Minggu, 12 Maret 2017

My Story About You : Episode 6 (Aku dan Kamu saat Gerimis)


Udara pagi hari selalu memberi kesejukan dihati ini. Meski pagi hari aku tidak boleh terlambat untuk sarapan. Segelas susu coklat dan mineral serta sarpan pagi dan cemilan wajib harus segera kukunyah. Tubuhku tak sekuat tekadku. Menderita gagal jantung 6 tahun yang lalu, serasa duniaku akan segera berakhir. Demi biaya berobatku, seluruh keluargaku bekerja ekstra, Kak syahnaz yang baru saja wisuda segera mencari kerjaan dan setelah itu seluruh gaji dari hasil proyeknya dihabiskan untuk biaya operasiku.

“Kamu jangan kalah semangat sembuh dari kami ini ya, kamu harus kuat” Ucap kakak sambil mengenggam erat tanganku sebelum perawat membawaku ke ruang operasi.
Perjuangan hidupku terbesar mungkin adalah saat itu, Antara hdup dan mati.
Namun untuk kali ini, jantungku masih saja berdetak cepat. Melihat sosok yang begitu menyilaukan mata.

Aku dulunya tidak begitu mengenalnya meski sudah bertahun-tahun menjadi tetangganya. Hingga suatu hari., ketika aku terjatuh pingsan dalam perjalanan pulang sekolah, dia lah yang menolongku.
Menyadari kebaikannya dan senyumnya yang manis, membuat jantungku berdetak lebih cepat.

“Gambarmu bagus,” Pujinya ketika menyapaku yang sedang mengambar pemandangan di bukit dekat rumah Pak RT. Tempat itu cukup ramai dan biasa dikunjungi turis yang sedang berwisata. Dari bukit itu bisa melihat pemandangan hijau dan rumah petak yang bersusun rapi.

“Terimakasih, Bang” Ucapku setengah tidak percaya,satu untuk kebaikan hatinya menghargai gambarku, dua untuk sapanya padaku.
Dia salah satu orang yang membuat semangat menggambarku semakin menggebu selain pinky.
***
Aku sudah selesai berkutat dengan poster ini. Aku merasa sudah cukup lama mengerjakannya padahal ini bisa dikerjakan dalam waktu singkat, mau bagaimana lagi, aku tidak boleh terlalu memporsir.

Aku berlari menuju ke lantai bawah, ini sudah jam ia datang ke warung biasanya.
Sesampai dibawah aku perlambat langkahku, mengintip apakah ia sudah datang atau belum. Tapi warung ibu masih sepi, apa karena hari ini gerimis ya?.

“Bang Afkar sudah kesini belum buk?” Aku memberanikan diri bertanya pada ibu. Ini kali keduanya aku tidak seperti biasanya, sebelumnya syarif bilang ‘tumben’.

“Sudah, baru aja. Kenapa?” Ibu mejawab sambil menyiapkan pesanan orang yang baru saja datang.
Aku merasa sedikit kecewa atas keterlambatanku.

“Kamu nyari dia? Langsung ke rumahnya aja, tadi dia juga nanya-in kamu,”

“Ibu serius?” Aku kaget bukan kepalang. Bang Afkar menyariku?. Tidak-tidak, jangan berlebihan tentu saja menyariku untuk menanyakan tentang posternya.

“Kalau gitu Mila ke rumah bang Afkar bentar ya bu, mau kasih ini” Aku menunjukkan gulungan poster itu pada ibu. Ibu hanya mengangguk cepat.

“Jangn lupa pakai payung, gerimis”

“Ya bu”

Aku bergegas mengambil payung. Tidak ingin terlambar kali ini, bisa –bisa si pemilik senyum manis segera pergi ke kampus.
Benar dugaanku, dia sudah mengeluarkan motornya. Dan sudah didepan pagar siap meng-gas motor dan pergi.

“Assalamu’alaikum bang” Aku berlari mendekatinya dengan nafas yang ngos-ngosan.

“Wa’alaikumsalam Syarmila”

“Maaf Mila terlambat kasih posternya, ini” aku menjulurkan gulungan poster.
Dia menerima gulungan posterku dengan senyum manisnya. Aku melihat bajunya yang sedikit basah karena rintik hujan. Aku refleks memayunginya. Dia terlihat sangat kaget.

“Tidak apa Syarmila, lebih baik untuk kamu aja, kamu nanti bisa basah” Ia mendorong payungnya ke arahku.

Bukan hanya dia yang kaget, bahkan aku sendiri juga tidak menyangka berbuat begitu.

“Oia, ini kartu special VIP ,khusus untuk 5 orang yang mendapatkan ini, hitung-hitung  sebagai imbalan sudah mau membantu buatkan poster. Kamu bisa gunakan kartu ini ke semua stand yang ada di festival, gratis. Tapi ini khusus untuk makanan saja ya” Terangnya.

“Ya kak, Terimakasih banyak” Aku sangat senang mendapatkan kartu special.

“Sama-sama Syarmila, Abang justru minta maaf karena sudah buat kamu hujan-hujan kesini-“

“Tidak kok bang, tidak masalah, Mila senang kok”
Gerimis kali ini sungguh syahdu. Setiap rintikannya mengabarkan kebahagiaan. Jika aku bisa memotretnya, aku ingin menyimpan dalam sebuah bingkai foto. Namun aku teringat akan perkataan Syarif adikku, perempuan harus menjaga dirinya.
Aku pamit pulang, Bang Afkar pun juga sudah harus berangkat ke kampus. Sebelum pergi ia mengingatkanku untu datang ke acara festival kampusnya. Aku mengangguk.

“InsyaAllah Mila datang, boleh ajak teman Bang?”

“Tentu aja boleh, lebih ramai lebih seru”
Pagi hari yang ditemani gerimis itu, aku menatap punggunya yang semakin kecil dikejauhan hingga hilang dikelokkan. Berpayung dalam gerimis sambil menatap kartu special VIP digenggaman.
***
Aku sedang mencari referensi untuk komikku, tinggal 3 hari lagi tapi aku masih belum mengerjakan hal inti, jika tidak dikerjakan segera bisa-bisa lewat deadline yang ditentukan.

“Kamu sibuk banget dek?”

“Iya kejar deadline”

“Pantesan kusut gitu”
Aku sedang tidak berselera digoda olehnya.

“Ini kakak kasih penyemangat” Kakak melemparkan selembar foto dihadapanku. Aku mau tidak mau harus meilhatnya karena menghalangi catatan komikku. Aku mengambil dan berniat untuk membuanganya, namun ketika melihat sekilas, aku urung membuangnya dan mengamati foto itu lebih teliti lagi.

“Kakak?” Aku menatap tidak percaya pada kakak “Kapan kakak mengambilnya?”

“Saat hujan gerimis” Ucapnya jahil.
Itu adalah sebuah foto antara Aku dan Bang Afkar di saat memberikan gulungan poster dan kartu spesial ditengah hujan gerimis.

Aku benar-benar malu. Aku simpan foto itu kedalam laci segera dan menguncinya rapat-rapat.
Hari ini aku tidak bisa menjamin bisa menyelesaikan komikku.
Bersambung..

Ep7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar