Embun pagi yang masih terasa bau basahnya. Sinar
matahari pagi yang terasa hangat menyapa. Farhan membuka pintu kamar perlahan
menghirup udara pagi yang menyejukkan itu.
“sipp... kita siap berangkat” Farhan merapikan
pakaiannya dan menata dirinya dikaca. Mengacak-acak rambutnya yang masih
sedikit basah. Ia tersenyum manis, dua lesung pipi kiri dan kanan menambah
pesonanya. Tak hanya tampan tapi juga manis.
Nadine sudah sibuk di dapur. Dengan pakaian putih
abu-abunya ia membawa nampan berisi dua porsi nasi goreng dan air putih. Ia
menaruh nampan itu di meja yang sedari tadi sudah ada Marsha yang sibuk
mengetik laptopnya.
“ini sarapan buat kakak” ia menyodorkan piring yang
berisi nasi goreng itu. “ dan ini air mineralnya”
Marsha langsung menutup laptopnya dan memasukannya ke
dalam tas hitam favoritenya. “mana susu coklatnya?”
“owh.. iya lupa,sebentar” nadine langsung berlari
menuju dapur.
“waaah.... nasi goreng” Farhan yang baru turun dari
kamar yang di lantai 3 yang memang dikhususkan untuk tamu yang datang menginap
di rumah keluarga Pak Broto, Ayah Marsha. Farhan langsung duduk dihadapan
Marsha.
“kamu masih disini?” tanya Marsha dingin.
Farhan merasa tidak senang mendengar pertanyaan
Marsha, apa dia masih marah soal semalam?.
“kak Farhan libur kerja selama hampir 3 minggu, dan
sambil mengisi liburan beliau mengajar di tempat pelatihan taekwondo di
kompleks rumah kita ini” jawab nadine yang sudah membawa 2 susu coklat dan
menaruhnya di meja. “ ini susu coklat buat kakak, oya kak Farhan mau minum
apa?” tanya nadine ramah.
“air putih hangat aja” jawab Farhan seadanya.
Farhan berdiri dari tempat duduk itu. Ia merasa harus
jaga jarak dengan Marsha, ia akan menunggu wanita berkerudung coklat itu reda
dari marahnya.
“maaf...” Farhan yang sudah akan berjalan menuju meja
lain terhenti mendengar kata dari Marsha itu. “aku bersikap dingin
padamu..aku..”
“aku mengerti, seharusnya aku yang minta maaf atas
kejadian semalam”
“aku sudah tahu semuanya, kamu menjemputku dan sudah
menolongku dari orang yang mencurigakan, nadine yang cerita” Marsha masih
dengan wajahnya yang menunduk, ia belum berani melihat Farhan.
“kalau begitu, apa aku boleh duduk disini?”
Marsha mendongakkan kepalanya. Ia melihat senyum
Farhan yang di temani lesung pipi kiri dan kanannya.
Marsha tiba-tiba flasback. Ia teringat waktu kecil
dulu saat ia baru belajar mengendarai sepeda. Ia terjatuh dan kakinya terluka.
Seorang anak laki-laki mendekatinya dan mengangkat sepeda Marsha yang
menghimpit badannya yang masih mungil itu. Tangan dan lutunya lecet. Ia meringis
kesakitan.
“sini tanganmu, aku bantu berdiri” anak lelaki itu
tersenyum manis. Marsha kecil langsung terfokus pada lesung pipinya.
“Marsha” Farhan melambaikan tangannya ke wajah wanita
berkerudung coklat itu yang sedang melamun.
“astaghfirullah..” ia terkejut.
“melamun?”
Marsha hanya mengangguk.
***
“apa kamu akan pergi?”
“iya, aku harus pergi”
“kenapa?apa kamu tidak mau teman denganku lagi?”
“bukan begitu sha, aku masih mau temanan denganmu,
kita masih bisa telponan, sekarang kan sudah ada telpon”
Marsha kecil hanya menunduk kecewa.
“sha, kita akan jadi teman selamanya jadi jangan
sedih”
“kamu janji?”
“iya aku janji,
oya ini buat kamu” Farhan kecil menyodorkan sebuah mainan kunci. Marsha kecil
sangat senang, matanya berbinar. Ia menghapus air matanya.
“ini lucu sekali, makasih han, tapi...aku tidak punya
apa-apa buat kamu”
“kalau begitu ikat rambutmu” Farhan kecil menunjuk
ikat rambut bunga berwarna pink yang dipakai Marsha.
“tapi... nanti rambutku...” Marsha ragu ingin
memberinya.
“ya sudah kalau begitu” Farhan kecil kecewa ia pun
berbalik. Mamanya dari tadi terus memanggilnya untuk kembali ke rumah, sejam
lagi mereka harus berangkat.
“Farhan, ini” Marhsa kecil menyodorkan ikat rambut
pink itu. Rambutnya yang awal kuncir dua sekarang salah satu rambutnya lepas.
“aku punya dua, jadi satu untukmu, satu untukku”
Mainan kunci itu kini ia pegang. Ia cermati dengan
baik sambil mengenang masa itu. Mainan kunci itu sudah terlihat kucel, tapi
Marsha masih menyimpannya sampai sekarang.
“lagi ngeliatin apa sih? Dari tadi senyam-senyum
sendiri, apa barang online bagus ya?” tanya siti rekan kerjanya yang suka kepo
dan hobi belanja.
“apaan sih, pikiran loe olshop mulu” Marsha buru-buru
menyimpan benda kecil itu di tempat yang paling terpencil di bagian tasnya.
Hanya dia yang tahu dimana tempat itu.
“heumm..kirain.” siti mendengus.
“hari ini apa kita lembur lagi?”
“Bapak bilang ini harus segera di laporkan lusa, jadi
mau tidak mau ya harus lembur”
“huffttt....” Marsha menyandarkan dirinya ke kursi
panasnya. “pulang malam lagi ya?” gumam wanita berkerudung coklat itu.
***
Seorang lelaki berjalan sedikit lesu. Hari ini
tenaganya terkuras habis. Ia berjalan di lorong menuju ruang ganti. Ia membuka
loker dan mengambil baju gantinya. Dompetnya jatuh dan hampir seluruh isinya
berceceran.
“waduh pakai jatuh sega---“ Farhan terpaku. Benda
kecil itu ikut keluar. Benda berbentuk bunga berwarna pink. Lelaki berbadan
tegap itu perlahan memungutnya. Ia teringat wajah manis dan mungil itu. Wajah
yang selalu tersenyum.
“ada apa mas? Ada yang jatuh ya?” Sahab teman Farhan
yang juga ikut mengajar murid-murid kompleks sekitar rumah Marsha tiba-tiba
penasaran melihat sikap aneh Farhan. “sepertinya itu ikat rambut, apa punya
adik mas ya?”
“owh..bukan apa-apa kok” Farhan buru-buru mengambil
dan memasukkannya kembali ke dalam dompet.
Sebuah masa lalu yang tak dapat lagi diulang. Itulah
yang selalu Marsha katakan dalam hatinya. Kenangan masa kecilnya bersama Farhan
tak dapat diulang lagi. Jikapun ia ingin bercengkrama bersama Farhan, mengenang
masa itu, hanya menambah luka Marsha, sebuah luka penyesalan, sebuah luka yang
ingin kembali ke masa itu. Masa yang terlalu indah untuk dikenang. Kini mereka
sudah dewasa tidak bisa sekakrab dulu. Sikap dan perasaan Marsha sudah berubah
pada Farhan, walau Farhan terlihat masih seperti dulu, tetap ceria, suka
tersenyum memamerkan lesung pipinya. Namun bagi Marsha Farhan sudah berubah.
“jelas berubah dong, ini kan waktu dia kecil dulu
sekarang sudah dewasa, gimana sih loe” Marsha tersadar dari lamunannya. Ia
melihat siti rekan kerjanya.
“loe gimana sih aneh banget...gue kan udah bilang itu
dia orangnya..coba----“
Marsha menarik nafas lega. Siti ternyata sedang
berbicara dengan seseorang lewat telpon. Ia mengira siti mendengar isi hatinya.
Ia geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
***
Bersambung Part IV ~ Terbit Senin/Kamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar