Jari-jemari yang menari diatas keyboard, mata belok
dengan bulu mata yang panjang terus memindahkan pandangannya dari kertas-kertas
yang tertumpuk ke monitor.
“Pak
Chandra masih nyuruh kamu lembur? Kerjaan setumpuk ini bakalan diselesaikan
hari ini? gila “ komentar Siti rekan kerja sekaligus teman rempongnya Marsha.
Dari tadi ia terus memperhatikan teman satunya itu bekerja keras.
“Laporan
ini harus segera diselesaikan, ini untuk proyek lusa Beliau”
“Ha?
Beliau? Aku gak salah dengar?” Marsha hanya geleng-geleng tersenyum mendengar
teriakan geli teman rempongnya itu. “Cuman kamu yang sopan banget sama Pak Chan
itu sampai panggil Be-be-be..”
“Beliau”
“Iya
itu, biasa aja lagi manggilnya. Sekarang aku jadi ngerti kenapa kamu selalu
yang disuruh ngerjain tugas sebanyak ini, karena kamu terlalu baik sama dia,
semua karyawan rata-rata gak suka dengan Pak Chan itu”
“He-em”
Siti
yang ingin melanjutkan silat lidahnya tiba-tiba diam terpaku, yang diomongin
datang.
“Bapak”
“mm..Marsha,
saya cuman ingatkan tugas ini harus diselesaikan hari ini dan langsung diantar
ke ruangan saya, mengerti?” Pak Chandra bicara dengan Marsha tapi matanya
melirik tak senang ke arah siti yang tiba-tiba jadi sibuk sendiri dengan
computer. “Kamu jangan kebanyakan gossip nanti tugasmu terbengkalai, ya sudah
kalau begitu saya pergi dulu”
“Ya
pak”
Siti
tetap pura-pura sibuk dan Pak Chandra
terus menatap siti tak senang.
Sudah pukul 5 lewat 30 menit. Marsha masih terus sibuk
dengan tumpukan kertas dan monitornya.
“Kamu
yakin baik-baik aja?”
“Iya
aku baik-baik aja, kamu duluan aja”
Siti
menarik napas panjang. Ia tidak tega melihat temannya itu.
“Aku
tem-“
“Pulanglah”
Kali
ini Siti mengalah.
***
Mobil
sport merah yang melaju dijalan dengan kecepatan sedang. Pengendaranya tidak
sabar berada di tempat tujuannya “Restoran Pak Broto”.
Mobil
yang sudah lama-lama ia nantikan akhirnya datang juga, namun sayang minggu
depan ia akan meninggalkan mobilnya yang baru datang dari Australia itu.
“Kak
Farhan, sudah lama gak main kesini” Nadine menyambut ceria.
“Kakak
ada banyak urusan dan sepertinya ini bakalan jadi kunjungan terakhir”
“lho
kenapa? Ada proyek lagi? Kakak ke luar negeri lagi?”
Farhan
mengangguk membenarkan.
“Dimana
Kak Marsha?”
“belum
pulang” jawab Nadine ketus.
Farhan
hanya tersenyum mendengar jawaban adik bungsu Marsha itu yang berubah dingin.
Marsha
pulang lama lagi? Lembur? Ini sudah jam 8 lewat.
Ia
meraih ponselnya. Dan mengetuk kontak “Marsha-ku”.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam,
Marsha”
“Farhan?
Ini nomor kamu?”
“Iya,
kamu dimana sekarang?”
“Aku
masih dikantor, ada laporan yang harus diselesaikan hari ini”
“Tapi
se-“
“Maaf
Farhan, aku tutup telponnya, aku harus ke ruangan Pak Chandra dulu,bye”
“owh
baiklah” Tapi sebelum Farhan menjawab telponnya sudah putus.
Marsha
merapikan berkasnya sebelum mengetuk pintunya, ia juga merapikan pakaiannya.
Saat sudah mantap akan mengetuk, tiba-tiba ada rasa keraguan muncul begitu saja
tanpa sebab. Bukan karena khawatir tugas yang kerjakan salah, atau masih ada
file yang belum lengkap tapi.
“Marsha?
Kenapa diluar saja ayo masuk” Tiba-tiba pintu sudah terbuka Pak Chandra sudah
ada didepannya. “Ayo masuk” sekali lagi Pak Chandra memintanya masuk.
Dengan
perasaan ragu dan khawatir gadis berjilbab biru itu masuk.
“Saya
sudah menunggu dari tadi, kenapa lama sekali?” Pak Chandra mempersilahkan
Marsha duduk.
“Maafkan
saya pak, tapi saya sudah berusaha untuk menyelesaikannya sesegera mungkin.”
“Ya
saya sangat menghargai kerja kerasmu” Pak Chandra mulai berdiri dan
membelakangi Marsha.
Marsha
mulai merasa gelisah, ada perasaan tidak mengenakkan.
“Maaf
Pak, apa saya sudah boleh pulang sekarang? Keluarga saya sudah menelpon dan
saya tidak mau mereka khawatir”
“Boleh
saja asalkan laporan ini sudah benar”
Marsha
yang sudah setengah berdiri terheran-heran dengan kalimat tersebut.
“Tapi,
Laporan itu sudah benar saya kerjakan”
“Itu
menurutmu, aah..ini tidak adil” Pak Chandra mulai mengelilingi ruangan
tersebut. “saya sudah menunggu hingga sampai semalam ini dan kamu pulang begitu
saja tanpa tahu apakah semua ini benar atau tidak” Pak Chandra menghamburkan
kertas yang sudah seharian Marsha kerjakan.
Raut
wajah kecewa Marsha tak bisa disembunyikan.
“Maaf
Pak, apa maksud Pak Chandra melakukan hal itu-“
“Kamu
ingin pulang kan? Silahkan keluar!”
Dengan
perasaan kecewa yang tak bisa dijelaskan, mungkinkah ini perasaan ganjilnya
dari tadi?. Marsha melangkah mendekati pintu ruangan, saat akan membukanya
pintu itu terasa sulit dibuka.
“Pak
Chandra pin-“
“Apa
kamu kira bisa keluar dengan mudahnya di ruangan saya ?” suara Lelaki berbadan
besar itu terasa sangat dekat ditelinga Marsha. Ia bahkan tak sanggup menoleh.
Tangannya beku, tetap mengenggam pintu.
“Ini
sudah hampir jam 9, kenapa ia belum pulang juga, apa dia sudah menelpon tante?”
“Belum
nak, terakhir tadi habis maghrib dia bilang masih mengerjakan laporannya jadi
pulang terlambat”
Tiba-tiba
Farhan merasakan hal yang ganjil.
“Tante,
Farhan jemput Marsha dulu,”
“Mohon
bantuannya nak Farhan”
Mama
Marsha kembali disibukkan melayani pelanggan yang datang, malam adalah waktu
yang sangat ramai, banyak pengunjung yang datang.
Sementara
itu Marsha tengah berjuang untuk bisa keluar dari penjara itu. Ia berkali-kali
berhasil menghindar dari lelaki yang ternyata bringas itu. Marsha sudah dua
kali terhempas di kursi panjang itu dan lelaki itu sudah mau menirkamnya,
dengan kekuatan yang tersisa dan minim ilmu bela diri gadis berjilbab biru itu
berusaha mengirim pukulan dengan kaki panjangnya. Ia berusaha mencari kunci
ruangan itu. terus megedor-gedor pintu dan berteriak-teriak minta tolong. Ingin
sekali ia menelpon, tapi Pak Chandra yang sudah berubah menjadi buas itu menyita
tasnya.
“Kamu
kira kamu bisa begitu mudahnya menjauhi saya, saya sudah lama menanti hal ini,
saya sudah lama ingin bersama denganmu” lelaki bringas itu memeras erat tangan
Marsha. Marsha berusaha melawan. Dengan kekuatan yang masih ada, ia mendorong
binatang buas itu. lelaki itu tampak lemah, ia seperti sedang mabok. Melihat ia
terjatuh dilantai dan lemah. Marsha berlari mengambil tasnya dan segera
memencet tombol dial, panggilan terakhir.
“Assalamu’alaikum
Marsha, kenapa kamu baru mengangkat telponku, kamu dimana sekarang?”
“Farhaaann….tolong
aku..Farhaaaann..” hanya kata itu yang bisa ia ucapkan, dengan nafas
tersengal-sengal, tangan yang menginggil “aaarrgghh…” teriakan Marsha membuat
Farhan bertambah khawatir. Ia menambahkan kecepatan. Mobil sport merah melaju
kencang.
“Marshaaa…..”
Telpon
masih tetap tersambung. Sayup-sayup terdengar suara laki-laki buas itu.
“Apa
kamu kira kamu bisa menjauhi saya, hah?”
Farhan
terus berpikir keras.
“Maaf Farhan, aku tutup telponnya, aku harus
ke ruangan Pak Chandra dulu,bye”
Pak Chandra.
“Lepaskan
saya pak, Saya mohoonn……” Marsha terus menangis.
Lelaki
bringas itu terdiam. Ia melepaskan genggamannya. Ia memandang gadis berjilbab biru-yang
sudah tak karuan bentuk jilbabnya, ia tiba-tiba ikut menangis.
“Maafkan
saya Marsha, saya sebenarnya tidak ingin menyakitimu, tapi saya tidak tahu
harus bagaimana lagi agar kamu bisa melihat saya, saya sudah berusaha berbagai
macam cara agar dekat denganmu, agar bisa bersamamu, sudah sekian tahun saya
menunggu, saat saya sudah mendapatkan jabatan ini, saya pikir ini kesempatan
saya, maafkan saya Marsha” ia memukul-mukul kepalanya seperti merasa bersalah
“Maafkan saya Marsha, apa kau terluka, hah?”
Marsha
terdiam, ia menahan isak tangisnya. Ia menunggu waktu yang tepat untuk lari.
“Sepertinya
aku sudah berlebihan, kita bicara baik-baik, ayo berdirilah, saya akan
mengajakmu ke rumah agar lebih nyaman, ayo”
Lelaki
gila. Marsha mengira ia mulai sadar, ternyata bertambah tak warasnya dia.
“Ka-ka
lau begitu, biarkan saya keluar dulu dan merapikan pakaian saya, ba-baru
setelah itu kita pergi”
“Benarkah?
Kalau begitu kenapa tidak dari tadi saja begini, seharusnya saya bisa
membujukmu lebih lembut, silahkan rapikan dirimu di kamar mandi”
“Peralatan
saya masih tertinggal dari ruang kerja saya , izinkan saya keluar dari sini..”
“TIDAK!!
Tidak, kamu pastikan akan kabur”
“Kenapa
kamu tidak ikut juga sekalian, kalau khawatir saya kabur”
Lelaki
bringas itu terdiam sejenak. Lalu mengangguk setuju.
Marsha
langsung bergegas merapikan tasnya. Telponnya ternyata sudah putus.
Mereka
berdua pun keluar dari ruangan yang sudah tak karuan itu.
Farhan melesat memasuki gedung itu. mobilnya ia parkir
tepat didepan pintu lobby. ia meraih jaket dan keluar dari mobil.Farhan sudah berlari.
“Maaf
pak, Anda siapa?” salah seorang security menahan Farhan.
“Saya
Farhan, Marsha ada dialam dan ia sedang dalam bahaya”
“Maaf
Pak, tapi semua karyawan sudah tidak ada lagi didalam dan sudah pulang, yang ada
palingan cleaning service”
“Apa
kau yakin? Kau sudah melihatnya?”
“Mengen-“
Plak! Farhan mengelurakan jurusnya. Security itu pingsan. Farhan tidak punya
banyak waktu.
Ia
terus berlari masuk ke dalam. Ia bertemu dengan cleaning service.
“Dimana
ruangan Pak Chandra?” Tanya Farhan dengan penuh emosi.
***
Bersambung Part VII ~ Terbit Senin/Kamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar