Kamis, 22 September 2016

Marsha- Part IV

Malam ini nadine sudah sibuk melayani para pelanggan. Restaurant Pak Broto ramai karena malam minggu. Banyak anak muda dan juga keluarga besar yang datang untuk mencicipi masakan Restaurant keluarga Pak Broto yang terkenal enak di kompleks.
“nadine, pesanan meja 28” Pak Broto menaruh tiga mangkok miso di meja pesanan sambil memencet bel.
“Baik, Bos” nadine dengan sigap membawa makanan itu dan segera menuju meja yang dituju.
“sibuk neng?” sapa Farhan yang datang bersama dengan teman-temannya. Ia mempersilahkan teman-temannya duduk duluan.
“iya atuh kang, neng sibuk pisan,haha” mengelap keringat didahinya. “mau pesan apa kang?”
“miso 4 porsi plus teh herbal”
“sip” nadine bergegas menuju dapur setelah mencatat pesanan.
“eiittss...nad, kak Marsha sudah pulang kerja”
Nadine berhenti sejenak, ia memberi isyarat belum. Farhan merasa cemas. Ia melirik jam tangan ditangan kirinya. Sudah pukul 9 malam.
“Farhan, ayo sini” temannya yang sudah duduk di meja yang ditunjuk Farhan tadi terus memanggil Farhan.
“sorry guys, gue harus pergi sebentar,”
“loe mau kemana?” yang ditanya tidak menjawab sudah berlari pergi.
Marsha sudah merapikan mejanya. Ia memasukkan barang-barang penting ke dalam tas hitamnya. Tak lupa ia mengganti sepatu hak tingginya dengan sendal biasa.
Ia melangkah keluar ruangan. Menuju lift. Memencet tombol lantai satu. Siti teman rekan kerjanya sudah pulang dari tadi, setelah menerima telpon tadi sore ia pulang lebih awal, terpaksa ia lembur sendiri. Marsha berdiri di depan lift. Menghela nafas panjang sambil menenteng sepatu hak tinggi dan menyandang tas hitamnya yang lumayan berat.
Pintu lift terbuka. Kosong. Tidak ada siapa-siapa. Ia pun masuk dan menutup pintu lift. Berada di dalam lift sendiri di saat malam hari seperti ini membuat Marsha mau tidak mau jadi teringat kejadian semalam. Sangat mencekam. Tiba-tiba rasa ketakutan menyapanya. Tidak biasanya ia seperti ini. Bulu romanya merinding.
Farhan berlari sehabis turun dari bus. Ia sudah sampai di gerbang. Ia melirik ke arah pos satpam. Ada lelaki separuh baya berseragam hitam tertidur sambil memegang tongkat satpam. Ia mendekati pak satpam tersebut dan membangunkannya. Pak satpam itu terkejut ia sempat latah.
“Eh.. kamu siapa? ada perlu apa?” Pak Satpam sampai kelagapan. Farhan tertawa melihat tingkah laki-laki berseragam hitam dengan posisi tongkat yang seperti siap melayang ke arah Farhan.
“Saya kesini mau jemput sese-“
“Farhan?” suara yang amat dikenal. Suara yang sangat lembut.
“Nah, itu dia orangnya, saya permisi dulu ya pak” Farhan melangkah mendekat ke arah perempuan berkerudung cokelat itu.
“kenapa kamu ada disini?” mereka berdua sudah berjalan keluar gerbang meninggalkan Pak Satpam yang sudah kembali tidur di kursi jaganya.
“menjemputmu”
“apa? Untuk apa?”
Bus terakhir malam itu sudah sampai ditempat mereka berdiri.
“ayo naik,” Laki-laki tinggi berkulit putih itu tidak menjawab ia tetap tersenyum membuat kesal Marsha.
Mereka duduk terpisah. Marsha berada tempat duduk yang dekat jendela disebelah kiri badan Bus sedangkan Farhan di seberangnya. Awalnya Farhan ingin duduk disamping Marsha tapi Marsha meletakkan tas hitam dan tentengannya di kursi sebelahnya. Farhan mau tidak mau memilih kursi lain. Malam itu tidak terlalu banyak penumpang.
“Untuk apa menjemputku, aku bukan anak kecil lagi”
“kamu tidak ingat cerita semalam, bahaya pulang malam sendirian”
Marsha hanya diam. Ia juga berpikir demikian.
“Apa Ayah yang menyuruhmu?”
“bukan, ini inisiatifku sendiri”
Marsha terkejut. Ia menoleh ke arah Farhan, tidak percaya. Farhan juga menoleh ke arah perempuan berkerudung cokelat. Mata mereka sempat beradu pandang. Farhan memberikan senyum termanisnya,Marsha langsung memalingkan wajahnya ke jendela. Malam itu mereka tidak terlalu banyak bercakap.
Mereka tidak lewat gang kecil yang sempit dan gelap itu. mereka memilih jalan yang lebih ramai dan terang walau jalan itu cukup jauh untuk bisa sampai daripada gang itu.
Ditengah perjalanan,Farhan berecerita tentang aktivitasnya mengajar taekwondo, sesekali ia bernostalgia seperti taman yang sedang mereka lewati, taman yang waktu kecil sering menjadi tempat main mereka. Ada lagi parit besar, kejadian yang menimpa Marsha waktu jatuh dari sepeda dan Farhan datang menolongnya.
“kamu masih ingatkan?” Tanya Farhan penasaran sambil melihat ekspresi Marsha.
Marsha cuman mengangguk.
Farhan merasa sedikit sedih. Marsha seperti tidak beselera mendengarnya bercerita. Ia pun diam dan terus berjalan. Beberapa detik kemudian.
“Dan itu..” Marsha menghentikan langkahnya. Farhan ikut terhenti dan melihat arah yang Marsha tunjuk. “Tempat kesukaanmu kan?” Farhan tersenyum, Marsha ternyata masih ingat “itu tempat favorit kamu kalau main petak umpet” mereka berdua tertawa mengenang masa kecil mereka.
            “Loe, kemana aja sih, kita semua udah selesai makan baru nongol”
            “sorry guys, gue tadi ada urusan penting”
            “menjemput wanita sholehah itu ya” salah satu dari mereka yang melihat Farhan dan Marsha masuk dari restoran tadi bersuara.
            Farhan mengangguk. “Dia putri pemilik restaurant ini”

            “Oh Tuan Putri” Teman-teman mengangguk paham dan tersenyum jahil memandang Farhan. Lelaki berkulit putih dan berlesung pipi itu mengerutkan dahinya.

***
Bersambung Part V ~ Terbit Senin/Kamis


Tidak ada komentar:

Posting Komentar