Kenangan waktu itu
Kesiur angin menemani apel upacara pagi itu.
Cuaca yang mendung menambah suasana sendu.
Cuaca yang mendung menambah suasana sendu.
Suara pemimpin upacara memecahkan kesunyian.
Tiap kata yang diucap dipekikan dengan lantang dan tegas. Peserta upacara pun harus mengikuti perintahnya. Siap grak, hormat grak dan lain sebagainya.
Pagi itu tanganku terasa dingin.
Berada dibarisan paling depan tidak jauh jaraknya dari sang pemimpin upacara.
Aku mengepal kuat tanganku. Kenapa tanganku begitu dingin? apa karena cuaca? atau karena?
***
Barisan sudah dibubarkan. Para siswa-siswi berebut menuju tangga ke kelasnya masing-masing.
Aku tidak begitu suka dengan hal itu. saling dorong untuk bisa sampai menuju kelas? lebih baik menunggu sampai sepi.
"Kamu tidak ke kelas?" aku tidak menoleh ke sumber suara. masih fokus menatap keramaian disana.
Siapa yang bicara?
"Iya, sebentar lagi" jawabku sedatar mungkin. tapi suara ini?
"Kalau begitu aku duluan ya" aku reflek menoleh. Sang pemimpin upacara?! Aku tertegun. Ia pun melangkah menuju anak tangga yang menjadi rebutan. aku terus menatap langkah kakinya yang terasa perlahan meninggalkanku.
Kenapa bisa-bisanya aku tidak mengenali suaranya?
Mungkin aku sering mendengarnya ketika sedang berpidato dengan suara lantang.
Kenapa suara yang tadi begitu lembut?
Aku terus memikirkan hal itu hingga tanpa sadar pipiku terasa panas.
"Hulya, yuk ke kelas" Sherly merangkul tanganku.
Sebenarnya aku bukan hanya menunggu barisan sepi tapi juga menunggu Sherly yang belanja di kantin, dia bilang belum sarapan. S
yukurlah tadi masih bertahan "Perutku sudah lapar, eh tapi ada apa dengan pipimu?"
"Bu..bu..bukan apa-apa..ayok" aku menarik tangan sherly berjalan secepat mungkin saat itu.
Itu kenangan masa putih abu-abuku 5 tahun yang lalu.
Bersambung...
*isyarayle Juli 2017
Tiap kata yang diucap dipekikan dengan lantang dan tegas. Peserta upacara pun harus mengikuti perintahnya. Siap grak, hormat grak dan lain sebagainya.
Pagi itu tanganku terasa dingin.
Berada dibarisan paling depan tidak jauh jaraknya dari sang pemimpin upacara.
Aku mengepal kuat tanganku. Kenapa tanganku begitu dingin? apa karena cuaca? atau karena?
***
Barisan sudah dibubarkan. Para siswa-siswi berebut menuju tangga ke kelasnya masing-masing.
Aku tidak begitu suka dengan hal itu. saling dorong untuk bisa sampai menuju kelas? lebih baik menunggu sampai sepi.
"Kamu tidak ke kelas?" aku tidak menoleh ke sumber suara. masih fokus menatap keramaian disana.
Siapa yang bicara?
"Iya, sebentar lagi" jawabku sedatar mungkin. tapi suara ini?
"Kalau begitu aku duluan ya" aku reflek menoleh. Sang pemimpin upacara?! Aku tertegun. Ia pun melangkah menuju anak tangga yang menjadi rebutan. aku terus menatap langkah kakinya yang terasa perlahan meninggalkanku.
Kenapa bisa-bisanya aku tidak mengenali suaranya?
Mungkin aku sering mendengarnya ketika sedang berpidato dengan suara lantang.
Kenapa suara yang tadi begitu lembut?
Aku terus memikirkan hal itu hingga tanpa sadar pipiku terasa panas.
"Hulya, yuk ke kelas" Sherly merangkul tanganku.
Sebenarnya aku bukan hanya menunggu barisan sepi tapi juga menunggu Sherly yang belanja di kantin, dia bilang belum sarapan. S
yukurlah tadi masih bertahan "Perutku sudah lapar, eh tapi ada apa dengan pipimu?"
"Bu..bu..bukan apa-apa..ayok" aku menarik tangan sherly berjalan secepat mungkin saat itu.
Itu kenangan masa putih abu-abuku 5 tahun yang lalu.
Bersambung...
*isyarayle Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar