyokap (ce i le gaya), dan jika orang melihat naama itu, mereka langsung tahu kalau itu ane.
Terimakasih.
Sudah menyempatkan baca(Walau tidak begitu penasaran dengan judul artikelnya)
Buat yang penasaran semoga terjawab dan tak menghantui -Hihihihihi (-,- serem)
Sanpai jumpa di artikel berikutnya.
Kalau kau suka. Comment.
Tinggalkan pesan mu ^,^
Wasalam.
Jazakumullah.
Bye.
Beberapa tahun lalu ketika aku memulai nama itu menjadi nama tambahan dibelakang "Melisa". Memang kelihatan tidak bersyukur (ini salah satu penyakitnya). Pada sebuah akun media sosial, jika membuat nama profil harus terdiri dari dua kata. Nah nama ane cuman satu kata - 6 huruf. Awalnya pakai tambahan "Melisa duank", cuman bertahan beberapa bulan saja, kurang keren, ganti dengan "Melisa Ajja". Cuman bertahan beberapa bulan juga, kurang mantap dan sedikit pasaran untuk "Ajja"-nya. Oke , ingin diganti tapi bingung harus dengan nama apa. Sesuatu yang unik, bagus, melekat dan bisa diketahui orang langsung kalau itu pasti akun ane. Secara yang namanya Melisa buaannnyyaaak(Ya itu jelas). Jadi mulai berfikir keras.
Ane lalu mensurvei beberapa nama orangnya yang nama belakangnya beragam. Dan ane mulai tertarik pada nama yang menggunakan nama belakang adalah nama dari Ayahnya atau gabungan dari kedua nama orang tuanya (sudah bisa ketebak dong ya oleh kamu, sang pembaca). Yup, dari situ ane mulai mendapat ide, Nama gabungan dari kedua orangtua.
nama Bapak ane ****** dan nama mamak ane ****, jadilah RayLe. Awalnya terdengar asing, tapi saat itu saya belum merubah nama profil ane di akun tersebut. Ane ceritakan niat ane mau merubah nama profil (nama profil lho, bukan nama akte lahir -,-). Dan alhasil, kaka ane yang jahil membajak akun ane dan mengubahnya. Walau agak kesal karena tidak bilang dulu, tapi ya sudah.
Jadilah nama akun ane hingga saat ini selalu ada "RayLe" nya hingga orang-orang manggil RayLe padahal itu nama Bokap nyokap (ce i le gaya), dan jika orang melihat naama itu, mereka langsung tahu kalau itu ane.
Terimakasih.
Sudah menyempatkan baca(Walau tidak begitu penasaran dengan judul artikelnya)
Buat yang penasaran semoga terjawab dan tak menghantui -Hihihihihi (-,- serem)
Sanpai jumpa di artikel berikutnya.
Kalau kau suka. Comment.
Tinggalkan pesan mu ^,^
Wasalam.
Jazakumullah.
Bye.
Minggu, 02 Oktober 2016
Marsha - Part VII
Marsha sudah berhasil keluar dari ruangan itu, tinggal
satu pintu lagi dan ia bisa mendorong lelaki bringas itu dan mengurungnya dari
luar.
Mata
marsha tak lepas dari fokus mencari titik lengah Pak Chandra.
“Marsha”
langakah kakinya berhenti.
“i-i-iya
pak”
“Apa
kamu yakin akan ke rumah saya? Kau tidak berbohongkan?”
Marsha
terdiam. Ia tidak bisa menunggu. Gadis itu pun mendorong kuat lelaki bringas
itu dan berlari menuju pintu luar yang menjadi jalan satu-satunya.
Tapi
Marsha kurang cepat. Lelaki itu memegang kakinya dan ia pun terjatuh. Lelaki
itu menggenggam erat kaki Marsha dan menariknya. Dan melepas jilbab biru tua
Marsha. Perlahan ia sudah akan merobek baju Marsha. Kebuasannya semakin
menjadi. Marsha hanya bisa menangis. Suaranya sudah serak. Dunia terasa gelap.
Ia sudah kehabisan tenaga.
Brruukkkk!!!.
Pintu ruangan itu terhempas kuat dan terlempar hingga mengenai lelaki itu.
lagi-lagi Marsha selamat. Tapi rambutnya terurai.
“Marshaaaa….”
Dengan
keadaan lemah, Marsha berusaha menoleh.
“Far-han”
ia tersenyum dalam hati ia membatin ‘Farhan kau terlambat’.
Farhan
dengan sigap membawa Marsha keluar ruangan dan membuka jaket dan memakaikannya
ke kepala Marsha untuk menutupi rambutnya.
Tanpa
ampun Farhan menghajar habis-habisan lelaki bringas itu. Dunia perlahan-lahan
terasa gelap bagi Marsha.
“Farhan,
lagi-lagi dia datang seperti superhero, keren sekali tadi” Batin Marsha dan ia
pun jatuh terkulai.
***
“Farhan
baik-baik aja kok, cuman kakinya masih sakit belum bisa diajak jalan dulu, jadi
main-mainnya setelah Farhan sembuh ya Marsha” Marsha kecil dengan wajah sedih
harus menerima asalan Mama Farhan.
“Kalau
begitu salam buat Farhan, dan ini buat dia semoga lekas sembuh”
“Waah,
ini syal, Marsha yang buat?” Marsha mengangguk “makasih ya”
Farhan mengintip dari balik jendela, kesedihan juga
tergambar dari wajahnya.
“Kalau mau ketemu sama Marsha, kenapa menolak begitu”
Papa menangkap basah Farhan.
“Si-siapa juga yang mau ketemu dia, si cengeng” Farhan
jadi salah tingkah.
“Marsha mencemaskanmu, tapi kamu malah dingin
dengannya, kamu marah ya? Gara-gara nolongin dia dan sok jagoan gitu malah buat
kamu jadi sakit begitu”
“Farhan gak marah kok Pa!”
“Terus? Kenapa dong?”
“Farhan malu Pa, gak punya kekuatan seperti super
hero, Farhan malu sama Marsha, seharusnya Farhan punya ilmu agar bisa membuat
mereka lebih merasakan sakit, tapi Farhan cuman gantikan posisi Marsha yang
dipukulin, itu sama sekali gak bisa nolongin Marsha”
“Siapa bilang, kamu sudah superhero, keberanian kamu
yang luar biasa itu adalah kekuatanmu.”
“Papa bilang gitu untuk nyenangin hati doang”
“Ya jelas dong, masa nyakitin. Gini aja, kamu yakin
mau punya ilmu? Biar jadi superheronya Papa,Mama,Marsha dan teman-temanmu
lainnya?
“Mau pa”Farhan mengangguk semangat.
“Bagus, kalau begitu kamu harus cepat sembuh..okey”
“ngomong soal sembuh, ini untuk kamu dari Marsha” Mama
baru saja masuk ke rumah setelah Marsha pamitan pulang “Kamu harus temui dia,
dia khawatir banget”
Farhan membuka kotak merah itu. sebuah syal
biru-rajutan tangan sendiri. Ia langsung menggunakan syal itu dan melihat
keluar jendela. Masih ada Marsha disana yang melangkah pergi.
“Terimakasih Marsha, setelah ini aku pasti akan lebih
kuat lagi”.
Kejadian yang dialami Farhan 3 hari setelah kejadian
segerombolan anak badung yang menghadang jalan Farhan dan Marsha yang sedang
asyik bermain sepeda. Tak menerima atas hal itu beberapa dari mereka menganggu
Marsha yang baru saja pulang sekolah. Kebetulan hari itu Marsha dan Farhan
tidak pulang bersama karena Farhan ada latihan sepakbola. Tapi, ada hal yang
mengganjil dihati Farhan ia pun berlari mengejar Marsha dan betapa terkejutnya
melihat anak-anak badung itu menjambak-jambak rambut Marsha dan tertawa senang.
Alhasil dengan penuh emosi Farhan berlari dan berusaha menyelamatkan Marsha.
Dengan badan kecil dan kekuatan anak kecil tak menolong sama sekali , malah ia
yang terluka. Setidaknya Marsha tidak diganggu lagi.
Marsha masih merasa bersalah pada Farhan. Ditambah
lagi Temannya itu tak ingin bertemu dengannya. Selama seminggu Farhan libur
sekolah. Dan selama itu Marsha masih belum punya kesempatan untuk bicara dengan
Farhan. Farhan seperti menghindar darinya. Marsha hanya bisa diam. Ia berharap
Farhan agar kembali berteman dengannya. Namun kesempatan itu tidak ada.
Hitungan hari, minggu berganti menjadi bulan. Marsha lebih banyak menghabiskan
waktu bermainnya di rumah. Ia jarang main diluar. Ayah dan Mama juga melarang
karena khawatir anak-anak badung itu akan muncul lagi dan menyerang.
Beberapa kali kesempatan Marsha sempat melihat Farhan
belajar bela diri ditaman bersama dengan Ayahnya. Marsha ingin sekali menyapa,
tapi lagi-lagi ia mengurungkan niat itu.
Hingga suatu hari.
“Undangan?”
“Iya, Keluarga Farhan mengajak kita sekeluarga hadir
disana?”
“Farhan ikut lomba Taekwondo, kamu mau ikutkan
Marsha?”
Marsha tampak ragu.
“Tadi, Farhan sendiri yang langsung bilang, jangan
lupa ajak kamu juga”
Marsha hanya diam.
“Ayah sama Marsha saja yang pergi, Nadine masi
rewel-rewelnya”
“Ya,udah”
Tibalah hari perlombaan. Babak final. Marsha, Ayah,
Mama dan Papa Farhan duduk berdekatan menyaksikan Farhan tanding.
Perlombaan berlangsung alot. Saingan Farhan tidak bisa
diremehkan. Beberapa kali Farhan hampir menerima pukulan mati. Marsha yang
menyaksikan ikut tegang dan berharap Farhan menang.
“Ya Allah, berikanlah kemenangan buat Farhan” Batin
Marsha.
Setelah melalui pertandingan yang sengit. Akhirnya
Farhan menjadi juara 1 tingkat kota. Teman-teman satu sekolah juga hadir dan
berlari mengucapkan selamat untuk Farhan, merekapun mengangkat badan Farhan, ia
tersenyum lepas. Marsha yang duduk dibangku penonton ikut terharu melihat
kemenangan Farhan. Farhan melihat Marsha yang terenyum bahagia. Marsha
mengacungkan dua jempol pada Farhan saat mata mereka bertemu. Farhan tersnyum
bahagia.
Semenjak hari itu mereka berdua kembali bermain
bersama. Dan tidak beberapa lama kemudian Farhan harus pindah.
***Bersambung Part VIII ~ Terbit Senin/Kamis
Kamis, 29 September 2016
Marsha- Part VI
Jari-jemari yang menari diatas keyboard, mata belok
dengan bulu mata yang panjang terus memindahkan pandangannya dari kertas-kertas
yang tertumpuk ke monitor.
“Pak
Chandra masih nyuruh kamu lembur? Kerjaan setumpuk ini bakalan diselesaikan
hari ini? gila “ komentar Siti rekan kerja sekaligus teman rempongnya Marsha.
Dari tadi ia terus memperhatikan teman satunya itu bekerja keras.
“Laporan
ini harus segera diselesaikan, ini untuk proyek lusa Beliau”
“Ha?
Beliau? Aku gak salah dengar?” Marsha hanya geleng-geleng tersenyum mendengar
teriakan geli teman rempongnya itu. “Cuman kamu yang sopan banget sama Pak Chan
itu sampai panggil Be-be-be..”
“Beliau”
“Iya
itu, biasa aja lagi manggilnya. Sekarang aku jadi ngerti kenapa kamu selalu
yang disuruh ngerjain tugas sebanyak ini, karena kamu terlalu baik sama dia,
semua karyawan rata-rata gak suka dengan Pak Chan itu”
“He-em”
Siti
yang ingin melanjutkan silat lidahnya tiba-tiba diam terpaku, yang diomongin
datang.
“Bapak”
“mm..Marsha,
saya cuman ingatkan tugas ini harus diselesaikan hari ini dan langsung diantar
ke ruangan saya, mengerti?” Pak Chandra bicara dengan Marsha tapi matanya
melirik tak senang ke arah siti yang tiba-tiba jadi sibuk sendiri dengan
computer. “Kamu jangan kebanyakan gossip nanti tugasmu terbengkalai, ya sudah
kalau begitu saya pergi dulu”
“Ya
pak”
Siti
tetap pura-pura sibuk dan Pak Chandra
terus menatap siti tak senang.
Sudah pukul 5 lewat 30 menit. Marsha masih terus sibuk
dengan tumpukan kertas dan monitornya.
“Kamu
yakin baik-baik aja?”
“Iya
aku baik-baik aja, kamu duluan aja”
Siti
menarik napas panjang. Ia tidak tega melihat temannya itu.
“Aku
tem-“
“Pulanglah”
Kali
ini Siti mengalah.
***
Mobil
sport merah yang melaju dijalan dengan kecepatan sedang. Pengendaranya tidak
sabar berada di tempat tujuannya “Restoran Pak Broto”.
Mobil
yang sudah lama-lama ia nantikan akhirnya datang juga, namun sayang minggu
depan ia akan meninggalkan mobilnya yang baru datang dari Australia itu.
“Kak
Farhan, sudah lama gak main kesini” Nadine menyambut ceria.
“Kakak
ada banyak urusan dan sepertinya ini bakalan jadi kunjungan terakhir”
“lho
kenapa? Ada proyek lagi? Kakak ke luar negeri lagi?”
Farhan
mengangguk membenarkan.
“Dimana
Kak Marsha?”
“belum
pulang” jawab Nadine ketus.
Farhan
hanya tersenyum mendengar jawaban adik bungsu Marsha itu yang berubah dingin.
Marsha
pulang lama lagi? Lembur? Ini sudah jam 8 lewat.
Ia
meraih ponselnya. Dan mengetuk kontak “Marsha-ku”.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam,
Marsha”
“Farhan?
Ini nomor kamu?”
“Iya,
kamu dimana sekarang?”
“Aku
masih dikantor, ada laporan yang harus diselesaikan hari ini”
“Tapi
se-“
“Maaf
Farhan, aku tutup telponnya, aku harus ke ruangan Pak Chandra dulu,bye”
“owh
baiklah” Tapi sebelum Farhan menjawab telponnya sudah putus.
Marsha
merapikan berkasnya sebelum mengetuk pintunya, ia juga merapikan pakaiannya.
Saat sudah mantap akan mengetuk, tiba-tiba ada rasa keraguan muncul begitu saja
tanpa sebab. Bukan karena khawatir tugas yang kerjakan salah, atau masih ada
file yang belum lengkap tapi.
“Marsha?
Kenapa diluar saja ayo masuk” Tiba-tiba pintu sudah terbuka Pak Chandra sudah
ada didepannya. “Ayo masuk” sekali lagi Pak Chandra memintanya masuk.
Dengan
perasaan ragu dan khawatir gadis berjilbab biru itu masuk.
“Saya
sudah menunggu dari tadi, kenapa lama sekali?” Pak Chandra mempersilahkan
Marsha duduk.
“Maafkan
saya pak, tapi saya sudah berusaha untuk menyelesaikannya sesegera mungkin.”
“Ya
saya sangat menghargai kerja kerasmu” Pak Chandra mulai berdiri dan
membelakangi Marsha.
Marsha
mulai merasa gelisah, ada perasaan tidak mengenakkan.
“Maaf
Pak, apa saya sudah boleh pulang sekarang? Keluarga saya sudah menelpon dan
saya tidak mau mereka khawatir”
“Boleh
saja asalkan laporan ini sudah benar”
Marsha
yang sudah setengah berdiri terheran-heran dengan kalimat tersebut.
“Tapi,
Laporan itu sudah benar saya kerjakan”
“Itu
menurutmu, aah..ini tidak adil” Pak Chandra mulai mengelilingi ruangan
tersebut. “saya sudah menunggu hingga sampai semalam ini dan kamu pulang begitu
saja tanpa tahu apakah semua ini benar atau tidak” Pak Chandra menghamburkan
kertas yang sudah seharian Marsha kerjakan.
Raut
wajah kecewa Marsha tak bisa disembunyikan.
“Maaf
Pak, apa maksud Pak Chandra melakukan hal itu-“
“Kamu
ingin pulang kan? Silahkan keluar!”
Dengan
perasaan kecewa yang tak bisa dijelaskan, mungkinkah ini perasaan ganjilnya
dari tadi?. Marsha melangkah mendekati pintu ruangan, saat akan membukanya
pintu itu terasa sulit dibuka.
“Pak
Chandra pin-“
“Apa
kamu kira bisa keluar dengan mudahnya di ruangan saya ?” suara Lelaki berbadan
besar itu terasa sangat dekat ditelinga Marsha. Ia bahkan tak sanggup menoleh.
Tangannya beku, tetap mengenggam pintu.
“Ini
sudah hampir jam 9, kenapa ia belum pulang juga, apa dia sudah menelpon tante?”
“Belum
nak, terakhir tadi habis maghrib dia bilang masih mengerjakan laporannya jadi
pulang terlambat”
Tiba-tiba
Farhan merasakan hal yang ganjil.
“Tante,
Farhan jemput Marsha dulu,”
“Mohon
bantuannya nak Farhan”
Mama
Marsha kembali disibukkan melayani pelanggan yang datang, malam adalah waktu
yang sangat ramai, banyak pengunjung yang datang.
Sementara
itu Marsha tengah berjuang untuk bisa keluar dari penjara itu. Ia berkali-kali
berhasil menghindar dari lelaki yang ternyata bringas itu. Marsha sudah dua
kali terhempas di kursi panjang itu dan lelaki itu sudah mau menirkamnya,
dengan kekuatan yang tersisa dan minim ilmu bela diri gadis berjilbab biru itu
berusaha mengirim pukulan dengan kaki panjangnya. Ia berusaha mencari kunci
ruangan itu. terus megedor-gedor pintu dan berteriak-teriak minta tolong. Ingin
sekali ia menelpon, tapi Pak Chandra yang sudah berubah menjadi buas itu menyita
tasnya.
“Kamu
kira kamu bisa begitu mudahnya menjauhi saya, saya sudah lama menanti hal ini,
saya sudah lama ingin bersama denganmu” lelaki bringas itu memeras erat tangan
Marsha. Marsha berusaha melawan. Dengan kekuatan yang masih ada, ia mendorong
binatang buas itu. lelaki itu tampak lemah, ia seperti sedang mabok. Melihat ia
terjatuh dilantai dan lemah. Marsha berlari mengambil tasnya dan segera
memencet tombol dial, panggilan terakhir.
“Assalamu’alaikum
Marsha, kenapa kamu baru mengangkat telponku, kamu dimana sekarang?”
“Farhaaann….tolong
aku..Farhaaaann..” hanya kata itu yang bisa ia ucapkan, dengan nafas
tersengal-sengal, tangan yang menginggil “aaarrgghh…” teriakan Marsha membuat
Farhan bertambah khawatir. Ia menambahkan kecepatan. Mobil sport merah melaju
kencang.
“Marshaaa…..”
Telpon
masih tetap tersambung. Sayup-sayup terdengar suara laki-laki buas itu.
“Apa
kamu kira kamu bisa menjauhi saya, hah?”
Farhan
terus berpikir keras.
“Maaf Farhan, aku tutup telponnya, aku harus
ke ruangan Pak Chandra dulu,bye”
Pak Chandra.
“Lepaskan
saya pak, Saya mohoonn……” Marsha terus menangis.
Lelaki
bringas itu terdiam. Ia melepaskan genggamannya. Ia memandang gadis berjilbab biru-yang
sudah tak karuan bentuk jilbabnya, ia tiba-tiba ikut menangis.
“Maafkan
saya Marsha, saya sebenarnya tidak ingin menyakitimu, tapi saya tidak tahu
harus bagaimana lagi agar kamu bisa melihat saya, saya sudah berusaha berbagai
macam cara agar dekat denganmu, agar bisa bersamamu, sudah sekian tahun saya
menunggu, saat saya sudah mendapatkan jabatan ini, saya pikir ini kesempatan
saya, maafkan saya Marsha” ia memukul-mukul kepalanya seperti merasa bersalah
“Maafkan saya Marsha, apa kau terluka, hah?”
Marsha
terdiam, ia menahan isak tangisnya. Ia menunggu waktu yang tepat untuk lari.
“Sepertinya
aku sudah berlebihan, kita bicara baik-baik, ayo berdirilah, saya akan
mengajakmu ke rumah agar lebih nyaman, ayo”
Lelaki
gila. Marsha mengira ia mulai sadar, ternyata bertambah tak warasnya dia.
“Ka-ka
lau begitu, biarkan saya keluar dulu dan merapikan pakaian saya, ba-baru
setelah itu kita pergi”
“Benarkah?
Kalau begitu kenapa tidak dari tadi saja begini, seharusnya saya bisa
membujukmu lebih lembut, silahkan rapikan dirimu di kamar mandi”
“Peralatan
saya masih tertinggal dari ruang kerja saya , izinkan saya keluar dari sini..”
“TIDAK!!
Tidak, kamu pastikan akan kabur”
“Kenapa
kamu tidak ikut juga sekalian, kalau khawatir saya kabur”
Lelaki
bringas itu terdiam sejenak. Lalu mengangguk setuju.
Marsha
langsung bergegas merapikan tasnya. Telponnya ternyata sudah putus.
Mereka
berdua pun keluar dari ruangan yang sudah tak karuan itu.
Farhan melesat memasuki gedung itu. mobilnya ia parkir
tepat didepan pintu lobby. ia meraih jaket dan keluar dari mobil.Farhan sudah berlari.
“Maaf
pak, Anda siapa?” salah seorang security menahan Farhan.
“Saya
Farhan, Marsha ada dialam dan ia sedang dalam bahaya”
“Maaf
Pak, tapi semua karyawan sudah tidak ada lagi didalam dan sudah pulang, yang ada
palingan cleaning service”
“Apa
kau yakin? Kau sudah melihatnya?”
“Mengen-“
Plak! Farhan mengelurakan jurusnya. Security itu pingsan. Farhan tidak punya
banyak waktu.
Ia
terus berlari masuk ke dalam. Ia bertemu dengan cleaning service.
“Dimana
ruangan Pak Chandra?” Tanya Farhan dengan penuh emosi.
***
Bersambung Part VII ~ Terbit Senin/Kamis
Senin, 26 September 2016
Marsha- Part V
“Marshaaaaa…” teriakan mama dari dapur memecah ruangan
“ada Farhan”
“iya
maaa…” Marsha kecil berlari dengan semangat.
Hari
itu Marsha kecil dan Farhan kecil janjian untuk bermain sepeda bersama. Farhan
janji mengajarkan Marsha kecil agar bisa bermain sepeda mengingat M
arsha yang
beberapa waktu lalu jatuh belum bisa menyeimbangkan sepeda dengan baik.
“kamu
pegang yang kuat ya Farhan, jangan dilepas lhoo” cemas Marsha sambil terus
menggayuh sepedanya.
“iya..iya..kamu
terus kedepan matanya, focus, jangan lirik-lirik ke belakang terus”
“iyaa….”
Setelah mengucapkan hal itu Marsha jatuh karena ada batu “aarrrggh..”
Bruk!
Untuk kesekian kali Marsha terluka lagi.
“sudah
ku bilangkan, focus sama jalanan…” Marsha yang cemberut sambil meringis
kesakitan.
Farhan
mengambil kotak p3k didalam tas yang terus ia sandang.
“Kamu
sudah nyiapin ini semua?”
“Ini
untuk darurat, lagipula kejadian ini kemungkinan terjadi”
Marsha
berdecak kagum. Farhan terlihat seperti Ayahnya. Sangat cekatan mengobati
lukanya.
“sudah
siap, sekarang kita mau lanjut lagi atau tidak?”
“Lanjuuuttt…..”
Seiring
waktu berlalu. Marsha sudah mulai lancar mengendarai sepeda, kini Farhan tak
perlu memegangi sepeda Marsha. Mereka bahkan sudah bersepeda masing-masing.
Mengelilingi komplek rumah mereka yang masih sepi penduduk. Hingga suatu hari
segerombolan anak-anak yang 3 tahun lebih besar dari usia mereka berdua
menghadang jalan mereka. Sepeda mereka ditahan dan mereka diminta turun.
“Wooii…
mana uang lu” Salah seorang dari mereka yang berbadan besar menarik kerah baju
Farhan kecil.
“Uang?
Saya gak punya uang” jawab Farhan tanpa gentar. Ia justru terus melirik ke arah
Marsha. Marsha terus dijahili oleh dua orang yang menarik-narik rambutnya.
Gadis kecil berambut gaya loli itu menangis tertahan. Farhan tidak senang
melihat itu.
“woii..
bocah jangan bohong lu” anak itu memeriksa saku Farhan. Nihil tidak ada isinya.
“Apaan niiih… woi Genta, lho bilang ni anak orang kaya, mana buktinya, miskin
gini” ia menghempas Farhan ke tanah.
“Farhaann…”
Teriakan kuat Marsha membuat segerombolan anak badung itu terkaget-kaget.
Beberapa warga yang lewat mulai mendekat melihat apa yang terjadi. Segerombolan
anak badung kabur. Farhan terus menatap Marsha tanpa berkedip sedikitpun. Ia
mematung. Marsha terus saja menangis mengkhawatirkan Farhan.
“Apa
kau baik-baik saja? Apa kau terluka? Hikss..hiks…hikss”
Farhan
kecil malah tersenyum. Ia membelai lembut rambut panjang teman kecilnya itu.
“Aku
baik-baik saja, kenapa kau terus menangis”
***
“Memang
dasarnya perempuan itu suka menangis” komentar Ayah menimpali pertanyaan Nadine
yang terhern-heran melihat peran utama yang sangat melankolis.
“Bukanlah,
perempuan itu memiliki perasaan yang sangat sensitif, ditambah lagi ketika
orang yang dia sayang menderita, wuiih sedihnya bahkan bisa melebihi orang
terluka itu” jelas Mama yang tak mau kalah.
Marsha
yang baru saja pulang dari kantor melihat kedua orang tuanya dan adik bungsunya
menonton drama korea yang sedang booming di tv. Ia hanya menggeleng-geleng
melihat dan berlalu pergi menuju kamarnya yang dilantai atas.
“Kak
sha, udah pulang kok gak nyapa siih?” Sapa Nadine yang melihat kakaknya berlalu
tanpa basa-basi.
“Kakakmu
takut ganggu kamu nonton drama korea, untung aja kakak mu lewat gitu aja,
biasanya? Bakal dimati-in” Mama malah menimpali pertnyaan anak bungsunya..
“Mama….”
“Nadine,
cepat bantu Ayah” Pak Broto sudah mulai bekerja di dapur. Kali ini sengaja menganggu
anak bungsunya yang tengah asyik menonton serial favoritenya.
“Ayaahh….
Sebentar lagii… Ayah sengaja ni…”
Marsha
menghempaskan tubuhnya dikasur. Ia memandang langit-langit kamarnya yang
berwarna biru muda. Ia ikut memikirkan pertanyaan adiknya tadi. Pertanyaan itu
mengingatkan sebuah kenangan lama.
“Aku
baik-baik saja..kenapa kau terus menangis? Perempuan itu memang dasar penangis”
Marsha
kecil yang daritadi mencemaskan diri Farhan dan menagis kini terdiam dan raut
mukanya berubah kesal. Ia memukul Farhan sampai kesakitan.
“Kenapa
kamu tiba-tiba memukulku,hey”
Marsha
berdiri dan mengambil sepedanya lalu mengayuhnya meninggalkan Farhan yang masih
terbengong-bengong.
Gadis
bermata belok dengan bulu mata yang panjang itu tiba-tiba menangis dalam diam.
Lagi-lagi ia masih memikirkan masa lalu. Bukankah ia yang memutuskan untuk
melupakan lalu kenapa begini. Ia menghapus air mata yang terlanjur membasahi
pipinya.
“Apa
memang dasar perempuan itu penangis” batinnya.
“Kakak
jangan lupa makan malam” Teriak Nadine dari lantai bawah.
Ia
pun bergegas ke kamar mandi dan persiapan shalat.
***
Farhan
membereskan barang-barangnya di hotel. Seminggu lagi ia harus terbang ke Turki
untuk proyek berikutnya. Ini adalah proyek pertamanya berada di negeri Eropa, sedikit
lebih jauh dari sebelumnya.
“Iya,
Ma, minggu depan Farhan pergi...Mama sama papa gak perlu repot-repot
nganterin…baiklah” Farhan menutup telponnya dengan perasaan gelisah. Ia tahu
walaupun ia sudah sering ke luar negeri, tapi tempat yang akan ia datangi
sangat jauh dari kotanya, pasti orang tuanya sangat khawatir. Dia juga
merasakan khawatir, apalagi ia sudah mulai akrab kembali dengan Marsha. Ada
rasa bahagia yang muncul dari sudut hatinya.
Tiba-tiba
ia ingin menelpon Marsha. Menurutnya bincang-bincang kala itu sudah menunjukkan
bahwa gadis itu sudah tidak dingin lagi padanya.
Ia
meraih ponselnya kembali dan mencari kontaknya. Kontak itu bernama “Marsha-ku”.
Telponnya
tersambung tapi tidak diangkat. Sudah tiga kali mencoba. Ia pun merasa sedikit
kecewa. Ia hempaskan badanya ke kursi tempat tidur. Memandang langit-langit.
“Apa
mungkin tidak usah kuberitahu, toh selama ini juga tidak pernah memberitahunya,
kenap tiba-ti---Halo” seketika Farhan mengangkat telponnya ketika Hpnya
bergetar. Ia seperti sangat menanti ‘Marsha-ku’ yang menelpon kembali.
“Farhan”
“Oh,
Kamu”
“Kenapa?
Lagi nungguin telpon dari seseorang special?”
“Bukan
siapa-siapa, ada apaan nelpon?”
Marsha menaruh smartphonenya. Ia mencoba menelpon
balik nomor yang tak dikenal itu tapi sibuk.
“Mungkin
orang iseng” piker gadis itu.
Ia
menarik selimut dan mulai membaca novel yang baru ia beli.
Farhan yang sudah selesai berbincang via telpon dengan
rekannya di Turki nanti, terpaku menatap layar ponselnya, ada panggilan tak terjawab dari orang yang dinantikan.
Ia
ingin segera menelpon kembali tapi tertahan. Ia lihat jam. Sudah pukul sepuluh
malam. Ini bukan waktu yang tepat.
“Apa
sebaiknya ku kirim pesan?”
***
Bersambung Part VI ~ Terbit Senin/Kamis
Kamis, 22 September 2016
Marsha- Part IV
Malam ini nadine sudah sibuk melayani para pelanggan.
Restaurant Pak Broto ramai karena malam minggu. Banyak anak muda dan juga
keluarga besar yang datang untuk mencicipi masakan Restaurant keluarga Pak
Broto yang terkenal enak di kompleks.
“nadine, pesanan meja 28” Pak Broto menaruh tiga
mangkok miso di meja pesanan sambil memencet bel.
“Baik, Bos” nadine dengan sigap membawa makanan itu
dan segera menuju meja yang dituju.
“sibuk neng?” sapa Farhan yang datang bersama dengan
teman-temannya. Ia mempersilahkan teman-temannya duduk duluan.
“iya atuh kang, neng sibuk pisan,haha” mengelap
keringat didahinya. “mau pesan apa kang?”
“miso 4 porsi plus teh herbal”
“sip” nadine bergegas menuju dapur setelah mencatat
pesanan.
“eiittss...nad, kak Marsha sudah pulang kerja”
Nadine berhenti sejenak, ia memberi isyarat belum.
Farhan merasa cemas. Ia melirik jam tangan ditangan kirinya. Sudah pukul 9
malam.
“Farhan, ayo sini” temannya yang sudah duduk di meja
yang ditunjuk Farhan tadi terus memanggil Farhan.
“sorry guys, gue harus pergi sebentar,”
“loe mau kemana?” yang ditanya tidak menjawab sudah
berlari pergi.
Marsha sudah merapikan mejanya. Ia memasukkan
barang-barang penting ke dalam tas hitamnya. Tak lupa ia mengganti sepatu hak
tingginya dengan sendal biasa.
Ia melangkah keluar ruangan. Menuju lift. Memencet
tombol lantai satu. Siti teman rekan kerjanya sudah pulang dari tadi, setelah
menerima telpon tadi sore ia pulang lebih awal, terpaksa ia lembur sendiri.
Marsha berdiri di depan lift. Menghela nafas panjang sambil menenteng sepatu
hak tinggi dan menyandang tas hitamnya yang lumayan berat.
