Minggu, 13 September 2015

TEMA CROME EEYORE (WINNIE THE POOH)

klik gambar ini untuk download

nah , kali ini haura mau kasih tema crome lagi . seperti yang terlihat pada gambar di atas .silahkan download jika kamu suka . dan kalo cara menerapkannya kamu bisa baca pada artikel sebelumnya tema crome cupcake .
kalo kamu suka like ya , dan comment untuk recomendasi

Tema crome 3

klik

terimakasih :)

TEMA CROME CUPCAKE


klik gambar untuk download

ada ga yang bosen dengan tema crome yang itu - itu aja , sama dong kayak aku . nah ,
aku punya beberapa tema untuk crome .kalau kamu suka kamu bisa mendownloadnya .
lalu bagaimana cara menerapkannya . mudah saja ..
1. kamu download file nya .

2. karena file berupa rar , maka kamu harus ekstrak file nya dulu , seperti :

3. jika sudah di ekstrak , buka folder nya lagu klik folder tema .

4. klik installer nya 2 kali .

5. lalu klik kembali "tambahkan tema"
6.lalu tema sudah bisa di gunakan 

Tema crome 2 , klik

selamat mencoba :)


Jumat, 11 September 2015

Aku Jujur Aku Sakit Part IV (End)

***
Di kafe bersama Dino.
                
“aku minta maaf karena terlambat..tidak apa-apakan Gita?”
                
“hm..ya..gak apa-apa kok..” aku kuatkan tekad dan niatku. “hm..Dino..maaf tapi ada yang ingin ku katakan. Aku harus jujur padamu sebelum semua terlambat” aku diam sejenak mengumpulkan keberanian ” Aku bukan Gita Anggraini.. tapi aku Mita Anggraini.. orang yang seharusnya kamu temui sekarang sedang dirumah sakit dan..”
                
“begitu ya... sudah kuduga” Dino memotong pembicaraanku.”eh..maaf..”
                
Dino menjelaskan bahwa ia tahu kalau selama ini Gita selalu menceritakan tentang orang lain bukan dirinya. Pertama kali ia melihat Gita adalah 1 bulan sebelum pertemuan mereka tentang buku basket. Dino sering memperhatikan Gita yang sering membaca ataupun meminjam buku tentang kesehatan terutama tentang liver. Ia tahu hal itu awalnya tidak sengaja namun rasa penasarannya semakin besar ketika Gita mulai membaca buku tentang basket, dari situ ia mencoba mendekati Gita. Namun ia terkejut semua yang dicerikatan Gita saat chating sangat berbeda sekali. Ia mencoba memastikan apakah ini benar ini Gita atau bukan.
                
“lalu dari mana kamu yakin kalau itu memang Gita yang menceritakan tentang aku?” rasa penasaranku tinggi.
                
“mamaku..mamaku guru home schoolingnya Gita..dari beliaulah aku tahu semua..” jelas sudah.
                
Setelah mendengar semua penjelasan Dino aku mengajak Dino ke rumah sakit tempat Gita dirawat. Gita benar-benar terkejut dengan kedatangan Dino. Ia berkali-kali minta maaf atas ketidakjujurannya.
                
“bagiku tidak masalah..aku juga tidak jujur padamu kalau aku sudah tahu semua,aku membiarkanmu bercerita banyak tentang kembaranmu,walau begitu tidak semuanya kan kamu bohong?” Dino menatap Gita dengan senyum indahnya.
                
“Dino..aku jujur.. aku sakit, dan aku ingin lebih jujur lagi padamu tentang diriku dan ...” Gita terdiam sejenak dan malu-malu “tentang perasaanku...aku...me..nyukai..mu”
                
“aku juga ..aku juga menyukaimu...” mereka berdua tersenyum dan saling tertawa riang.
                
“eeeheeemmm..aku jadi nyamuk gini” ku garuk kepalaku yang tidak gatal.
Aku senang melihat Gita senang, namun ada hal yang mengganjal dalam hatiku, perasaan cemburu. Perasaan yang tidak boleh aku rasakan, Aku mulai suka dengan Dino dan aku juga ingin bersama bahagia seperti Gita. Menyesakkan.

“Mita,terimakasih untuk semuanya..” Ucap gita lemah.

“Mita..terimkasih juga ya..Gita beruntung punya saudara sepertimu..” Dino menatapku lembut. Wajahku sedikit memerah. Gugup.

Aku tidak berani menatap mereka “mm... sama-sama. Aku ikut senang”

Asal Gita bahagia tidak apa-apa aku begini, toh juga aku hanya merasa cemburu saja, tidak bisa kusimpulkan bahwa aku juga menyukai Dino. Dan lagi, selama ini Gita sudah lebih baik sekarang, ia tidak murung lagi.

~Gita
Kebohongan bukanlah hal yang baik. Itu sudah kusadari dari awal,namun entah mengapa aku harus berbohong pada Dino, tak seharusnya aku lakukan itu. Dibalik semua ini hanya kejujuran yang bisa memberimu kebahagian yang sesungguhnya. Kejujuran dalam menggapai cinta-NYA. Dino dan Mita, aku benar-benar merasa bersalah. Maaf, baru sekarang aku bisa jujur padamu Dino ‘Aku Jujur Aku Sakit’.


End.
Penulis: Isya_Rayle
Trims ^^

Aku Jujur Aku Sakit Part III


“maap..apa kamu Gita Anggraini?” aku mendongak ke atas melihat sosok seorang pemuda yang juga seumuran denganku. “aku Dino” senyumnya sumringah memberi kesejukan tersendiri disiang hari panas begini.
***
                “i..ii..ya aku Mi..eh..Gita Anggraini..salam kenal” aku benar-benar gugup, aku memaksa wajahku senyum semanis mungkin.
                Dino adalah teman chatting Gita. Gita memintaku untuk menggantikan dirinya untuk bertemu dengan Dino untuk kedua kalinya. Sebelumnya ia pernah bertemu dengan Gita di perpustakaan umum. pertemuan mereka saat itu Dino dan Gita sama-sama mengambil buku tentang sport, yakni basket. Gita memang suka tentang dunia basket. Walau dalam keadaan sakit seperti itu Gita tidak pernah memadamkan semangatnya untuk sembuh.
                “kalau aku sudah sembuh nanti..aku ingin segera bisa main basket.. pasti menyenangkan.” Kata Gita sambil melambungkan bola basket yang ringan “walau saat ini hanya bisa begini.. dengan bola basket main-mainan.. tapi aku benar-benar menantikan saat itu”
               
Siapa yang tidak terharu dengan keinginan Gita yang seperti itu. aku belajar banyak dengannya. Maka dari itu ketika Gita memiliki sebuah permintaan padaku, aku tidak bisa menolaknya.
                
“Gita..kamu yakin tidak apa-apa?” aku menatap lekat Gita “ walau kita kembar.. tapi kita berbeda..”
                
“aku tidak ingin dia kecewa.. aku tidak ingin bertemu dengannya dalam keadaan sakit.. aku takut dia tidak akan....tidak akan menyukaiku...”
                
“tapi aku kan..”
                
“jangan khawatir...aku menceritakan semua tentangmu..” aku terkejut tidak percaya “walau dia hanya tahu tentang namaku..tapi dia tahu semua tentangmu...aku..aku menceritakan kepadanya tentang dirimu...aku mengatakan hobiku yang itu adalah hobimu..kegiatan sekolah..dan juga ketua OSIS..semua tentang dirimu...aku tidak tahu apa yang akan aku katakan..aku tidak ingin bilang kalau aku sakit...hanya berdiam diri dirumah dan tidak melakukan apapun yang berguna seperti orang lain lakukan..”
                
“Gita..aku tidak percaya kamu lakukan hal itu..aku tidak suka..apalagi kamu merendahkan dirimu seperti itu..sudahku bilang...kamu bukan beban dan jangan mengatakan hal itu lagi” aku benar-benar marah dan tidak mengerti kemana semangat Gita yang selama ini. ku peluk dirinya hangat. “akan ku kabulkan permintaanmu..tapi kamu harus menerima apa yang akan terjadi nanti”
                “hm...” Gita mengangguk. “Makasih Mita..”
***

Di kafe bersama Dino.

Aku Jujur Aku Sakit
Bersambung Part IV

Aku Jujur Aku Sakit Part II


Aku menutup mataku dengan lengan. “maaf..Gita..hari ini aku..”
                
“aku tahu kamu capek kan.. aku bawakan teh hangat dan roti..untuk menjaga staminamu aku juga bawakan obat..” Gita meletakkannya dimeja,aku mengintip sedikit dan menutup mataku kembali.
                
“makasih Git..”
                
Aku sudah jarang berbicara dengan Gita. Aku terkadang merasa sedih namun tubuhku tidak bisa dipaksa, aku butuh waktu istirahat. Aku tidak memasang wajah ceria disaat aku merasa lelah.
                
Hingga suatu hari ketika hari perlombaan dan semua hal yang membuatku super sibuk sudah selesai, kesehatan Gita menurun dan ia dirawat di rumah sakit. Aku tahu kesehatan Gita bisa saja memburuk sewaktu-waktu namun aku tetap saja tidak menerimanya begitu saja. Mungkin kondisi Gita yang memburuk karena aku sudah lama tidak memberinya perhatian, mungkin dia merasa kesepian dan sedih. Mama dan Papa juga tidak banyak waktu dirumah. Aku benar-benar merasa bersalah.
                
Aku memegang tangannya yang lemah itu.
                
“Gita..” gita menatapku dengan lemah “ aku benar-benar minta maaf, karena aku....ka.”
                
“Mita..aku senang punya saudara sepertimu, apalagi kita kembar..rasanya..aku benar-benar bersyukur..” dia terdiam sejenak. Ia berusaha mengenggam erat tanganku “justru akulah yang minta maaf sudah menjadi saudaramu yang selalu menyusahkanmu..aku tidak ingin jadi bebanmu....aku..akulah yang salah..” Gita meneteskan air matanya. Aku menghapusnya
                
“Gitaa..kamu sama sekali bukan beban bagiku....aku bersyukur menjadi kembaranmu...dan...dan...aku jadi lebih menjaga kesehatan..itu semua juga karenamu,jadi kamu bukanlah beban...”
                
“Mita...aku ada permintaan..apa kamu ingin mengabulkannya dan juga memaafkanku?” Gita memohonku dengan sangat.
                ***
                
Kafe Mamamia. Tidak jauh dari rumahku. Hanya 15 KM, naik Busway sekali saja. Aku menunggu seseorang yang telah dijanjikan. Aku benar-benar gugup dan tidak tahu apa yang akan ku katakan. Aku memesan cappucino dingin, disiang hari panas begini. Aku memeriksa jam tanganku. Orang yang akan bertemu denganku telat 15 menit.
                
“aku tidak percaya dia terlambat begini..” aku mendengus kesal.
                
Aku kembali meneguk cappucino dinginku.

                
“maaf..apa kamu Gita Anggraini?” aku mendongak ke atas melihat sosok seorang pemuda yang juga seumuran denganku. “aku Dino” senyumnya sumringah memberi kesejukan tersendiri disiang hari panas begini.

Aku Jujur Aku Sakit
Bersambung Part III

Aku Jujur Aku Sakit

Ketika sebuah kejujuran dibutuhkan...
Ketika sebuah kejujuran membuka tabir yang tak biasa...
Ketika sebuah kejujuran menyimpan berjuta makna...
***
  
         
Aku menyukai orang yang juga disukai oleh saudaraku. Gita sakit liver. Kondisinya sangat lemah. Ia tidak bisa melakukan banyak aktivitas apalagi yang berat. Ia menempuh pendidikan home schooling.  Namun walau begitu ia tidak menampakkan wajahnya yang lemah, ia selalu ceria dan riang. Ia ingin memberitahu semua orang bahwa ia tidak sakit, ia baik-baik saja. Berbeda denganku, aku sehat, bersekolah di sekolah formal. Melakukan aktivitas yang super sibuk. Aku adalah Mita kembarannya Gita. Gita lebih dulu lahir dariku.
                
Walau aku super sibuk dan bahkan pulang sekolah sudah sore menjelang malam. Namun aku tidak lupa menghabiskan waktuku bersama Gita. Gita selalu menantikan cerita-cerita unik dan menarik yang kualami pada hari itu. tentang sekolah, teman, pelajaran, ekskul dan banyak hal lainnya. Bagiku itu adalah hal yang biasa tidak begitu menarik, namun Gita selalu saja tertawa riang dan sangat antusias. Ia selalu saja terbawa emosi kalau itu kejadian yang menyulitkanku, terkadang ia ikut menangis mendengar ceritaku mencubit anak orang lain yang menempelkan permen karetnya dibangku.
                
“Mita kamu jahat, jangan mencubit anak orang begitu, hikss..” ia menutup mukanya menahan air matanya.
                
“Giitta.. kamu mengkhawatirkan anak itu dan memarahiku ..haah” aku kaget tidak percaya dengan apa yang Gita katakan.
                
“hehehehe...aku hanya bercanda” ia mencubit pipiku dan menariknya.
                
“duh duh...ss...saakiit.Gii..taa.”
                
Ia tertawa riang. Diam-diam aku tersenyum dibalik rasa sakit pipi ini, aku bahagia jika Gita tertawa riang seperti itu.

                
Namun akhir-akhir ini aku super sibuk lebih sibuk dari biasanya. OSIS mengadakan lomba dan aku sebagai anggota OSIS sekaligus Ketua nya harus menyiapkan segala sesuatunya. Aku terlalu capek dan tidak sempat bercerita dengan Gita seperti biasanya. Terkadang bahkan Gita mengunjungi kamarku. Aku tahu karena setengah tidur namun aku tidak bisa bergerak sama sekali untuk menyambutnya.

Aku Jujur Aku Sakit
Bersambung Part II

Sayap Yang Hilang Part V (End)

Aku menatap dari kejauhan kotak putih yang pernah diberikan Nania padaku sebagai salam perpisahan. Aku terus menangis dengan tatapan kosong. ku biarkan air mata yang terus mengalir.
                
“Nania....Nania..Naniaaaa...” aku histeris... aku menahan suara tangisku,aku takut Manda khawatir, padahal malam itu adalah malam yang melelahkan.
                
Aku mendekap kota putih itu perlahan,dan terus menangis.
                
Pagi ini aku janji bertemu dengan Daniel. Tidak ada senyuman diwajahku. Mataku sembab. Untuk menutupinya aku memakai kacamata hitam.
                
Sebuah mobli melaju dan segera memakirkannya tepat dihadapanku. Ia menurunkan kaca mobil.
                
“ayoo masuk,” Daniel menyuruhku masuk. Aku duduk dibelakang,sementar Daniel didepan beserta dengan supirnya.
                
“bagaimana kabarmu?” suaranya terdengar cemas.
                
“aku tidak begitu baik”
                
Malam sebelumnya.....
                
“Begini...ketika diruangan itu, ketika kamu meneriakki ku, kamu tidak melanjutkan kata-katamu,dan kamu seperti mengenalku sebelumnya..dan satu hal lagi..ketika kamu menabrakku kamu menyebutku ‘si Tam’,bisa kamu jelaskan apa maksud dari semua itu?”
                
“uhmm..sebenarnya ceritanya sangat panjang...”
                
“baiklah..akan ku dengarkan”
                
“aku mempunyai sahabat yang sangat berarti bagiku,saat itu ia menarikku karena dia ingin menunjukkan padaku seseorang yang baru ia temui dan membuatnya jatuh cinta...” bulir mata ku perlahan jatuh. “maaf..”
                
“ini..” ia memberiku sapu tangannya.
                
Aromanya wangi. Wangi sekali.
                
“dia selalu menceritakan seseorang yang ia sukai itu padaku dan ia hanya menyebutnya dengan sebutan ‘si Tampan’..kamu  tahu..siapa ‘si Tampan’ itu?” aku memberi jeda cerita ingin membuatny menjadi penasaran. Dan aku kembali menghapus air mataku dan kuhadapkan wajahku ke rembulan.
                
“apa dia Aku? ‘si Tampan’”
                
Aku tertegun. Aku menoleh ke arahanya. Terlihat wajahnya sendu. Dan..
                
“apa sahabatmu bernama Nania?” ia menatapku dengan sendu. Suaranya,suaranya lembut.
                
Tidak , aku tidak kuat, air mataku mengalir deras. “bagaimana..ka.kamu bisa tahu? Katakan padaku,apa ada hal yang kamu tahu yang tak kuketahui?”
                
Daniel menceritakan semua halnya padaku. Ia juga cerita bahwa ia juga sering melihatku sewaktu dikampung. Bahkan ia lebih dulu melihatku baru setelah itu ia bertemu dengan Nania. Hanya saja aku tidak menyadarinya. Setiap kali Nania berpapasan dengan Daniel,Daniel selalu menyanyakan tentang diriku, siapa namaku, dan bagaimana kabarku. Tapi Nania hanya menjawab dengan jawaban dingin. Terlihat wajah tidak menyenangkan dari Nania mendengar perkataan Daniel yang sama sekali tidak menyinggung tentang dirinya. Sesekali Daniel bertanya apakah Nania dan aku bersahabat. Jika memang kenapa Nania akhir-akhir ini sendiri dan tidak pernah mengajak aku. Lagi –lagi hal itu membuat Nania tidak senang. Hingga suatu hari, Nania menyatakan perasaannya pada Daniel bahwa ia menyukainya. Dan juga mengatakan ia tidak suka mendengar Daniel terus-terusan menanyai hal tentang diriku.
                
“itu tidak mungkin...tidak mungkin Nania seperti itu..dia bahkan tidak menceritakan hal itu padaku..itu pasti bohong..”
                
“itu kenyataannya...apa kamu  pernah diberitahu tentang siapa namaku?”
                
Aku tertegun. Nania sama sekali tidak pernah memberitahu siapa nama ‘si Tampan’.
                
“cerita ini belum selesai..aku harap kamu mau mendengarnya hingga akhir..hingga kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi..”
                
Saat Daniel sudah harus kembali ke kota. Ia tidak memberitahu berita ini pada Nania. Namun Nania sudah tahu sebelumnya. Ia menemui Daniel dan mengatakan bahwa ia akan ke kota juga. Ia ingin bisa lebih dekat dengan Daniel.
                
“aku akan tinggal di kota mu juga, aku berharapa bisa mendapatkan alamatmu” kata Nania dengan wajah tersipu malu.
                
Daniel hanya menunduk. Ada gurat kekecewaan dan tidak senang tergambar diwajahnya. Namun ia tidak bisa menolak.
                
“terima kasih,kalau begitu aku harus pamit dulu dengan sahabatku,” Nania pergi,namun tiba-tiba berbalik.”apa mau titip salam buat sahabatku? Cin-ta-ka”
                
Daniel tertegun,begitu ia bilang. Daniel hanya bisa menunduk.
                
Selama di kota, Daniel dan Nania satu sekolah. Nania masih terus berjuang mendapatkan hati Daniel. Tidak membenci Nania, hanya saja ia tidak bisa membuka hatinya buat Nania. Hal itu lah yang selalu membuat Nania sedih.  Nania mulai jarang masuk sekolah. Daniel sedikit khawatir namun disisi lain ia merasa lega. Ketika pulang sekolah seseorang datang menemuinya ia membawa kabar bahwa Nania masuk rumah sakit dan ia sangat ingin betemu dengan Daniel. Daniel cemas dan ia segera melaju ke rumah sakit. Ada perasaan aneh yang muncul dari dirinya, perasaan cemas yang luar biasa.
Ia menatap Nania terbaring lemah diranjang dari balik kaca ruang ICU. Mama Nania bilang ia barusaja dipindahkan ke ruang ICU karena kondisinya parah. Dan ia sangat ingin bertemu dengan Daniel. Dan juga ia sangat ingin bertemu dengan aku. Tapi hanya kamu yang bisa ibu hadirkan, ibu masih belum sempat menghubungi aku karena ia tidak punya kontakku.
Daniel menatap sedih. ia masuk ke ruangan Nania. Ia melihat lekat-lekat wajah Nania, ada bulir air mata diujung matanya. Ia merasa sangat kasihan dengan Nania. Entah perasaan apa ini yang dari tadi ia rasakan,namun kini ia mengerti,Nania adalah orang yang sangat berharga baginya, karena ia sudah menganggap Nania adalah sahabatnya.
                
“Nania..sa.sahabatku..cepat sadar..cepat sembuh..Nania sahabatku..aku minta maaf sudah menyakiti perasaanmu..ku mohon sadarlah..sadarlah..ku mohon” itu harapan Daniel. Namun takdir berkehendak lain. Nania tidak sadar dan ia pergi selamanya.
                
Daniel menerima surat wasiat dari Nania,yang berisi tentang permintaan maafnya yang telah menganggu Daniel. Dan ia juga meminta Daniel jika ia bertemu dengan ku sampaikan permintaan maaf Nania untukku. Ia merasa bersalah hingga saat ini karena sudah menyembunyikan hal yang sangat penting dengan mengabaikan perasaan sebagai seorang sahabat.

                
“kita sudah sampai.. makam Nania” Daniel membukakan pintu mobil.
                
Badanku bergetar. Rasanya aku ingin pingsan.
                
Aku mengelus nama Nania.
                
“namanya yang indah, aku selalu memuji namanya, tapi ia selalu meledek namaku,tapi itu membuatku malah tertawa bahagia...hehe..bodohnya aku,seharusnya...seharusnya..aku marah padanya..seharusnya aku mencubit pipinya..seharusnya..dia tidak boleh pergi sebelum aku memarahinya..seharusnya kalau dia mau minta maaf dia harus mengatakannya langsung..bukan diwakilkan...seharusnya..hiks...hiksss...seharusnya aku harus lebih peka dengan perasaanya...kenapa aku terlambat memahaminya...aku..hikkss...bukan..sahabat yang baik baginya..Naniaaaaa....Maaaff..hikss...Maaf..hikkss..hikss...”

                
Aku dan Daniel semakin sering mengunjungi makam Nania. Dan aku semakin sering mendengarkan cerita tentang kebersamaan Daniel dan Nania yang sangat akrab. Itu membuat rasa ridnuku pada Nania terbayarkan, sudah lama aku tidak mendengar tentangnya ditambah lagi Daniel ternyata jago menirukan gaya bicara Nania. Semakin kesini, aku menemukan sisi terbaik dari sisi Daniel.
                
Tidak , jantungku. Deg. Wajahku merah.
                
“kenapa kamu saat itu masih belum bisa membuka hati buat Nina?” bodoh,kenapa aku bertanya hal itu.
                
Daniel terdiam sejenak. Ia bahkan tidak jadi menyeruput cappucinonya,dan meletakkan cangkirnya pada tadah.
               
“hemmm....ntahlah....aku juga tidak tahu”
                
“maaf aku menyakan hal yan aneh””
                
“tidak,tidak..itu bukan hal yang aneh”
                
“tapi,...”
                
“aku sudah tahu jawabannya...”
                
“benarkah?”
                
“ya..mungkin hatiku bisa terbuka jika kamu yang mengetuk dan menyebutkan passwordnya” Daniel tersenyum manis padaku.
                
Bahaya. Wajahku memerah. Jantungku.
                
“kenapa jawabannya aneh begitu?” aku tidak berani memandangnya.
                
“aku menyukaimu....hatiku sudah terbuka untukmu...mau kah kamu masuk ke dalam hatiku dan menjadi penghuninya..sebagai istriku...”
                
“a..ap..apaa?” aku gemeteran.
                
“aku melamarmu....”
                
“mm...iya aku mau jadi istrimu..menghuni hatimu” hatiku bergetar. apakah ini adil? dia adalah seseorang yang selama ini sahabatku Nania kejar. Namun, walau bagaimanapun semua sudah menjadi masa lalu. Nania sudah tenang dipangkuan-NYA. Akan Aku jaga cinta yang telah Allah titipkan untukku, kan ku bangun cinta. 

Sayap yang hilang. kepergian Nania dari desa ke kota membuatku tidak bisa seceria dulu saat bersamanya,bagai sayap yang hilang, aku tidak bisa terbang bersamanya menggapai mimpi-mimpi yang dulu pernah kami untai. Sayap yang hilang membuatku meniti arah jalan yang tidak kuketahui. Dan saatku mencari sayap yang hilang, ia sudah tidak bisa kembali lagi. 

                .

THE END
Terimakasih
Arigatou ^^
Jazakumullah Khairan Katsiira kepada para pembaca isyarayle, semoga bermanfaat.

Penulis: Isya_Rayle

Sayap Yang Hilang Part IV

“Dia..?” dia siapa yang Nania bicarakan
                
“itu dia..” Nania menunjukkan tangannya kearah seseorang yang wajahnya masih asing bagiku.
                
“dia siapa?” rasa penasaranku benar-benar membuncah dan tiba-tiba hatiku berdegup kencang. Nania juga, ia mendekap dadanya,seakan-akan jantungnya berdegup kencang, dan aku melihat wajah Nania bersemu merah. Nania?
                
“Dia datang dari kota,aku tadi bertemu dengannya dijalan,aku terjatuh dan ia membantuku berdiri,tau enggak? Tangannya lembut,putih,tinggi dan aroma tubuhnya haruuuumm banget..” Nania menghayati setiap penjelasannya,aku belum pernah melihat Nania yang sebegitu bahagianya.
                
Yang  aku tau , Nania sedang Jatuh Cinta.
                
Setiap harinya ia selalu menceritakan pertemuan-pertemuan berikutnya yang tidak disengaja. Mungkin ada dibeberapa kejadian yang tidak disengaja atau seperti sebuah kebetulan yang lebih indah dikatakan ‘Takdir’,namun ia ternyata sudah merancang sebuah pertemuan-pertemuan berikutnya. Orang jatuh cinta, apa yang dilakukan hal itu terlihat konyol,namun bagiku, aku mengetahui hal lain dari Nania. Namun semakin kesini, Nani semakin melemah,wajahnya pucat. Dan tak bisa dipungkiri lagi, ia benar-benar telah menampakkan wajah muramnya,ia bahkan berkali-kali menghindariku. Dan hingga suatu hari.
                
“Cintaka...”
                
“Nania.. kemana saja?..”
                
“Aku akan pindah ke kota, Maaf membuatmu khawatir akhir-akhir ini, aku harap kamu tidak salah paham,”
                
“sebentar lagi kita kelas tiga,apa tidak menunggu lulus saja?” aku sedih mendengar keputusan Nania yang mendadak dan dengan moment kita sudah jarang bicara dan tiba –tiba saja datang ke markas.Nania kali ini terlihat lebih sehat dan sedkit ceria,tidak seperti beberapa waktu lalu. Bahkan ia berhenti bercerita tentang ‘Dia’ yang bahkan Nania tidak pernah satu pun mengatakan namanya,entah mungkin ia menutupinya atau memang Nania tidak mengetahui namanya, dia hanya menyebut orang yang dia suka dengan sebutan ‘Si Tampan’.
                
“Tidak, aku harus pergi sekarang. Cintaka terimakasih sudah jadi sahabatku,” matanya berkaca-kaca.
                
Salam perpisahannya hanya cukup sampai disana. Aku bahkan hanya tertegun, tiba-tiba kakiku beku,bola yang berada ditanganku terjatuh dan berguling. Aku menjatuhkan badanku.”bohonh,ini pasti bohong,,ini pasti mimpikan?hah?” kau menepuk pipiku tidak percaya. “sakit” ini nyata bukan mimpi. Aku bangkit dan berlari di tengah hutan mengejar Nania yang bayangannya semakin menjauh. Aku terus meneriakki namanya. Terjatuh,bangkit lagi,sia-sia. Bayangan Nania sudah tidak ada. Aku bangkit dan berusaha berlari lagi,namun,bruukk..aku ambruk dan terjatuh. Aku tidak bisa mengejar Nania. Setelah kejadian itu aku dirawat di rumah sakit selama seminggu,lukaku cukup parah. kembali ke rumah dan bisa kembali merasakan betapa nyamannya berada dikamar sendiri. Namun aku tekejut melihat sebuah kotak putih berada di tempat tidurku. Ibu bilang itu dari Nania. Hari dimana aku jatuh di hutan. Sebelumnya Nania mencariku dirumah,namun ibu mengabarkan aku di markas dimana biasa kami bermain. Nania menitipkan kotak putih itu untuk diberikan kepadaku.
               
  “Nania mau nemu-in Cintaka dulu,tapi terlalu berat kalu harus bawa kotak itu ke markas,jadi Nania titip saja di rumah”
Begitulah pesan dari Nania.

                
Aku tidak pernah membuka apa isi dalam kotak itu. hanya menyentuhnya. Dan membawanya ke kota. Aku tidak pernah berani membukanya. Melihatnya saja dari luar sudah membuatku sedih. aku tidak sanggup kalau-kalau aku semakin ingin bertemu dengannya dan ingin mengetahui apa yang terjadi padanya,apa yang ia sembunyikan.

                
“Cintaka harus mengundangnya? Kenapa?” aku benar-benar terkejut. Kenapa harus megundangnya makan malam dirumah.
                
“ini sebagai rasa terimakasih karena telah menolongmu waktu itu , dan juga Manda mau mengadakan syukuran kecil-kecilan 4 bulan nya kandungan Manda. Yaa..?”
               
Aku tidak jago dalam hal penolakan seperti ini. tapi aneh, jantungku berdegup kencang.
                
Saat berada di kampus, aku berusaha memberanikan diri berbicara dengannya. Mengucapkan terimakasih dan mengundangnya.
                
“boleh”
                
“benarkah?”
                
“Tante Syarah juga sudah meng-smsku,”
                
‘apa? Jadi Manda sudah memberitahunya? Hem..bagus juga,jadi aku bisa menghemat energiku’.
                               
“lukamu?..apa lukamu baik-baik saja?”
                
“ah?..owh..sudah baikan kok..Manda..eh Tante syarah juga sudah memberiku obat penghilang bekas lukanya” ‘kenapa aku bicara begitu’.
                
“baguslah...”
                
Jantungku. Deg. Wajahku memerah.
                
Acara syukuran nya berjalan lancar. Aku beristirahat sejenak. Aku pergi ke beranda dan duduk sambil menyeruput cappucino hangat dan menatap rembulan sempurna bulatnya bersih tak tersaput awan.
                
“kamu disini ternyata” suara itu mengejutkan ku. ‘Si Tampan’ eh Daniel.
                
“owh..ya...kamu mau pamit?”
                
Tanpa basa basi Daniel sudah duduk dikursi sampingku. Ia mensejajarkan duduknya denganku. Aku sedikit terkejut. Kekakuan ketika berbicara denganya terus saja terjadi.
               
“rembulan yang indah,bukan” tanyanya padaku.
               
“mm” aku mengangguk.
                
“ada hal yang ingin kutanyakan,sesuatu yang terus mengangguku.” Ia mendekatkan wajahnya padaku,saat itu aku langsung menoleh menghadapanya. Aku terkejut dan refleks menjauh. Sambil memalingkan wajah ke rembulan.
                
“a..ap.apa?”

                
"Begini.."

Sayap Yang Hilang 
Bersambung Part V

Sayap Yang Hilang Part III

Kafe tutup karena libur nasional dan kuliahku juga libur. Aku memanfaatkan liburku ini berjalan mengelilingi kota seharian. Manda ingin sekali menemaniku namun ia merasa tidak enak badan, ia terus-terusan mual,dan Panda Yusuf juga sedang berada dirumah. Sebenarnya aku tidak ingin pergi disaat Manda sedang sakit,namun Manda memaksaku pergi,karena ia tidak mau mengorbankan hari liburku dengan merawatnya.
               
  “lagi pula sudah ada Panda,biar Panda saja,kamu nikmati jalanmu sendiri”
               
  “tapi Manda,Cin...”
               
  “Cin,,saat ini beri Manda dan Panda waktu berdua..oke?” Manda mengedipkan matanya.
              
 Aku mengangguk senyum.”mm”
               
  “serahkan semua dengan Panda”

Begitulah dan akhirnya aku sendiri. Tadinya..
                
Sewaktu jalan aku bertemu dengan Miran rekan kerjaku di kafe. Ia juga sedang keliling kota. Aku senang. Namun hal itu tidak bertahan lama,ia bertemu dengan teman lamanya dan ia tidak bisa pergi denganku. Dan kembali sendiri.
                
Aku memandang gedung-gedung yang menjulang tinggi seperti hendak mencakar langit. Tinggi dan besar.

Duuk. “aduuh” aku mengelus kepala yang menabrak sesuatu,bukan,tapi seseorang yang tinggi dan.
                
“kau menghalangi jalanku” suara dingin tatapan sendu.
                
“ka..kamu..” aku tertegun. ‘Dia’
                
“hah..kamu mengenalku?” dia berpikir sejenak “owh..perempuan yang meneriakki ku ketika dikelas,hah,menyebalkan”
                
“bukan hanya itu,kamu..kamu si Tam...” tidaaakk..pandanganku membuyar. Bruukkk.., lagi-lagi aku ditabrak.

                
“aku tidak tahu apa yang menjadi impianku, aku bahkan belum pernah memikirkannya” aku menjelaskan pada Nania,rasanya tidak adil jika hanya Nania yang bercerita banyak tentang impiannya.”tapi aku ,sekarang sudah bisa memikirkannya,itu semua karena Nania sudah memberiku dorongan,jadi..”
                
“jadi....?”
                
“jadi,aku memutuskan untuk melanjutkan usaha Ayah dikampung sebagai sambilan dan kerja tetap dibalai Desa..”
                
“itu bukan impian..Cintaka harus memikirkan hal yang luar biasa..jika hanya itu,itu hanya aktivitas biasa,tidak ada tantangannya”
                
“tapi aku merasa itu adalah hal yang luar biasa..”
                
“enggak..enggak..itu hal yang biasa saja”
                
“kalau begitu..aku tidak akan cerita apapun” aku memanyunkan mulutku.
                
“hahahaha..jangan marah gitu..aku hanya ingin melihat seberapa besar tekad dan alasanmu dengan impianmu itu,melihat dirimu yang pintar dan juga cekatan dalam melakukan semua hal,aku mengira akan ada hal besar dari impianmu..aku salah,tidak seharusnya aku meremahkan impianmu,seharusnya aku bisa lebih baik,seperti cintaka yang menyemangati impianku,walau sudah tahu aku bahkan tidak jago matematika dan ipa,maaf..aku benar-benar minta maaf”
                
“mm..tidak perlu minta maaf,seperti orang asing saja”
                
“duuh,sakit” aku mencubiti pipinya.
                
“hahaha..aduuh..sa..sakit.” ia balas balik.
Setelah perbincangan itu. beberapa hari kemdudian aku melihat wajahnya yang sendu dan murung itu. kami sempat bersitegang, Nania tetap merahasiakan masalahnya,ia tidak mengalami masalah apapun. Dia bilang aku terlalu berlebihan. Masalahnya justru ada padaku. Namun,walau begitu ia tetap membuatku tersenyum riang dengan leluconnya. Melupakan sejenak,sejenak rasa penasaran dengan hal yang Nania sembunyikan.

“nanti,kamu duluan ya ke markas,aku ada urusan sebentar dirumah,”
                
“lama?”
                
“enggak kug”
                
Tiba-tiba ada rasa kekhawatiran muncul diwajahku.


 “hey..wajahmu..jelek..jangan khawatir”
                
“duu..duuh..sakit” ia mencubit pipiku.
                 
Aku mengelus pipiku. Aku termenung.
                
“pipimu masih sakit” Manda mengelus memeriksa pipiku.
                
“mm..sudah mendingan”

                
Aku tidak sadarkan diri setelah ditabrak oleh seseorang dari belakang dan saat itu masih ada ‘Dia’ dihadapanku dengan tatapan yang buatku ingin muntah didepannya,kata-kata yang ketus,dan tatapan dingin dan tajam. Namun,hany itu saja yang aku ingat. Saat sadar tau-tau aku sudah berada di rumah dan dengan pipi yang diperban. Lukanya tidak telalu parah,tergores sedikit dikarenakan kejadian itu. aku libur beberapa hari di kafe dan kuliah. Saat itu,saat itu aku ingin sekali memastikan apakah itu benar ‘Dia’.

Sayap Yang Hilang
Bersambung Part IV

Rabu, 09 September 2015

Sayap Yang Hilang Part II

Aku tidak tahu apa yang membuatku begitu bertekad datang ke kota yang menjadi pesan dari Nania saat terakhir kami bertemu dan saat ia berpamitan denganku. Dari kejadian itu seakan ia ingin menyatakan bahwa kita tidak akan jadi sahabat lagi dan kita tidak akan bertemu lagi,jadi jangan mencariku. Aku tidak mengerti kenapa aku menyimpulkan hal itu. ada rasa sakit yang menusuk hati seriring dengan air mata yang mengalir dipipi.
               

                Sepulang dari kerja aku harus buru-buru menyiapkan diri untuk pergi kuliah. Tempat kerja dan kuliahku tidak jauh dari tempat tinggal. Hanya sekali naik busway saja aku sudah sampai.
                
“Manda,Cin pegi kuliah dulu”
                
“hati-hatiya..dan Semangat” Manda mengedipkan matanya dan menunjukkan jempol kanannya.
                
Aku tersenyum “Assalamu’alaikum”.
                
Malam ini dosen tidak hadir,padahal aku berusaha untuk datang tepat waktu. Aku sedikit merasa kesal. Suasana kelas menjadi bising,dosen hanya meninggalkan tugas yang harus dikumpulkan setelaha kelasnya habis.
                
bruuk. Pandanganku langsung ke arah sumber suara. Seorang mahasiswa cantik jatuh dan seorang mahasiswa yang tertunduk dengan wajah yang ditutupi poni rambutnya. Ia tidak membantu mahasiswa yang jatuh tepat didepannya,ia hanya berlalu pergi seakan-akan mengatakan ‘menganggu jalanku saja’.
                
“hey..kamu” semua orang tertuju padaku. Entah darimana asal kekutanku itu berasal sehingga aku berani mengatakannya dengan lantang,namun yang kau tahu, aku kesal melihat seorang lelaki bahkan mengabaikan seseorang yang jatuh didepannya,atau bahkan mungkin gara-gara dia mahasiswa cantik itu jatuh dan tidak mau mengaku salah.
                
“kamu....” namun ketika aku melihat dengan jelas wajah lelaki itu. tampan ,sangat tampan,bukan,bukan bukan tampannya yang membuatku terpaku,namun,ia adalah seseorang yang ku kenal dulu,ketika di kampung. Aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku, bibirku kelu dan hanya bisa tertunduk. Aku kembali ke poisi tempat dudukku. Badanku bergetar, aku tidak bisa melihatnya lagi.
Lelaki yang melihatku hanya memandang sendu dan tidak mengerti kenapa aku meneriakkinya. Aku mendengar langkah kakinya keluar dari ruangan.

                
Aku merasakan lelah yang teramat sangat malam itu. aku memikirkan kejadian itu. dari mulai ia keluar ruangan hingga ia tidak terlihat lagi.
                
“sini,biar Manda urut badanmu yang lelah itu,Manda akan beri kekuatan penuh Manda” Manda menjadi sangat khawatir ketika pulang dari tempat kuliah kau tumbang dan beberapa menit sempat pingsan.
               
 “Manda,Maaf merepotkan Manda”
                
“Bagi Manda ini bukanlah hal yang harus cintka minta maaf,Cintaka,harus sehat dan kuat, karena besok akan menyongsong hari baru yang lebih cerah.maka itu...maka itu.cintaka...” aku tertidur.

                
Nania dan aku suka bermain basket. Kami bahkan berlomba siapa yang lebih banyak memasukkan bola ke ring. Bagi yang kalah ia harus menceritakan hal yang lucu atau sesuatu yang lucu kepada si pemenang,hukuman bisa dianggap berhasil dijalani,jika si pemenang berhasil tertawa dengan leluconnya. Lapangan basket yang tak seberapa besarnya menjadi markas kami. Diatas ring ada rumah kayu dalamnya. Markas kami yang menjadi saksi segala yang tejadi,kegembiraan,semangat membara ketika berlomba,semuanya. Namun ketik Nania sudah pergi tempat itu menjadi suram dan kesedihan yang terpancar.
                
“cintaka..”
                
“Nania,kamu kemana aja sih telat,aku dari tadi nungguin..”aku kesal, aku mendribbel bolanya dengan cepat,dan meng-shoot nya ke ring ‘goal’, “kamu tahu..hari ini aku su....”
                
“ayoo,,kesini cepat” Nania menarik tanganku.
                
“hey,kita mau kemana? Kenapa buru-buru?”
                
“udah..lihat aja,ayo cepat nanti dia menghilang” jawab Nania semangat.
                
“dia...?”


Sayap Yang Hilang
Bersambung Part III

Sayap Yang Hilang


Hiruk pikuk kota besar. Jalan raya yang ramai oleh kendaraan. Lalu lintas yang sibuk. Semua kurasakan dihari pertama ku menginjakkan kaki dikota yang belum pernah kukunjungi. Butuh alasan yang kuat bagiku untuk berada dikota. Ibu melarangku karena aku bukan seorang yang bisa melakukan hal sendiri, harus ada seseorang yang mendampingiku. Dan bukan hanya itu, alasanku ke kota yang terdengar sepele oleh anggota keluargaku lainnya. Mencari teman,bukan sahabatku yang sudah lama menghilang,bukan,dia bukan menghilang,ia pergi ke kota yang menurutku sangat dadakan karena ia tidak pernah menceritakan padaku tentang rencana itu jauh-jauh hari. Setelah ia pergi ke kota ia tidak pernah sekalipun menghubungiku, dan aku tidak menemukan jejaknya sama sekali. Pergi jauh dari kampung kelahiranku bukanlah hal yang biasa bagiku, aku seorang yang sangat pendiam dan pemalu. Aku bisa akrab dengan Nania, sahabatku yang pergi ke kota, itu karena Nania lah yang memulai. Ia baik,ceria dan sangat cerewet dan hangat. Ketika ia berbicara seakan-akan bunga-bunga mengelelinginnya. Aku senang mendengar semua ocehannya yang berisik, ocehannya yang penuh dengan tawanya yang lepas. Aku merindukannya, aku merasa kehilangan sebagian dari kehidupanku yang sangat berharga, karena itulah aku bertekad untuk bertemu dengannya, walau begitu aku tidak tahu harus bagaimana, aku bahkan tidak tahu dimana ia tinggal dan dimana ia meneruskan masa depannya, kuliah kah? Atau kerja?, hem, sepertinya ia kuliah, keluarganya yang kaya tentu saja mampu membiayai kuliah Nania, dan ia juga perna mengatakannya padaku, bahwa ia mau jadi dokter, walau ia tertawa lepas sehabis mengatakan impiannya.

“aku bodoh dalam matematikan apalagi ipa, tapi entah kenapa aku ingin sekali jadi dokter,pakai pakaian putih,dan semua-semuanya terlihat keren,hahaha,, mimpi apasih aku..” ocehannya kesekian kalinya.

“kamu bisa.. jika kamu berusaha,dan..” aku menyemangatinya

“dan jikalau pun gagal,setidaknya aku berusaha,ya kan?” ia memotong pembicaraanku,bukan ia hanya melanjutkan teks yang sama setiap Nania mengatakan impiannya.
Kami berdua tertawa lepas. Indah.

“lalu?” ia menghentikan tawanya. Dan menatap serius padaku.

“lalu...?” aku berpikir sejenak.

“lalu..kamu...Cintaka...impian kamu apa?” aku tertegun sejenak. Aku bahkan tidak tahu jawaban apa yang akan ku berikan,bukan,bukan tidak tahu,aku bahkan tidak memikirkan impian aku.
                          
Aku membuka jendela pagi waktu itu. silau cahanya menyapa wajahku. Aku mulai bergegas pergi bekerja. aku tinggal dengan Manda syarah, adik sepupu jauh Ibu. Beliau senang ketika mendengar aku akan mencari peruntunganku dikota. Ia menyambut baik rencanaku. Ia merasa senang karena akan ada teman yang menemaninya dirumah. Ia hanya tinggal berdua dengan suaminya, terkadang suami Manda selalu dinas luar kota,alhasil ia sering sendiri.
                
“Cin,sarapan dulu,”
                
“ya,Manda,Terimakasih”

Aku memilih bekerja sambil kuliah, bukan kerja yang terlalu berat, menjadi kasir disebuah kafe. Kuliahku,aku mendapatkan bea siswa disebuah sekolah tinggi yang menerima mahasiswa dan mahasiswiny kuliah malam,tahu? Tentu saja para mahasiswa dan mahasiswinya kebanyakan adalah seorang pekerja. Aku tidak sendiri. Namun walau begitu,aku belum mendapatkan teman akrab,aku masih saja menutup diri.
                
“belum dapat teman?” Manda tertawa mendengar ceritaku.
                
“Manda..itu bukanlah hal yang mudah,jadi.” Aku memanyunkan mulutku.
                
“ya,ya Manda paham, Manda juga begitu dulunya”
                
“benarkah?” tanya ku penasaran.
                
“ya,tapi sekarang Manda ada cintaka disini, jadi Manda sudah ada teman,hahaha,bahagianya” Manda tertawa lepas dengan bangga.
                
“jadi maksudnya itu...heeumm” aku lesu.
               
Nania. Ia teman terbaik yang pernah kumiliki. Aku belum pernah menemukan sosok unik seperti dirinya,mungkin bahkan tidak tergantikan. Ia selalu ceria bahkan aku bisa mengatakan ia tidak pernah mengalami masalah apapun. Namun biasanya orang-orang bilang karakter seperti dia sangat ahli menyimpan masalah mereka,mereka selalu terlihat ceria agar orang-orang terdekat tidak menanyakan hal aneh tentang masalahnya. Suatu hari aku melihat ada hal yang berbeda dengan dirinya. Ketika ia bersamaku, ia selalu menumpahkan semua ocehannya,bahkan tertawa. Namun saat aku meniggalkan ia sebentar pergi ke toilet dai kejauhan tiba-tiba wajanya berubah 180 derajat. Wajanya sendu,senyumnya tidak ada,ia seperti bukan Nania yang kukenal. Namun bodohnya aku, aku tidak menanyakan apapun padanya. Aku egois, aku ingin dia selalu ceria dan bahagia bersamaku, aku seperti takut kehilangan dirinya yang ceria dan takut melihat wajahnya yang sendu itu.

“Cintaka? Ada apa,kamu agak pendiam” Nania yang menanyakan gelagatku yang aneh.

“hemm..bukan apa-apa” aku berusaha menghindar.

“hei..kamu tu gak bisa bohong dari Miss Nania,hemm” ia membanggakan dirinya.
                
“aku bilang aku tidak apa-apa” aku tertegun.
                
“cintaka..jawabanmu dingin banget, kalau ada masalah apa-apa,jangan ditutupi, cerita dengan sahabatmu ini..aku pas.”
                
“lalu?...” nadaku sedikit tinggi
                
“lalu...?” Nania terdiam sejenak “ya..aku akan berusaha membantumu menyelesaikan masalahnya..”
                
“lalu bagaimana denganmu?” suara ku bergetar.”jika kamu dalam masalah apa kamu juga kan menceritakannya padaku dan berharap aku bisa membantumu..apa kamu juga akan begitu?”
                
“hehe..tentu saja..” Nania tertawa “kenapa jadi tegang begitu sih? Hem?”
                
“kalo begitu..ceritakan masalahmu.. apa yang membuatmu sendu dan kelihatan murung?” aku menatapnya dingin “ceritakan padaku,jika aku sahabatmu?”.

bersambung ...
Sayap Yang Hilang
Part 2