Pintu lift terbuka. Kosong. Tidak ada siapa-siapa. Ia
pun masuk dan menutup pintu lift. Berada di dalam lift sendiri di saat malam
hari seperti ini membuat Marsha mau tidak mau jadi teringat kejadian semalam.
Sangat mencekam. Tiba-tiba rasa ketakutan menyapanya. Tidak biasanya ia seperti
ini. Bulu romanya merinding.
Farhan berlari sehabis turun dari bus. Ia sudah sampai
di gerbang. Ia melirik ke arah pos satpam. Ada lelaki separuh baya berseragam
hitam tertidur sambil memegang tongkat satpam. Ia mendekati pak satpam tersebut
dan membangunkannya. Pak satpam itu terkejut ia sempat latah.
“Eh.. kamu siapa? ada perlu apa?” Pak Satpam sampai
kelagapan. Farhan tertawa melihat tingkah laki-laki berseragam hitam dengan
posisi tongkat yang seperti siap melayang ke arah Farhan.
“Saya kesini mau jemput sese-“
“Farhan?” suara yang amat dikenal. Suara yang sangat
lembut.
“Nah, itu dia orangnya, saya permisi dulu ya pak”
Farhan melangkah mendekat ke arah perempuan berkerudung cokelat itu.
“kenapa kamu ada disini?” mereka berdua sudah berjalan
keluar gerbang meninggalkan Pak Satpam yang sudah kembali tidur di kursi
jaganya.
“menjemputmu”
“apa? Untuk apa?”
Bus terakhir malam itu sudah sampai ditempat mereka
berdiri.
“ayo naik,” Laki-laki tinggi berkulit putih itu tidak
menjawab ia tetap tersenyum membuat kesal Marsha.
Mereka duduk terpisah. Marsha berada tempat duduk yang
dekat jendela disebelah kiri badan Bus sedangkan Farhan di seberangnya. Awalnya
Farhan ingin duduk disamping Marsha tapi Marsha meletakkan tas hitam dan
tentengannya di kursi sebelahnya. Farhan mau tidak mau memilih kursi lain.
Malam itu tidak terlalu banyak penumpang.
“Untuk apa menjemputku, aku bukan anak kecil lagi”
“kamu tidak ingat cerita semalam, bahaya pulang malam
sendirian”
Marsha hanya diam. Ia juga berpikir demikian.
“Apa Ayah yang menyuruhmu?”
“bukan, ini inisiatifku sendiri”
Marsha terkejut. Ia menoleh ke arah Farhan, tidak
percaya. Farhan juga menoleh ke arah perempuan berkerudung cokelat. Mata mereka
sempat beradu pandang. Farhan memberikan senyum termanisnya,Marsha langsung
memalingkan wajahnya ke jendela. Malam itu mereka tidak terlalu banyak
bercakap.
Mereka tidak lewat gang kecil yang sempit dan gelap
itu. mereka memilih jalan yang lebih ramai dan terang walau jalan itu cukup
jauh untuk bisa sampai daripada gang itu.
Ditengah perjalanan,Farhan berecerita tentang
aktivitasnya mengajar taekwondo, sesekali ia bernostalgia seperti taman yang
sedang mereka lewati, taman yang waktu kecil sering menjadi tempat main mereka.
Ada lagi parit besar, kejadian yang menimpa Marsha waktu jatuh dari sepeda dan
Farhan datang menolongnya.
“kamu masih ingatkan?” Tanya Farhan penasaran sambil
melihat ekspresi Marsha.
Marsha cuman mengangguk.
Farhan merasa sedikit sedih. Marsha seperti tidak
beselera mendengarnya bercerita. Ia pun diam dan terus berjalan. Beberapa detik
kemudian.
“Dan itu..” Marsha menghentikan langkahnya. Farhan
ikut terhenti dan melihat arah yang Marsha tunjuk. “Tempat kesukaanmu kan?”
Farhan tersenyum, Marsha ternyata masih ingat “itu tempat favorit kamu kalau
main petak umpet” mereka berdua tertawa mengenang masa kecil mereka.
“Loe,
kemana aja sih, kita semua udah selesai makan baru nongol”
“sorry
guys, gue tadi ada urusan penting”
“menjemput
wanita sholehah itu ya” salah satu dari mereka yang melihat Farhan dan Marsha
masuk dari restoran tadi bersuara.
Farhan
mengangguk. “Dia putri pemilik restaurant ini”
“Oh
Tuan Putri” Teman-teman mengangguk paham dan tersenyum jahil memandang Farhan.
Lelaki berkulit putih dan berlesung pipi itu mengerutkan dahinya.
***
Bersambung Part V ~ Terbit Senin/Kamis
Langganan:
Postingan (Atom)
Categories |
Popular Posts
|